Geo-Palestina; Tribalisme, Perdamaian dan Penjajahan Israel (seri 1)
MM-Memasuki hari ke 22 perang Hamas vs Israel, beberapa organisasi menyelenggarakan diskusi berkala Geo-Palestina, 28/10/023. Diantaranya AIHII (Asosiasi Ilmu Hubungan internasional Indonesia), IKMAL, Divisi Timur Tengah dan Afrika-Ikatan Alumni Pemuda Pelajar Indonesia, dan Global Thinkers Institute (GTI).
Diskusi serial pertama ini melihat isu Palestina dengan menggunakan sudut pandang Geo-Religion dan Humanism. Menghadirkan pembicara dari Australia, pendeta Dave, Dr. Agus Haryanto, ketua AIHII dan Muhammad Ma’ruf, Ph.D, Direktur Global Thinkers intitute (GTI).
Bagi Pendeta Dave, solusi konflik Israel vs Palestina adalah fokus dari sudut pandang korban, terutama rakyat Palestina. Tiga agama monoteis, Islam, Kristen, Yahudi jelas menolak penindasan. Ketiganya memilik doktrin kemanusiaan yang sama, setara dan pro-keadilan. Mendukung gerakan kemerdekaan Palestina adalah bagian dari manifestasi spiritualitas agama.
Hanya saja kemanusiaan yang berasal dari doktrin Tuhan tersebut telah dimanipulasi oleh tribalisme politik berupa ideologi zionisme. Zionisme berbasis rasisme, menganggap ras Yahudi paling superior. Ideologi ini mempengaruhi para pemeluk tiga agama tersebut. Sehingga di kalangan Nasrani, ada kelompok pro zionisme, dikenal Kristen Zionis. Mereka bekerja sama mendirikan negara khusus Yahudi.
Pendeta Dave menyarankan agar terjadi persatuan antara Muslim-Kristen melawan ideologi rasisme-zionisme. Zionisme menggunakan sistem politik apartheid. Membangun pemukiman illegal dengan cara menyerobot tanah milik orang Palestina. Mambuat tembok pemisah. Memblokde Gaza, darat, laut dan udara selama 17 tahun. Dave menawarkan kampanye pentingnya wawasan bahaya zionisme.
Sementara Dr. Agus membacakan sikap dari AIHII. Mengutuk agresi kedua belah pihak, Terutama Israel yang mengabaikan hak-hak sipil yang tidak bersalah. Segera melakukan gencatan senjata. Mempertimbangkan kembali “Two State Solution” sebagai landasan utama negosiasi demi mencapai perdamaian yang berkelanjutan dan adil bagi kedua bangsa.
Mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta negara-negara anggotanya dan organisasi internasional lainnya untuk segera, tanpa tundaan, bergerak mencari solusi yang berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Mendukung inisiatif pemerintah Indonesia dan komunitas internasional dalam mobilisasi bantuan-baik dalam dimensi moral maupun material—untuk memberikan perlindungan serta asistensi substantif kepada masyarakat sipil yang terkena dampak.
Mengajak seluruhan warga Indonesia dengan tekad bulat bersatu padu dan berkomitmen mendalam dalam mendukung aspirasi kemerdekaan bangsa Palestina. Ha ini sejalan dengan prinsip-prinsip yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945 yang menolak setiap bentuk penjajahan, sebab penjajahan bertabrakan dengan esensi nilai kemanusiaan dan prinsip keadilan.
Muhammad Ma’ruf menyoroti pentinganya bacaan isu Palestina dalam ragam sudut pandang. Tidak hanya fokus pada kejadian per se, sehingga kehilangan gambaran besar. Pentingya wawasan bacaan Geo-strategi, intelegen, humanisme, keamanan, dan sejarah. Bacaan tersebut tidak hanya eklusif milit elit, tetapi ketika menjadi sains menjadi milik umum, terutama para intelektual secara umum. Jika kita fokus pada korban, maka kita menempatkan diri kita pada sisi humanisme dan agama. Ketemunya pada genjatan senjata, tukar menukar tawanan dan bantuan kemanusiaan. Jika kita fokus ratusan manipulasi berita dari Israel, kita akan sibuk meluruskanya.
Tetapi ketika menempatkan bencana kemanusiaan Palestina dalam bingkai sains perang kemerdekaan, maka kita perlu mengapgrade dimensi strategi, intelegen, militer, keamanan dan efek keuntungan politik melaui jalur diplomasi dari kedua belah pihak. Memiliki visi Geo-Palestina dalam tatanana global.
Operasi Aqsa 2023, menurut Ma’ruf, adalah rangkaian prestasi gerilyawan pejuang kemerdekaan dalam rangka membebaskan seluruh tanah jajahan Israel. Menyelamatkan tempat suci masjid Aqsa dari penghancuran, penodaan dan Yahudisasi, oleh kelompok kanan Garis keras Israel yang di dukung US, Inggris dan Prancis.
Genosida Israel terhadap 8000 warga Gaza adalah manifestasi rangkaian kelumpuhan dan ketidakmampuan IDF menghadapi operasi badai Aqsa Hamas. Jika memang masalahnya Hamas, paswordmaka fokus perang melawan Hamas, bukan genosida warga Gaza-Palestina sebagai bentuk hukuman publik. Semakin brutal Israel dalam menghukum warga Palestina, maka semakin kuat ideologi perlawanan. Hamas bukan masalah dendam pribadi atau organisasi, tetapi ideologi perlawanan seluruh warga Palestina, yang semakin subur ketika terus di tindas. Gagasan perlawanan tidak bisa di bunuh karena masuk kesadaran-pengalaman panjang dijajah.