Kajian Singkat Sunan Ad-Daruquthni (Bag. Pertama)
Sunan Ad-Daruquthni[1] Baca Sunan di sini
Penulis: Al-Imam Al-Hafidh Abul Hasan Ali bin Umar Ad-Daruquthni
Tahun Lahir: 306 H.
Tahun Wafat: 385 H di Baghdad pada usia 79 tahun.
Guru-gurunya: Abul Qasim Baghawi, penulis kitab Mashabih As-Sunnah, Abu Daud Sajistani, penulis Sunan. (Selain di Baghdad, Ad-Daruquthni juga melakukan berbagai perjalanan dalam menuntut ilmu ke Bashrah, Kufah, dan Washil. Di daerah-daerah tersebut, beliau memiliki hubungan dengan guru-guru setempat, namun kita cukup menyebutkan dua nama guru beliau sebagai contoh).
Murid-muridnya: Hakim Naisaburi, Abu Hamid Isfarayini, Abu Na’im Isfahani[2] dan…
Landasan Ad-Daruquthni dalam Kitab
Landasannya adalah landasan sunan. Kitab ini memiliki sebuah mukadimah dari Abu Ath-Thayyib Muhammad Syams Al-Haq Adhim Abadi yang dinamakan “At-Ta’liq Al-Mughni” dan dicetak di catatan kaki kitab.
Pandangan Tokoh-tokoh Ahlu Sunnah tentang Ad-Daruquthni
Para pembesar Ahlu Sunnah seperti Khatib, Azhari, dan Hakim sangat memujinya. Namun dalam kitab Al-Binayah Fi Syarh Al-Hidayah dinukil dari Al-‘Aini[3] bahwa berkenaan dengan Ad-Daruquthni menyebutkan, “Dia layak untuk didhaifkan,” namun Abu Ath-Thayyib, penulis taklikat dan syarah Sunan sangat tidak senang dengan pandangan tersebut dan berkenaan dengan Al-‘Aini berkata, “Ucapannya tidak perlu diperhatikan, bahkan merupakan adab buruk dan sedikit memalukan, karena Ad-Daruquthni dinyatakan tsiqah dan dipuji oleh Abdul Ghani Mishri, Abu Abdillah Hakim, Qadhi Thabari, Khatib, dan Azhari dan dari kalangan ulama Mutaakhkhirin seperti Ibnu Atsir, Dzahabi dan Nawawi. Apa istimewanya Syaikh ‘Aini ini jika dibandingkan dengan mereka?”[4]
Dzahabi juga berkata, “Ad-Daruquthni tidak pernah memasuki wilayah ilmu dan pembahasan-pembahasan kalam yang serius, namun ia hanya seorang salaf.”[5]
Ad-Daruquthni dalam Ilmu Pengetahuan dan Cabang-cabangnya
Hakim Naisaburi berkenaan dengan Ad-Daruquthni berkata, “Ad-Daruquthni menjadi sosok satu-satunya dalam hifdh, pemahaman, dan wara’, juga menjadi pemuka dalam ilmu qiraah dan nahwu (sintaksis)… Aku bersaksi bahwa tidak ada yang sepertinya di muka bumi ini.”[6]
Khatib Naisaburi berkata, “Beliau satu-satunya orang istimewa dan imam pada masanya, menjadi rujukan dalam ilmu hadis, ilal (jamak illah) hadis, nama-nama rijal, biografi perawi, kejujuran dan amanah, fikih dan keadilan, diterima kesaksiannya, benar akidahnya, baik madzhabnya, mengetahui berbagai ilmu selain hadis, seperti ilmu qiraah, madzhab-madzhab fikih, adab dan syair (hafal berbagai diwan para penyair)… Disebutkan bahwa Abul Hasan Ad-Daruquthni berhasil menghafal beberapa bagian dari diwan Sayid Al-Humairi. Oleh karena itu, tuduhan Syiah dialamatkan kepadanya.[7]
Namun Dzahabi menyangkalnya dan menulis, Ibnu Adz-Dzahabi berkata, “Alangkah jauhnya beliau dari Syiah!![8]
Berkenaan dengan Ad-Daruquthni, Dzahabi sendiri berkata, “Seorang Imam yang hafidh dan jujur, syeikh Islam, pemuka ulama… ahli ilmu qiraah dan hadis… lautan ilmu…[9]
(Bersambung)
==========================================
[1] Daruquthn disebut sebagai salah satu daerah di Baghdad.
[2] Menarik untuk disebutkan bahwa Hakim Naisaburi dan Abu Na’im adalah dua orang yang saling berlawanan. Hakim Naisaburi memiliki orientasi ke Syiah hingga disebutkan bahwa Hakim Naisaburi adalah imam dalam hadis, rafidhi yang kotor, dan anti Muawiyah. Sedangkan Abu Na’im Isfahani sangat pendengki, fanatik dalam kesunniannya, dan menjadi perumpamaan dalam keantian terhadap Syiah. Abu Na’im menulis sebuah kitab berkenaan dengan “Imamah Kubra” yang lebih layak disebut dengan “Makian Kubra”.
Namun seperti yang difirmankan oleh Allah swt. “يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ” (“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati.”), Allamah Majlisi berasal dari keturunannya. (Qamus Ar-Rijal, jilid 1, halaman 494)
[3] Menulis syarah Bukhari juga dengan judul ‘Umdah Al-Qari.
[4] Sunan Ad-Daruquthni, Syarh Abu Ath-Thayyib, halaman 9.
[5] Siyar A’lam An-Nubala’, Dzahabi, jilid 16, halaman 457.
[6] Tadzkirah Al-Huffadh, Dzahabi, jilid 3, halaman 991 – 992.
[7] Tarikh Baghdadi, jilid 12, halaman 35.
[8] Tadzkirah Al-Huffadh, jilid 3, halaman 992.
[9] Siyar A’lami An-Nubala’, jilid 16, halaman 449 – 450.