Abul Fadhal Abbas “Bapak Keutamaan”
Pasca wafat Fatimah putri Sang Penutup Nabi saw, Imam Ali menemui saudaranya, Aqil bin Abi Thalib, yang berpengetahuan luas tentang nasab bangsa Arab. Beliau sedang mencari seorang perempuan untuk diperisteri, yang akan melahirkan putra-putra pemberani. Karena itu Imam datang kepada Aqil untuk bermusyawarah dengannya dalam keperluan itu. Lalu ia menunjuki beliau seorang wanita pilihan dari al-Kilabiyah, bernama Fatimah binti Hizam.
Aqil berkata, ليس في العرب اشجع من اباءها; “Di bangsa Arab tiada yang paling pemberani daripada para pendahulu dia.”
Sejarah menyebutkan bahwa para pendahulunya di masa Jahiliyah adalah orang-orang pemberani, berpengalaman di dalam pertempuran, dan menjadi pemuka kaum. Mereka inilah yang menjadi alasan Aqil atas usulannya itu.
Wanita inilah yang dicari Imam Ali. Terbukti kemudian bahwa ia melahirkan al-Abbas putra pemberani yang menjadi punggung al-Husain cucu Nabi saw di Karbala, hingga ia meneguk kesyahidan dalam terputus kedua tangannya.
Abbas bin Ali bin Abi Thalib, pribadi yang mensifati keberanian terunggul Hasyimiyah yang disifati ayahnya, Haidar Sang Washi Nabi saw. Juga membawa sifat keberanian sejati Amiriyah, yang disebut oleh Labid sang penyair, نحن خير عامر بن صعصعة”, “Kamilah sebaik-baik ‘Amir bin Sha’sha’ah”. Ialah seorang pendahulunya yang dikenal pemberani. Dari kaumnya pula, Abu Barra` seorang yang menjadi buah bibir di masyarakat Arab, karena keberaniannya yang tak tertandingi di mata mereka.
Ibunya yang kemudian lebih dikenal dengan nama julukannya, yaitu Ummul Banin”, di dalam keluarga Imam Ali, juga memberikan perhatian yang besar kepada anak-anak beliau. Khususnya bagi kedua cucu Rasulullah saw, al-Hasan dan al-Husain, dua pemuka para pemuda penghuni surga. Mereka pun mendapatkan kasih sayang ibu yang tulus darinya, setelah kepergian ibu kandung mereka Fatimah Zahra.
Setelah Abbas, Ummul Banin melahirkan Abdullah, Jafar dan Utsman bagi Imam Ali. Keempat putranya ini, ia persembahkan semuanya kepada Abu Abdillah al-Husain di Karbala, untuk membela Imam mereka di Karbala. Sayidah Zainab sesampai di Madinah -setelah perjalanan panjangnya bersama keluarga syuhada yang ditawan oleh Yazid bin Muawiyah- datang menemui Ummul Banin, untuk menyampaikan dukacita atas kesyahidan putra-putranya.
Masa Bersama Ayah dan Abangnya
Abbas tumbuh dalam tarbiyah ayahnya, Sang Pintu Kota Ilmu Nabi, dan mengenai putranya ini beliau berkata: “Sesungguhnya putraku Abbas telah belajar semenjak usia kanak-kanak. Ia belajar dariku sebagaimana anak burung merpati mengambil makanan dan minuman dari induknya.”
Imam Ali as dengan ilmunya tentang masa datang, pun mengetahui riwayat akhir hayat Abbas. Bahwa, ketika tampak kesedihan di wajah beliau, ditanya oleh isterinya, Mengapa menangis?
Beliau menjawab, “Kisah Abbas akan berakhir dengan membela al-Husain (as).” Kemudian berkata, Allah Swt akan menganugerahkan dua sayap kepadanya seperti pamannya, Ja’far bin Abi Thalib yang akan terbang di surga.”
Di masa kepemimpinan ayahnya, sejarah menyebutkan bahwa tak pernah ia memisah diri dari beliau, terutama di saat-saat sulit yang Imam hadapi. Ia pun turut andil dalam perang Shiffin (pada tahun 37 H) bersama abangnya, al-Husain as, meskipun saat itu al-Abbas berusia 12 tahun.
Di masa kepemimpinan Imam Hasan al-Mujtaba as, al-Abbas menjadi pembela dan pengawal beliau. Ia senantias menjaga keselamatan abangnya yang sekaligus adalah imamnya, dari segala bahaya yang mungkin terjadi, terutama dari pihak Muawiyah. Pada masa itu ia pun menyandang kedudukan sebagai “Bāb al-Hawāij” (yang memenuhi keperluan orang lain dan membantu orang-orang yang yang memerlukan bantuan. Mereka pergi ke rumah Imam Hasan dan beliau mengatakan bahwa agar merujuk kepada al-Abbas.
Makna yang Tersirat
Disebutkan dalam kitab Maqathil ath-Thalibin, bahwa para perawi mensifati Abbas demikian: Abbas seorang laki yang sangat tampan, menunggangi kuda pilihan.. Ia dipanggil dengan gelar Qamar (Sang Purnama) Bani Hasyim.”
Mengenai nama Abbas baginya dikatakan dalam syair:
عبست وجوه القوم خوف الموت والعباس فيهم ضاحك متبسم
Kaum bermuka masam karena takut mati, sedangkan Abbas tersenyum di tengah mereka.
Ia dipanggil dengan nama kuniah (julukan)nya, Abul Fadhal. Karena mempunyai putra bernama Fadhl. Dalam sebuah syair dikatakan: ابا الفضل يا من اسس الفضل والإبا أبى الفضل الا ان تكون له أبا
“Wahai Abul Fadhal, yang mendirikan keutamaan dan kemuliaan. Engganlah keutamaan itu kecuali engkau menjadi “bapak” baginya.”
Syaikh Baqir Syarif Qurasyi di dalam bukunya, “Al-Abbas Ibnu ‘Ali Râ`dul Karâmah wal Fidâ` fil Islâm”, mengatakan: “Nama kuniahnya selaras dengan pribadinya yang agung. Andaipun ia tak mempunyai seorang putra yang bernama Fadhl, sejatinya ia adalah “Abul Fadhl” (Bapak Keutamaan).
Referensi:
-Al-Abbas/Sayed Abdurazaq Musawi
-Al-Abbas Ibnu ‘Ali Râ`dul Karâmah wal Fidâ` fil Islâm/ Syaikh Baqir Syarif Qurasyi