Isa Al-Masih Dalam Riwayat
Dalam riwayat, Isa al-Masih disebut sebagai Ruhullah. Dari sisi lain, Alquran menyifatinya dengan hamba penuh tawadhu’ yang dianugerahi keberkahan khusus oleh Allah swt. Kitab-kitab hadis menyebut agama Kristen dengan Nasraniyyah dan para pengikutnya dengan Nashara. Disamping itu, kepribadian, perbuatan dan ucapan beliau a.s. juga dijelaskan lebih detail.
Riwayat Tentang Nabi Isa a.s.
Nabi Isa a.s. berkata, “Kedua tangan dan kakiku menjadi pembantu dan tungganganku, bumi sebagai alas tidur, batu sebagai bantal… aku melalui siang dan malam tanpa sesuatu apapun. Namun demikian, tiada orang yang lebih berkecukupan di atas bumi ini lebih dariku.”[1]
Berkenaan dengan Nabi Isa a.s., Imam Ali a.s. berkata, “… Tiada harta benda yang dapat memalingkannya atau keserakahan yang dapat menghinakannya. Tunggangan dan pelayannya adalah kedua kaki dan tangannya.”[2]
Nabi Isa a.s. Kini Berada Di Mana?
Dari ayat “وَإِن مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا”, kaum muslimin meyakini, Nabi Isa a.s. hidup di sisi Tuhan dan tidak akan meninggal kecuali seluruh Ahlul Kitab beriman kepadanya. Jelas, yang dimaksud “di sisi Tuhan” bukan langit, namun kedekatan maknawi dengan-Nya.
Allamah Thaba’thabai saat menafsirkan ayat “وَ رافِعُكَ إِلَيَّ وَ مُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا”, berkata, “Arti kata “رفع” adalah meninggikan atau mengangkat. Kata tersebut menggunakan kata keterangan “إلى” yang mengindikasikan pengangkatan maknawi, bukan jasmani. Alasannya, karena terkait dengan Allah swt, tidak dapat dikatakan berada di sebuah tempat ketinggian dan membawa naik Nabi Isa a.s. kepada-Nya. Dia tidak memiliki tempat berkategori jasmani yang ditempati oleh benda dan hal-hal jasmani.
Dengan demikian, jauh dan dekat dalam hal ini bukan menunjuk tempat. Maka yang dimaksud “رفع” adalah ketinggian maknawi, yaitu meninggikan derajat, kedudukan, dan kedekatan kepada Allah SWT.[3]
Sebagian meyakini, yang dimaksud “mengangkat Isa ke Tuhan” adalah mengangkat ruh dan badannya dalam keadaan hidup ke langit. Karena dhahir ayat menyebutkan, Allah swt. mengangkat Nabi Isa a.s. hidup-hidup ke langit materi/jasmani. Langit materi inilah yang menjadi maqam kedekatan Ilahi, tempat turunnya berkah, dan malaikat.[4]
Dalam kitab “‘Uyun Akhbar Ar-Ridha” diriwayatkan, Imam Ridha a.s. bersabda, “Tidak ada perkara para nabi dan hujjah Ilahi seperti Nabi Isa a.s. yang membuat manusia terjerumus kepada kesalahan. Karena Nabi Isa a.s. diangkat ke langit dalam keadaan hidup. Lalu nyawanya di cabut saat berada di antara langit dan bumi. Kemudian badan tanpa nyawa dan nyawa tanpa badannya di bawa ke langit. Dan di sana nyawanya dikembalikan ke badannya lagi.”
Al-Masih a.s. Bermakmum Kepada Imam Mahdi a.s.
Berbagai riwayat menyebutkan turunnya Nabi Isa a.s. ke bumi dan bergabung di barisan Imam Mahdi a.s. Nabi Isa a.s. menjadi pendukung dan dai Imam Mahdi a.s. untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia, terutama Ahlul Kitab. Dalam shalat berjamaah, Nabi Isa a.s. bermakmum kepada Imam Mahdi a.s. sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi saw. berikut:
“Maka (saat munculnya Mahdi) Ruhullah Isa bin Maryam turun dan shalat di belakangnya.”[5]
Dalam riwayat lain, Nabi saw. menyebut Nabi Isa a.s. sebagai seorang hakim yang adil dan akan menghancurkan saluruh salib pada masa munculnya Imam Mahdi a.s. Beliau saw. bersabda:
“Demi Zat yang jiwaku dalam genggaman-Nya! Pada hari kiamat nanti, Putera Maryam [Nabi Isa a.s.] menjadi hakim yang adil dan akan menghancurkan salib, membunuh babi [menunjukkan keharaman memakan dagingnya]…”[6]
Saat Imam Mahdi a.s. muncul, Nabi Isa a.s. akan turun ke bumi, berada di barisan beliau dan shalat di belakang beliau. Ini mengindikasikan finalitas Imam Mahdi a.s. sebagai imam atau washi. Dalam riwayat lain disebutkan, beliau sangat menghormati Nabi Isa. Nabi Isa a.s. berkata, “Tidak ada seorangpun yang dapat mendahului para imam Ahlul Bait a.s. dan kalianlah yang berhak untuk berada di depan.”
Dalam kitab Muntakhab Al-Atsar karya Ayatullah Shafi Golbaigani disebutkan 25 riwayat dalam kaitannya dengan hal ini.
Ini menunjukkan bahwa Imam Mahdi a.s. bukan al-Masih. Artinya, agama Kristen dan Yahudi akan tunduk di hadapan agama Islam, Alquran dan Ahlul Bait; sebuah hal yang jarang mereka terima selama 14 abad silam.
Kaum Yahudi dan Nasrani selalu berusaha menghalangi penyebarannya ke dunia melalui Perang Salib dan Zionis, tuduhan palsu, perang psikologis, propaganda dan operasi-operasi penghancuran. Dan tentu saja ini merupakan kezaliman besar terhadap kemanusiaan, nilai-nilai Ilahi, agama-agama Samawi, Nabi Isa a.s., Nabi Musa a.s. beserta para pengikut sejati mereka, dan Nabi Muhammad saw.
Kumpulan Ucapan al-Masih
– Dunia adalah jembatan. Jadikanlah sebagai tempat penyeberangan, bukan tempat tinggal permanen yang kalian makmurkan.[7]
– Aku katakan kepada kalian dengan sebenarnya, “Semua orang menginginkan pahala, namun tidak ada orang yang memperolehnya kecuali yang beramal untuknya.”[8]
– Beruntunglah orang-orang yang bertahajjud (melalui malam dengan beribadah dan munajat). Mereka mewarisi cahaya tiada henti.[9]
– Sebuah pohon belum mencapai kesempurnaan kecuali setelah menghasilkan buah yang segar. Demikian pula dengan agama, tidak akan sempurna kecuali dengan menjauhi hal-hal yang diharamkan.[10]
– Berhati-hatilah terhadap pandangan mata (jahat), karena ia akan memupuk bibit hawa nafsu (keinginan). Cukuplah pandangan (jahat) tersebut sebagai fitnah bagi pemiliknya.[11]
– Beruntunglah orang-orang yang selalu memperbaiki urusan sesamanya. Mereka akan menjadi orang-orang muqarrabin (memiliki kedudukan dekat di sisi Allah swt) pada hari kiamat kelak.[12]
(Disarikan dari tulisan Hasan Najafi)
[1] Bihar Al-Anwar, jilid 14, halaman 239.
[2] Nahjul Balaghah, Khutbah ke-160.
[3] Terjemah Tafsir Al-Mizan (Bahasa Persia), jilid 3, halaman 326.
[4] Ibid, jilid 3, halaman 342.
[5] Bihar Al-Anwar, jilid 51, halaman 71.
[6] Ibid, jilid 52, halaman 382; Shahih Bukhari, jilid 2, halaman 256.
[7] Al-Amali, Syeikh Mufid, halaman 43.
[8] Mizan Al-Hikmah, hadis ke-22083.
[9] Tuhaf Al-‘Uqul, halaman 510.
[10] Ibid, halaman 511.
[11] Ibid, halaman 502.
[12] Ibid, halaman 501.