Kekhususan Hadis Fariqain (3)
Kekhususan Hadis Ahlu Sunnah (Bagian Ketiga)
c) Penulisan
- Penulisan musnad
Riwayat-riwayat seorang perawi yang dikumpulkan dalam sebuah koleksi disebut musnad perawi tersebut. Musnad pertama ditulis pada abad ke-2 H setelah perintah Umar bin Abdul Aziz. Musnad Ibnu Hanbal (W. 256 H) adalah musnad hadis Ahlu Sunnah yang paling terkenal. Musnad Abi Ya’la, Musnad Humaidi, Mu’jam Al-Kabir Thabrani, Al-Musnad Al-Jami’ Al-Kabir dan… adalah mu’jam hadis Ahlu Sunnah yang populer.
Problem dan kelemahan utama dalam penulisan musnad adalah bahwa hadis-hadis yang kontennya sama dan berhubungan satu sama lain saling berjauhan dan membuat kajian hadis menjadi sulit. Dengan alasan ini, metode penulisan ini tidak populer di kalangan Syiah.
- Penulisan hadis-hadis shahih
Pengumpulan dan pembukuan hadis-hadis shahih merupakan sebuah metode yang dapat diterima dan layak dari sudut pandang pelaksananya. Penulisan seperti ini menjadikan mukhatab lebih percaya terhadap teks dan mempermudah memanfaatkannya. Penulisan hadis-hadis shahih sangat marak di kalangan ahli hadis Ahlu Sunnah.
Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Al-Jami’ Ash-Shahih tulisan Tirmidzi, Shahih Ibnu Habban dan Shahih Ibnu Khuzaimah diantara penulisan hadis-hadis shahih di kalangan Ahlu Sunnah. Validitas kitab shahih dipengaruhi oleh spesialisasi, dhabt dan ketrampilan penulisnya. Hal itu akan berkurang atau bertambah dengan memperhatikan kepada kejeliannya dalam pondasi-pondasi rijal dan metode penerapan terhadap contoh-contohnya.
Dengan demikian, maka Shahih Bukhari dianggap kitab yang paling shahih menurut Ahlu Sunnah, namun tidak demikian dengan Shahih Tirmidzi. Karena pondasi penulis Shahih Tirmidzi tidak teliti, menerima riwayat-riwayat hasan sebagai shahih dan menyebutkannya dalam jajaran hadis-hadis shahih. Ulama Ahlu Sunnah meyakini kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim sebagai kitab hadis terbaik.
Pengumpulan hadis-hadis shahih dilakukan dengan meneliti sanad riwayat dan dengan melihat ulasan (kritik) terhadap para perawi. Dalam penulisan hadis ini, yang dilihat hanya sanad riwayat tanpa mengkritik konten teksnya. Maka dalam kajian Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tampak banyak teks yang sanadnya terhitung shahih menurut Ahlu Sunnah, akan tetapi kontennya tidak benar dan jauh dari akal, logika, ilmu, Al-Quran dan sunnah.
Berkenaan dengan penulisan hadis-hadis shahih harus dikatakan bahwa metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara kekurangannya adalah kemungkinan hilangnya beberapa teks yang tidak shahih menurut penulis, akan tetapi mungkin saja menurut orang lain memenuhi standar keshahihan yang dibutuhkan. Menghapus teks-teks ini dari kumpulan riwayat akan mengakibatkan lenyapnya teks-teks pengetahuan secara bertahap. Dengan melihat keshahihan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim di kalangan Ahlu Sunnah, kekurangan ini dapat disaksikan dalam kajian-kajian hadis mereka. Banyak teks yang tidak sesuai dengan orientasi kedua ahli hadis ini, tidak disebutkan di dalamnya dan terkadang menjadi sebab berkurangnya kepercayaan terhadap teks-teks itu.[1]
Model penulisan ini juga memiliki banyak kelebihan yang dapat menutup kekurangannya. Diantaranya, menarik kepercayaan mukhatab, teliti dalam memilih hadis, jelasnya standar dan… Hal lain yang patut disebutkan adalah bahwa kritik konten juga harus diperhatikan disamping kritik sanad.
- Banyaknya jumlah tulisan
Meskipun penulisan hadis di kalangan Ahlu Sunnah terlambat dimulai, namun karena beberapa faktor yang muncul dalam kemudahan penulisan, kitab-kitab hadis mereka berjumlah banyak. Tulisan-tulisan yang ditulis dengan metode khusus, memberikan berbagai referensi kepada para peneliti. Banyaknya tulisan ini menjadi penting saat kita mengetahui bahwa, pertama Ahlu Sunnah memiliki waktu yang sangat pendek bersama sosok maksum; kedua, jumlah riwayat mereka lebih sedikit dari riwayat-riwayat Syiah.
Sangat disayangkan, banyak dari tulisan ini adalah hasil transkrip dari kitab-kitab yang masyhur sehingga tidak memiliki manfaat sedikitpun. Sebagai contoh, salah satu jenis penulisan adalah istikhraj yang biasanya dilakukan untuk kitab-kitab hadis yang terkenal. Penulis istikhraj memaparkan seluruh riwayat beserta sanadnya yang ada dalam kitab yang terkenal dan berbeda dari sanad yang ada dalam teks aslinya. Jelas bahwa penulisan model ini tidak memiliki dampak dalam menambah kepercayaan kepada kitab aslinya, seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
- Penulisan syarah yang luas
Menjelaskan hadis, terutama dalam kitab-kitab yang terkenal dan kredibel, seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim sudah marak di kalangan Ahlu Sunnah. Penulisan syarah terhadap teks-teks hadis di kalangan Ahlu Sunnah telah dimulai sejak abad ke-4 H. Syarah terhadap Shahih Bukhari membentuk koleksi lebih dari 400 kitab besar dan kecil.[2] Mayoritas di antaranya menggunakan metode yang dapat diterima dan logis.
Hal yang layak diperhatikan mengenai syarah-syarah tersebut adalah banyaknya tumpang tindih dan tidak memaparkan hal-hal baru. Syarah terpenting dan paling detail ditulis oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam kitab Fathul Bari fi Syarh Shahih Bukhari. Nawawi juga melakukan metode yang sama seperti Ibnu Hajar dalam Syarh Shahih Muslim.
- Penulisan hadis maudhu’
Berbagai faktor ini berperan dalam munculnya hadis-hadis maj’ul: luasnya geografis, adanya berbagai perawi dengan pemikiran yang berbeda-beda, terciptanya faksi-faksi geografis, madzhab dan politik, kesucian teks-teks hadis dan… Penyakit yang sudah ada sejak masa Nabi saw ini berkembang di tahun-tahun pasca beliau saw. Tidak ditulisnya hadis dan maraknya dongeng pada abad ke-1 H membantu penyebaran pemalsuan hadis.
Dalam rangka melawan penyakit ini, para muhaddis Ahlu Sunnah melakukan kritik hadis, memilah hadis shahih dari hadis dha’if dan maudhu’. Mereka juga menulis berbagai kitab tentang hadis-hadis ja’li dan dha’if, baik secara detail atau ringkas.
Diantaranya, Al-Maudhu’at (Ibnu Jauzi), Tadzkirah Al-Maudhu’at (Muqaddasi), Al-Abathil (Jauzqani), Al-Asrar Al-Marfu’ah (Mulla Ali Qari) dan Al-Manar Al-Munif (Ibnu Qayyum). Mausu’ah Al-Ahadits wa Al-Atsar Adh-Dha’ifah wa Al-Marfu’ah mengoleksi hampir 17 ribu hadis dalam 15 jilid.
Meskipun jumlah tulisan tentang hadis-hadis maudhu’ sangat banyak dan menandakan perhatian para muhaddis dan peneliti Ahlu Sunnah terhadap penyakit ini, akan tetapi metode mereka dalam memperkenalkan hadis-hadis maudhu’ tidak ilmiah dan logis.
Menarik untuk dikatakan bahwa definisi dan esensi hadis maudhu’ berbeda dengan hadis dha’if. Yang dimaksud dengan hadis dha’if adalah suatu teks yang sampai ke tangan kita melalui jalur yang tidak shahih dan otomatis tidak memiliki persyaratan keshahihan, meskipun dikuatkan dengan pelampiran beberapa qarinah terhadap kontennya. Adapun hadis maudhu’ adalah sebuah teks ja’li yang dengan dusta disandarkan kepada sosok maksum. Pembuktian keja’lian teks memerlukan argumentasi ilmiah dan dalil-dalil logis.
- Sedikitnya penulisan doa
Berbeda dengan kaum Syiah yang banyak memberikan perhatian kepada doa dan munajat, juga memiliki berbagai tulisan dalam hal ini, koleksi doa Ahlu Sunnah sangat minim. Periode singkat (10 tahun) kehadiran Nabi saw di Madinah dan sedikitnya laporan riwayat-riwayat Nabawi dalam hal ini menjadi penyebab sedikitnya tulisan-tulisan doa. Kebutuhan Ahlu Sunnah dalam bidang ini, dari satu sisi dan kebutuhan fitrah manusia terhadap doa sebagai manifestasi ruh penghambaan manusia, dari sisi lain menyebabkan kecenderungan orang-orang Sunni yang tidak fanatik kepada doa-doa Syiah.
- Variasi penulisan
Para ahli hadis Ahlu Sunnah telah melakukan berbagai cara dan metode yang berbeda dalam penulisan, seperti penulisan musnad, penulisan hadis-hadis shahih, penulisan tashnif, penulisan jami’, penulisan musykilul hadits (hadis-hadis yang dianggap rumit), perbedaan hadis, penyakit-penyakit hadis, penulisan mustadrak, penulisan zawaid dan… (Selesai)
Ringkasan Vizhegiha-ye Hadis-e Ahl-e Sunnat (S.M.K. Taba’tabai)
[1] Hal yang menunjukkan sisi kekurangannya adalah banyaknya riwayat yang disebutkan dalam referensi-referensi hadis lain dengan sebutan shahih; lihat: Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah, Nasiruddin Al-Albani, Jilid 1 – 5.
[2] Lihat: Program Komputer Shahih Bukhari dari koleksi perusahaan Ash-Sukhar Al-‘Alamiyyah.