Kaidah Nafyu Sabil Sebagai Landasan Hubungan Luar Negeri Iran
Selama tiga dekade terakhir Iran telah menjadi negara yang kontra hegemoni dan anti-imperialis. Identitas inilah yang membentuk citra Iran dan kebijakan luar negerinya (Moshirzadeh, 2007 : 529). Identitas Iran yang anti-imperialis terbentuk salahsatunya berdasarkan kaidah Nafyu Sabil. Nafyu Sabil salah satu kaidah penting fikih yang menjadi landasan sebuah negara Islam dalam berinteraksi dalam lingkup internasional. Nafyu Sabil termasuk ahkam tsanawiyah yang bisa didahulukan ketimbang ahkam awwaliyyahnya jika bertentangan. Berdasarkan ayat dan riwayat, kaidah ini ada sebagai bentuk penjagaan Islam terhadap kehormatan kaum muslim serta menegasikan segala bentuk hegemoni dan arogansi negara-negara lain (musuh) terhadap orang-orang Islam (farsi.khameini.ir).
Allah SWT dalam Q.S Annisa ayat 141 Allah SWT berfirman,
لَنْ یَجْعَلَ الله لِلْکافِرینَ عَلَى الْمُؤْمِنینَ سَبیلاً
“ Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir di dunia untuk mengalahkan orang-orang beriman. “
Imam Khomeini terkait tafsir ayat ini pernah menulis, “ Mungkin saja kita bisa katakan bahwasanya kaidah nafyu sabil punya sisi politik, kaum muslimin harus perhatian terhadap segala bentuk hegemoni orang-orang kafir; karena kepatuhan dan ketundukan kita kepada hegemoni mereka bukanlah kewajiban. Dan merupakan kezaliman jika kita berdiam diri membiarkan hegemoni mereka menguasi orang-orang muslim ( Khomeini, 1999 : 725).
Dari sudut pandang Islam, menjaga keutuhan kaum muslim dan sistem agama merupakan prinsip dasar dan tujuan penting. Begitu juga dalam pandangan fikih Islam, khususnya fikih Imami, dominasi musuh atas orang-orang Islam dianggap sebagai bentuk superioritas. Menurut ajaran ini, segala interaksi yang meningkatkan dan memperluas pengaruh orang-orang kafir yang menyebabkan mereka mencampuri urusan umat Islam baik dalam bidang ekonomi, militer, politik dan budaya, dianggap terlarang. Adanya larangan mengintervensi satu negara terhadap negara lain juga tertuang dalam Piagam PBB pasal 2 (1), The organization is based on the principle of sovereign equality of all members”, serta pada Pasal 2 ayat (4) yang menyebutkan bahwasanya “all members shall refrain in their international relations from the threat or use force against the territorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the purpose of the United Nations.” Juga terdapat pada Deklarasi tahun 1970 (resolusi Majelis Umum PBB 2625 (XXV) tahun 1970), pada pasal 1 ayat (3). Berdasarkan pasal-pasal tersebut, segala bentuk intervensi terhadap negara lain yang berdampak pada kerugian merupakan pelanggaran hukum internasional yang mengganggu kedaulatan teritorial sebuah negara.
Iran merupakan negara Islam yang memiliki hubungan dengan semua negara di dunia berlandaskan rasa saling menghormati. Iran tak menghendaki dominasi atas negara lain dan tak pula didominasi oleh negara lain. Imam Khomeini telah menjelaskan prinsip tersebut, “Jika semua negara menghormati kami, kami akan saling menghormati, dan jika pemerintah dan negara lain ingin memaksakan kehendaknya pada kami, kami tidak akan menerimanya. Kami tidak menindas orang lain dan kami tidak menanggung beban menindas orang lain” (Imam Khomeini, 1999, vol. 4, hal. 338).
Penolakan terhadap hegemoni dan dominasi serta menjaga kedaulatan merupakan bagian dari kepentingan nasional. Hal ini tertuang dalam Konstitusi Iran pasal 152 ( farsi. khameini.ir). Pemerintah melarang segala bentuk kontrak yang menyebabkan dominasi asing atas ekonomi, sumber daya alam, budaya dan lain-lain yang termaktub dalam pasal 153 (farsi.khameini.ir). Pasal Iran juga mencegah adanya campur tangan asing dalam bidang perekonomian dan keuangan negara pada pasal 143f (farsi.khameini.ir).
Dalam sejarah, ada beberapa peristiwa terkait dominasi kafir atas umat Islam. Peristiwa bersejarah pelarangan tembakau oleh otoritas Syi’ah besar Mirza Shirazi. Di bawah kontrak Reggie, perdagangan tembakau di Iran dimonopoli oleh perusahaan Inggris. Selain itu Inggris juga mendominasi ekonomi dan politik Iran selama lima puluh tahun. Dengan adanya pelarangan tembakau oleh Mirza Shirazi dan orang-orang yang mengikuti otoritas ini, Syah Qajar terpaksa mencabut hak istimewa tersebut (Madani, vol. 1, hlm. 64-76).
_Annisa Eka Nurfitria, Lc_
Referensi :
- Khomeini, Ruhullah Musawi. 1999. Sahifah Al-Imam. Teheran. Imam Khomeini Publisher
- Madani, Sayyed Jalaluddin. Sejarah Kontemporer Politik Iran. Qom : Daftar-e Islami Publication
- Moshirzadeh, Homeira. 2007. Discursive Foundations of Iran’s Nuclear Policy. Security Dialogue, vol. 38 no. 4
- Farsi.khamenei.ir. نفی سلطهپذیری در سیاست خارجی دولت اسلام . Diakses pada tanggal 25 Januari 2022 dari https://farsi.khamenei.ir/others-article?id=12773