Ketika Nafsu Birahi yang Membabi Buta Menjadi Penyakit Masyarakat

seks dan penyakit masyarakat
seks dan penyakit masyarakat
Imam Al-Ghazali—ridwanullah ta’ala ‘alaihi—menulis dalam kitab monumentalnya Ihya ‘Ulumuddin kisah hikmah berikut: Dua orang pemuda bepergian dari Madinah ke Mekkah. Dan di tengah perjalanan, salah seorang dari mereka berpisah untuk mencari makanan. Sedangkan yang lain membaca Alquran. Tiba-tiba muncul seorang gadis cantik yang rupawan di depannya. Pemuda itu menyangka bahwa ia mau meminta uang dan dia pun siap untuk memberinya. Akan tetapi, pemuda itu melihat bahwa gadis tersebut menginginkan kemaksiatan dan tidak menginginkan harta. Amarahnya pun meledak karena dia membayangkan akibat dari perbuatan maksiat dan perwujudannya. Kemudian pemuda itu meletakkan Alquran di sampingnya dan mulailah dia menangis seperti orang yang kematian anaknya. Wanita itu takut melihat keadaannya dan ia pun pergi.
Selang beberapa saat, temannya kembali. Ketika ia melihat temannya dalam keadaan menangis, ia bertanya tentang apa yang terjadi. Dan ketika mendengar jawabannya, ia pun juga menangis. Pemuda yang pertama bertanya, mengapa kamu juga menangis? Pemuda yang kedua menjawab, aku menangis karena aku membayangkan bahwa bila aku yang menjadi dirimu, pasti aku tidak dapat menguasai diriku dan aku akan bermaksiat.
Ya, dorongan dan desakan naluri seksual begitu hebat dan dahsyat sehingga tidak semua orang kuat menahannya. Orang sekaliber Nabi Yusuf kalau bukan karena melihat “burhan rabbi” (tanda kebesaran dan pengawasan Tuhan pada dirinya) niscaya beliau terjerumus dalam tipu daya dan rayuan licik Zulaikha.
Jerak nafsu dan syahwat merupakan senjata andalan setan untuk menjerumuskan manusia dalam neraka Jahanam. Betapa banyak orang yang tahan terhadap pelbagai godaan tapi ia tidak tahan terhadap godaan yang satu ini, yakni godaan birahi.
Salah satu cara untuk merusak suatu masyarakat dan suatu bangsa adalah dengan melalaikan para pemuda dari tanggungjawab sosial dan agamanya dan menyibukkan mereka hanya pada urusan perut dan puser (baca: kelamin).
Hampir tiap bulan kasus asusila dan pelecehan seksual serta penyebaran video mesum yang ironisnya melibatkan anak-anak muda, dan bahkan anak-anak di bawah umur terjadi di negeri ini dan menghiasi wajah surat kabar dan televisi kita. Apakah ini cara yang memang sengaja dibuat untuk merusak generasi kita?
Semarang dihebohkan oleh penyebaran video mesum yang dilakukan dua siswi SMK dan pemeran video mesum tersebut pelajar SMP pria (13) dan siswi SMK (16). Kasus pelecehan seksual juga menjadi viral di beberapa tempat, dan yang paling heboh adalah pelecehan seksual di National Hospital, Surabaya, Jawa Timur. Pelecehan seksual terhadap wanita dengan cara yang sama juga terjadi di Lamongan dan pelakunya pemuda berusia 20 tahun. Dan kasus yang sama juga terjadi Depok dan di Yogyakarta. Pelaku di tempat terakhir berusia 35 tahun dan menurut pengakuannya ia melakukannya semata karena iseng.
Ini contoh kasus-kasus kejahatan dan asusila yang mendera masyarakat kita dan tentu masih banyak kasus-kasus lain yang tidak mungkin saya ungkap satu-persatu di sini karena tidak sesuai dengan orientasi artikel ini. Dan yang menjadi berita “hot” karena pembahasannya melibatkan elite politik adalah persoalan Lesbian, gay, bisexual, transgender (LGBT).
Solusi Yuridis
Setiap kasus pelecehan seksual di depan publik dan kesengajaan menyebarkan pornogafi di jejaring sosial harus ditindak secara aturan hukum yang berlaku. Di sini hakim perlu memberlakukan hukum secara maksimal (tuntutan hukum yang maksimal)bila memang yang terdakwa sengaja, secara terorganisir dan sistematis dan dampak dari tindak asusila yang dilakukannya besar sekali. Dan pemerintah harus mengawasi sejauh mana keseriusan aparat penegak hukum dalam menjerat terdakwa pelaku kejahatan seksual dan penyebar pornografi.
Para pakar hukum harus duduk dan secara serius menganalisa kembali hukum-hukum yang ada terkait dengan masalah ini: mana titik lemah dan mana titik kuatnya. Tentu titik lemah secara yuridis harus diperkuat dengan misalnya, menambahkan aturan/undang-undang yang baru bila diperlukan.
Solusi Edukatif
Sekolah dan pelbagai lembaga pendidikan harus memberikan pembekalan pendidikan seksual yang efektif dan aplikatif kepada peserta didik, sehingga anak-anak mendapatkan edukasi seksual yang tepat pada waktunya dan mereka mendapatkan informasi yang tepat tentang bahaya penyakit-penyakit kelamin dan dampak buruk hubungan pra-nikah.
Kesimpulan dan Saran
Saya melihat pelbagai penyimpangan seksual dan pelbagai kejahatan di atas sebagai penyakit masyarakat (sosial) yang harus dicarikan solusi komprehensif dan holistiknya dengan pelbagai pendekatan. Kejahatan seksual dan penyimpangan seksual di hadapan publik tidak boleh dipandang sebelah mata dan dianggap sepele karena ia berpotensi menghancurkan sumber daya generasi muda kita. Generasi muda kita tidak hanya bisa rusak karena narkoba tapi mereka juga bisa rusak dan kehilangan masa depannya yang cerah karena penyimpangan seksual dan kejahatan seksual.
Di samping itu, sinetron dan film yang ditayangkan di televisi harus ditingkatkan mutunya dan mengutamakan pendidikan akhlak/moral dan mengangkat tema-tema yang memberikan manfaat dalam perbaikan individual dan sosial serta menginspirasi generasi muda untuk semakin kreatif, mandiri dan menjadi insan yang bermartabat.
Pelbagai acara dan program televisi hendaklah berupaya membangun karakter positif pemirsa dengan mengedepankan tontonan yang edukatif yang mengarah pada pendidikan rasional, tarbiah intuitif yang menimbulkan kepekaan sosial serta berorientasi spiritual, bukan hanya orientasi material.
Singkatnya, tontonan televisi harus bisa dijadikan tuntunan oleh para penonton. Barangkali di sini perlu ditambah durasi materi pendidikan di televisi-televisi kita, sehingga masyarakat bisa mendapatkan pendidikan melalui media televisi.
Syekh Muh. Ghazali
Pengamat Sosial-Keagamaan