Akhlak Nabi Sebagai Ejawantah Rahmat Allah Swt Bagi Semesta
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.[1]
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, bagian awal ayat ini sungguh besar nilainya.
Akhlak Nabi Sebuah Berian, Paksaan, atau Prestasi?
Sebagian orang ingin menurunkan nilai Nabi dengan berbagai cara, dengan cara masuk akal mereka gagal, semua hal yang dilakukan Nabi itu selaras dengan ajaran akal, akhirnya mereka mencari-cari cara dengan cara yang mustahil sekalipun. Mereka sebut beliau bermuka masam, beliau kerasukan setan, beliau salah baca ayat, beliau hanya maksum ketika membaca wahyu[2] dll. Semua itu dalam rangka memudarkan warna penghormatan manusia kepada beliau. Semua yang mengenal Nabi sebagaimana adanya pasti akan menghormati beliau.
Ayat ini[3] memberitahukan bahwa ada ikhtiar yang dilakukan Nabi, jadi akhlak mulia itu adalah hasil ikhtiar beliau dan bukan suatu keterpaksaan, bukan diciptakan langsung menjadi manusia berakhlak mulia dan tidak memiliki ikhtiar untuk menolaknya. Akhlak mulia yang sangat terpuji Nabi adalah sebuah prestasi. Sumber ikhtiar itu adalah Rahmat Allah Swt. Rahmat Allah yang sampai kepada Nabi disyukuri secara sempurna, tuntas hingga mampu mensyukuri atas rasa syukur yang telah dilakukan. Jika bukan karena prestasi maka tidak tepat untuk dipuji-puji, apalagi dipuji dengan pujian tertinggi untuk kalangan ciptaan Allah, sungguh pujian Allah untuk Nabi bukan sebuah formalitas, tapi memang benar hal itu adalah prestasi Nabi dengan menggunakan ikhtiar yang beliau dapatkan dari Allah Swt.
Kita manusia biasa menilai rahmat Allah mungkin hanya sebatas pemberian-pemberian materiil, sedang Nabi dengan ilmu yang sangat tinggi, Rahmat Allah bagi beliau jelas juga memiliki nilai yang berbeda dan jauh lebih bermakna. Beliau adalah orang yang paling memahami apa dan keapaan Rahmat Allah, lalu beliau juga hamba yang paling tepat dan benar dalam mensyukuri Rahmat Allah yang sampai kepada beliau baik langsung atau yang sampai kepada umat beliau. Rahmat itulah yang menjadi suport Nabi sehingga beliau berikhtiar memilih apa-apa yang memang diridhoi Allah semata bukan sebaliknya.
Keberadaan Nabi harus disyukuri, Keberadaan beliau adalah bentuk kasih sayang Allah Swt kepada manusia
Rasa syukur kepada Allah karena telah mengirim Nabi untuk umat manusia, bisa menjadi pendorong dan penyemangat untuk lebih serius meniru dan meneladani Nabi Muhammad Saw.
Ketika kita tidak menghiraukan rahmat dari Allah (salah satunya adalah Nabi yang diutus) maka akibatnya seseorang akan bersikap kasar dan berhati keras yakni tidak memiliki akhlak mulia. Sebuah penyebab yang menjadikan seseorang dijauhi oleh lingkup sosial yang dimiliki.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Ketika kita ingin mengukur sejauh mana kebaikan akhlak kita, kita bisa melihat bagaimana respon lingkungan terhadap sikap yang tampakkan kepada mereka, apakah mereka menjauh atau mereka menjauh dan menghindar dari kita.
Siapakah yang mendekat siapakah yang menjauh?
Kenyataan adalah bahwa Nabi dengan akhlak beliau yang tidak diragukan keutamaannya oleh kawan maupun lawan. Ternyata tetap saja ada orang-orang yang menjauhi beliau, tidak nyaman berada disekeliling beliau. Ketika kita lihat siapa saja yang mendekati Nabi ternyata beliau didekati oleh para budak, didekat oleh orang-orang kecil, orang-orang yang mendekati Nabi murni karena ada singkronisasi kebaikan akhlak mereka dengan akhlak Nabi, mendekat dan saling menyayangi,[4] bergotong royong, saling meringankan beban satu sama lain, saling menghormati dan menjaga rahasia[5]. Jarang atau sangat sedikit sekali orang kaya yang mendekati Nabi, khususnya ketika beliau masih diawal dakwah beliau. Hanya beberapa orang saja dari sekian banyak pembesar Arab pedagan di sekitar Baitullah waktu itu, walau mereka yang masih memiliki hubungan darah dengan Nabi seperti Abu Lahab dan istrinya. Bukan hanya menjauhi bahkan membenci dan menyerang keponakannya itu.
Orang-orang beriman seyogyanya lebih bersemangat dalam meniru Nabi Muhammad Saw, memang benar menjadi beliau adalah sebuah kemustahilan tapi meniru beliau adalah pilihan terbaik untuk dilakukan. Jangan sampai ada sedikit pun keraguan terhadap Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah manusia terbaik, manusia paling mulia, manusia yang paling benar dalam menghamba kepada Tuhannya.
[1] Ali Imron: 159.
[2] Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (An Nahl: 90), beliau disuruh meninggalkan perbuatan buruk dan keji, sebagai teladan utama jelas beliau juga tidak melakukan semua perbuatan buruk dan keji kepada sesama makhluk.
[3] Ali Imron: 159.
[4] Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (Al-Mujaadilah: 22)
[5] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Mumtahanah: 1)