Fikih politik dalam Pandangan Imam Khamenei (2)
Sebagaimana artikel yang pertama, adalah terjemahan yang diringkas dan dipangkas dari kumpulan makalah tentang Fikih Politik dalam Pandangan Imam Khamenei. Di sana telah disampaikan bahwa istilah fiqh siyasi (fikih politik) adalah hasil dari pertemuan antara fikih dan politik. Ia digunakan dalam bidang politik dan manajeman wilayah, mencakup perkara-perkara yang terkait dengan manajeman urusan dan hubungan masyarakat Islam di dua aspek; internal dan eksternal.
Politik menurut Imam Khamenei adalah kemampuan memanej urusan-urusan kehidupan manusia. Sedangkan yang dimaksud fikih politik -dengan memperhatikan makna fiqh yang umum maupun yang khusus dan penjelasan beliau di artikel yang lalu- terangkum beberapa maknanya di bawah ini:
1-Adalah fikih tentang manajeman politik wilayah; dengan pengertian ini, fikih politik berarti bagian dari fikih. Selain terkait urusan politik dalam upaya memberikan pandangan kefikihannya, juga menyangkut soal apa yang menghubungkan dengan manajemen urusan politik; masyarakat yang beragam dan yang masuk dalam ruang sistem praktis serta kepemimpinan bagi masyarakat.
Imam Khamenei menerangkan: Fikih politik adalah bidang fikih berkaitan dengan politik negeri, masalah sosial, negara, jihad, amar maruf nahi munkar dan sebagainya.
Beliau mengatakan: Fikih Syiah tidak akan mengurusi manajemen sosial politik apabila tidak memiliki sebuah pemerintahan untuk diatur olehnya dan dikeluarkan hukum-hukumnya dari Alquran dan Sunnah.
2-Adalah bagian dari bab-bab fikih praktis yang berkaitan dengan manajeman kehidupan manusia. Pengertian ini tak sebatas soal pemerintahan dan manajemen masyarakat, tetapi mencakup berbagai bab fikih terkait masalah-masalah personal, thaharah dan ibadah, dan mengklasifikasinya di dalam amalan personal. Pada saat yang sama, ia berkaitan dengan urusan politik.
Beliau mengatakan: Mari kita bahas lagi bab-bab fikih praktis yang berkenaan dengan manajemen kehidupan manusia, bab muamalah ataupun bab siyasah (politik)..
3-Adalah hukum syariat yang berhubungan dengan permasalahan politik. Jika makna terminologis fikih adalah ilmu hukum syariat yang terperinci dan merupakan pandangan Syari tentang tugas-tugas individual, maka fikih politik adalah pengetahuan bagian dari hukum syariat politis dan hukum Syari khusus dalam masalah-masalah politik.
Imam Khamenei mengungkapkan: “Politikus yang memandang dirinya ulama billâh, adalah ulama yang mengerti hukum Allah terkait bab politik.
Fikih Politik dan Fikih Daulat (Negara)
Di sana terdapat pula istilah yang disebut fiqhud daulah (fikih negara), yang dibedakan dengan fiqh siyasi (fikih politik) yang mempunyai cirikhas sebagai berikut:
1-Fikih politik selain membahas soal pemerintahan, banyak ekstennya yang tidak terkait dengan negara. Dengan demikian pembicaraan soal politik mengikuti alur setiap pemerintahan.
2-Fikih politik membentuk bagian dari bab-bab dan masalah-masalah fikih yang khusus mengenai politik. Hal ini mengundang untuk menelaahnya. Sedangkan fikih daulat lebih kepada istinbath semua pembahasan.
3-Cakupan fikih daulat menandingi fikih umum. Hanya saja, ia menyajikan hukum-hukum ilahiah terkait semua urusan pemerintah, dengan memperhatikan semua hukum fikih dari sudut pandang kepemerintahannya. Juga mencermati dampak setiap hukum demi menggapai manajeman yang diinginkan di dalam sistem politik. Sedangkan fikih umum mencakup permasalahan individual di luar kenegaraan.
Ragam Fikih Politik
Perbedaan yang muncul tentang makna fikih politik dan mengenai batas cakupannya antara minimal dan maksimal, menunjukkan keluasannya lebih dari fikih itu sendiri. Bahkan, perselisihan pandangan fuqaha ini harus dikaji di dalam permasalahan yang berkaitan dengan teologi dan fikih, dengan tema-tema di antaranya:
1-Keharusan adanya sifat ishmah (bersih dari salah, cela dan nista) bagi yang memerintah.
2-Keraguan atau mengingkari adanya sistem politik Islam di masa Rasulullah saw dan Imam Ali.
3-Keyakinan akan kesucian agama dan fikih, dan keharusan menjauhi politik karena dipandang perkara yang buruk.
4-Keterbatasan seorang faqih Syiah memperhatikan semua urusan masyarakat Islami dan muslimin.
5-Tak ada minat penambahan dari fikih.
6-Tertutupnya bab fikih dan ijtihad dalam masalah-masalah kekinian.
7-Kondisi taqiyah di sebagian masa dan perbedaan ijtihad fuqaha.
Dari sinilah seorang atau pemikiran dari fuqaha melangkah kepada istinbath dan ijtihad sesuai pandangannya yang berbeda dengan yang lainnya. Hal ini akan menarik perhatian dan pandangan sendiri di dalam bidang fikih, dan tak tebatas pada fikih dalam arti umum. Tetapi sampai pada fikih politik yang lahir secara nyata dan lebih luas.
Referensi:
Al-Fiqh as-Siyasi fi Fikr al-Khamenei