Keteladanan Para Pejuang Karbala dan Pembentukan Karakter Anak
Euis Daryati, MA- Salah satu metode pendidikan manusia yang telah diajarkan Allah Swt kepada para Nabi adalah keteladanan. Dengan menetapkan sosok-sosok tertentu sebagai teladan, maka manusia dapat belajar dari mereka tentang kehidupan dan menjadi manusia yang lebih baik. Sebagai contoh Allah Swt telah menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai teladan yang menjadi panutan bagi manusia.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS Al-Ahzab:21)
Dengan adanya teladan, akan memudahkan manusia untuk menirunya dalam semua perilakunya agar menjadi manusia baik.
Nah, bagaimana peran teladan dalam pembentukan karakter anak, terkhusus keteladanan para pejuang Karbala? Namun, sebelumnya kita akan melihat terlebih dahulu tentang definisi karakter yang disampaikan oleh para ahli, di antaranya;
Karakter adalah suatu nilai yang terpatri dalam diri seseorang yang didapatkan dari pengalaman, pendidikan, pengorbanan, percobaan, serta pengaruh lingkungan yang kemudian dipadupadankan dengan nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan menjadi nilai intrinsik yang terwujud di dalam sistem daya juang yang kemudian melandai sikap, perilaku, dan pemikiran seseorang. (Soemarno Soedarsono)
Dengan melihat definisi tersebut kita akan melihat bagaimana sich Tragedi Asyura dapat membentuk karakter anak? Berikut ini beberapa contoh pelajaran dari Madrasah Karbala yang berpengaruh dalam pembentukan karakter anak:
Pengenalan Idola & Teladan pada Anak
Salah satu pelajaran penting dari Tragedi Asyura adalah bahwa para pejuang Asyura tidak mengenal usia, gender dan status sosial. Tentunya hal ini kembali kepada kebutuhan fitrah manusia pada semua usia, mulai anak-anak hingga dewasa dalam perjalanan hidupnya senantiasa membutuhkan seorang idola dan teladan. Ali Ashgar, Qasim, Abdullah, Aun, Ruqayyah adalah di antara idola dan teladan dari kalangan anak-anak yang berjuang di Karbala. Inilah di antara hikmahnya kenapa Imam Husain as membawa anak-anak ke Karbala. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap karakter anak adalah adanya teladan yang sesuai dengan anak.
Kenapa? Karena ada kesamaan di antara mereka. Jika anak-anak yang bersama Imam Husain as saja dapat ikut berjuang membela kebenaran, kenapa anak yang lainnya tidak bisa? Tentu, perjuangan yang sesuai dengan tuntutan zamannya dan kondisinya dalam membela kebenaran. Karena adanya kesamaan tersebut maka nilai-nilai yang dilakukan anak-anak di Karbala akan lebih mudah diteladani oleh anak-anak lainnya. “Aku ingin berjuang seperti Ali Ashgar, Qasim, Ruqayyah dan lainnya.” Mari kita lihat keteladanan anak-anak pemberani pejuang Karbala.
Qasim putra Imam Hasan a.s. remaja berusia 13 tahun setelah kesyahidan Ali Akbar, yang meminta ijin kepada pamannya, Imam Husein as untuk berjuang membelanya. Kali ketiga ijinnya baru Imam Husein as mengijinkannya untuk maju ke medan laga. Dengan berani Qasim maju ke medan perang hingga meneguk cawan kesyahidan.
Abdullah adik Qasim berusia 11 tahun saat bersama Imam Husain di Karbala. Ketika pasukan Kufah mengepung Imam Husain a.s., Abdullah maju menghampiri pamannya. Imam Husain as meminta Zainab supaya mencegah Abdullah, namun ia tidak kuasa menghalanginya.
Abdullah berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berpisah dari pamanku”, dengan cepat ia menyampaikan dirinya ke Imam. Abjar bin Ka’ab menyerang Imam Husain a.s. dengan pedangnya, Abdullah berteriak kepadanya,
“Hai, celakalah bagimu, apa kau hendak membunuh pamanku?”
Abjar pun mengayunkan pedang ke arahnya, namun Abdullah menahannya dengan kedua tanggannya sehingga pukulan itu mengenai tangannya dan tangan pun terputus menggantung di kulitnya. Aun adalah putera Zainab hadir di Karbala pada hari Asyura bersama sang ibu. Anak belia ini datang menghadap Imam Husain a.s. dan sang Ibu memintakan izin kepada Imam Husain untuk pergi ke medan tempur. Imam Husain a.s. akhirnya memberikan izin. Aun berteriak memperkenalkan diri,
“Jika kalian tidak mengenalku, ketahuilah bahwa aku adalah putera Abdullah bin Ja’far,
Sang pemilik dua sayap yang melayang-layang di surga.”
Aun langsung menyerang musuh dan berhasil membunuh beberapa orang tentara musuh, namun akhirnya Aun syahid.
Artinya bahwa kapan pun dan di mana pun dengan meneladani anak-anak yang berjuang di Karbala, maka anak-anak lain pun dapat berjuang untuk membela yang benar, membela temannya yang dibully misalnya, melawan temannya yang semena-mena, dan lainnya.
Membentuk Karakter Husainisme ataukah Yazidisme?
Ucapan Imam Husain a.s. yang terkenal saat diminta baiat kepada Yazid beliau menjawab. “Orang sepertiku tidak akan membaiat orang seperti Yazid”, dan tidak mengatakan, “Aku (Husain) tidak akan membaiat Yazid”, menggambarkan bahwa akan selalu muncul orang-orang yang berkarakter seperti Yazid dan berkarakter seperti Imam Husain. Ini mengajarkan kepada anak-anak agar berusaha menjadi anak yang berkarakter Imam Husain a.s. bukan berkarakter Yazid. Kenali karakter Imam Husein as dan teladani! Sebaliknya kenali karakter Yazid dan jauhi!
Mengajarkan Ketangguhan dan Pandai Bersyukur
Memiliki anak yang memiliki kepribadian dan berkarakter tangguh adalah keinginan semua orang tua. Dalam tragedi Asyura juga mengajarkan ketangguhan kepada anak-anak. Dengan melihat ketangguhan Qasim, Abdullah, Aun, Ruqayyah dalam kondisi yang sulit, maka anak-anak akan belajar bagaimana menjadi anak yang tangguh, tidak cengeng dalam menghadapi masalah dan kesulitan. Bagaimana anak-anak dapat belajar mencari solusi dan bersabar saat menghadapi kesulitan. Tidak mudah mengadu dan menangis saat mendapati rintangan. Akan selalu berusaha belajar dan mengambil hikmah dari setiap kesulitan dan masalah. Pada akhirnya anak akan menjadi pribadi yang senantiasa bersyukur atas kondisi apa pun yang menimpanya. “Aku bersyukur masih bisa makan dengan ceplok terus, mungkin ada temanku yang makan pun kesulitan.” “Aku bersyukur dapat uang jajan meskipun sedikit, mungkin masih ada temanku yang tidak punya uang jajan.”
Itulah di antara pelajaran dari Madrasah Asyura yang dapat diterapkan kepada anak-anak hingga mereka memiliki pribadi yang berkarakter baik.