Penulisan dan Pembukuan Hadis Ahlu Sunnah (2 dari 2)
Perjalanan Pembukuan Hadis Ahlu Sunnah
Perjalanan pembukuan hadis Ahlu Sunnah melewati beberapa periode penting berikut ini:
a) Periode Tashnif Pertama
Pada periode ini, para muhaddis mencatat hadis dan non-hadis (pendapat para sahabat dan tabi’in) dalam kitab-kitab mereka. Dalam periode ini tidak terdapat sensitifitas serius terhadap riwayat-riwayat sahih atau saqim, mursal atau musnad. Banyak tokoh hadis terkenal pada abad ke-II, seperti Ibnu Juraij, Sa’id bin Abi ‘Urubah, Hammad bin Salamah, Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri dan Malik bin Anas,[1] memiliki tashnif hadis, meskipun tidak ada karya yang tersisa selain kitab Muwaththa’ Malik bin Anas.[2]
b) Periode Pembukuan Musnad
Musnad adalah kitab yang memuat hadis-hadis berdasarkan urutan nama-nama para perawinya (sahabat). Pembukuan musnad dimulai pada dekade terakhir abad ke-II dan berlanjut secara meluas[3] pada abad ke-III dan setelahnya.
Keistimewaan musnad adalah terpisahnya hadis Nabi saw dari ucapan-ucapan para sahabat dan tabi’in serta adanya penjelasan dari fuqaha tentangnya.[4] Karena tujuan penulis musnad adalah mengumpulkan seluruh riwayat sahabat, wajar bila segala jenis riwayat sahih, dha’if dan bahkan ja’li terkumpul menjadi satu.[5] Oleh karena itu, dari sisi validitas, musnad berada di peringkat ketiga sumber hadis setelah shihah dan sunan.[6] Hanya Musnad Ahmad bin Hanbal dianggap sejajar dengan sunan.[7]
c) Pembukuan Shihah dan Sunan
Keterbatasan-keterbatasan musnad melahirkan metode lain dalam pembukuan hadis pada abad ke-III. Dalam metode ini, riwayat-riwayat yang sahih diklasifikasikan dalam bentuk bab-bab tematis.[8]
Pembukuan kitab-kitab dengan metode lain bernama sunan mulai menjadi perhatian para muhaddis. Sunan adalah kitab yang biasanya mencakup hadis-hadis ahkam (hukum-hukum fikih) dan dibukukan berdasarkan bab-bab fikih.[9] Riwayat-riwayat di dalamnya berbentuk musnad dan non-mauquf, karena mauquf hanya disandarkan kepada para sahabat. Oleh karena itu, tidak dapat disebut sebagai sunan Nabi saw.
Di era mutaqaddim, pembukuan sunan adalah sebuah hal yang populer. Shahihain dan Sunan Arba’ah (dengan sedikit toleransi) disebut Shihah Sittah. Kitab-kitab ini dibukukan pada abad ke-III. Oleh karena itu, abad ini disebut abad keemasan pembukuan hadis.[10]
d) Kelanjutan Pembukuan Pasca Shihah Sittah
Para muhaddis pada abad ke-IV dan ke-V mulai membukukan hadis-hadis yang jarang diperhatikan oleh para muhaddis sebelumnya dalam bentuk ta’lif baru. Para muhaddis ternama pada dua abad tersebut antara lain:
- Ibnu Hibban (wafat 354), penulis Al-Musnad Ash-Shahih atau Al-Anwa’ wa At-Taqasim;
- Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad Thabrani (wafat 360), penulis 3 Mu’jam;
- Darquthni, penulis Ilzamat (mustadrak Shahihain);
- Hakim Neisyaburi (wafat 405), penulis kitab-kitab Al-‘Ilal, Al-Amali, Fawaid Asy-Syuyukh, Amali Al-‘Asyiyyat, Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadis dan Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain;
- Baihaqi (wafat 458), penulis kitab As-Sunan Al-Kubra dan As-Sunan Ash-Shughra.[11]
Hakim Neisyaburi menyusun kitab Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain sebagai pelengkap Shahih Bukhari dan Shahih Muslim berdasarkan standar-standar keduanya. Abad ke-V merupakan akhir periode pembukuan hadis Ahlu Sunnah era mutaqaddim.
e) Pembukuan Jawami’ Hadis Era Mutaakhkhir
Yang dimaksud dengan jawami’ adalah kitab-kitab yang dibukukan dengan memanfaatkan kitab-kitab asli hadis, seperti Shihah Sittah, Muwaththa’ Malik, Musnad Ahmad bin Hanbal. Kitab-kitab ini dibagi dalam beberapa kategori:
- Kitab-kitab yang hanya mengumpulkan riwayat-riwayat Shahihain saja
Nama-nama berikut telah melakukan metode tersebut:
- Jauzqi Neisyaburi (wafat 388),
- Abu Mas’ud Ibrahim bin Ubaid Demesyqi (wafat 401),
- Ibnu Furat Sarkhesi Neisyaburi (wafat 414),
- Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Barqani (wafat 425),
- Muhammad bin Nasr atau Abi Nasr Futuh Humaidi (wafat 488),
- Husain bin Mas’ud Baghawi (wafat 516),
- Muhammad bin Abdul Haq Ashbili (wafat 581),
- Ahmad bin Muhammad Qurthubi, dikenal dengan Abnu Abil Hujjah (wafat 642) dan Shaghani (wafat 650).
Mereka yang melakukannya pada masa kontemporer adalah:
- Muhammad Habibullah Asy-Syanqithi (wafat 1363) dalam kitab Zad Al-Muslim Fimaa Ittafaqo ‘Alaihi Al-Bukhari wa Muslim
- Muhammad Fuad Abdul Baqi (wafat 1388) dalam kitab Al-Lu’lu’ wa Al-Marjan Fimaa Ittafaqo ‘Alaihi Asy-Syaikhain.[12]
- Kitab-kitab yang mengumpulkan riwayat-riwayat Shihah, Sunan dan Musnad penting
Diantara kitab-kitab tersebut adalah:
- Baghawi, penulis Mashabih As-Sunnah mengumpulkan riwayat-riwayat Shihah Sittah dan Muwaththa’ Malik bin Anas.[13]
- Ahmad bin Razin bin Muawiyah, penulis At-Tajrid li Ash-Shihah wa As-Sunan hanya mengumpulkan riwayat-riwayat shahih dari 6 kitab dengan perbedaan bahwa ia menggantikan Sunan Ibnu Majah dengan Muwaththa’ Malik bin Anas.[14]
- Ibnu Atsir Jazri (wafat 606), penulis Jami’ Al-Ushul min Ahadits Ar-Rasul.
- Abul Faraj Abdurrahman bin Ali Jauzi, dikenal dengan Ibnu Jauzi (wafat 597), penulis Jami’ Al-Masanid wa Al-Alqab mengumpulkan riwayat-riwayat Shahihain, Musnad Ahmad bin Hanbal dan Jami’ Tirmidzi dengan urutan musnad-musnadnya. Setelah itu, Muhibbuddin Thabari (wafat 694) memberikan urutan dan tadwin baru.[15]
- Ismail bin Umar bin Katsir, dikenal dengan Ibnu Katsir Demesyqi (wafat 774), penulis Jami’ Al-Masanid wa As-Sunan Al-Hadi li Aqwam As-Sunan mengumpulkan riwayat-riwayat Kutub Sittah, Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Abu Bakar Bazzaz, Musnad Abu Ya’la dan Al-Mu’jam Al-Kabir Thabrabi dengan metode musnad-musnad. Kitab ini mengandung sekitar 100 ribu hadis dan mencakup riwayat-riwayat sahih, hasan dan dha’if.[16]
- Abdurrahman bin Abi Bakr Jalaluddin Suyuti, penulis Jam’ Al-Jawami’ atau Jami’ Kabir.
Muttaqi Hindi, penulis Kanz Al-‘Ummal fi Sunan Al-Aqwal wa Al-Af’al menggunakan metode Suyuti tersebut dengan perbedaan bahwa riwayat-riwayatnya disusun berdasarkan huruf alfabet (Arab) dan bertopik fikih. Muttaqi Hindi menyusun hadis-hadis Al-Jami’ Ash-Shaghir dengan metode di atas dan menamakan dengan Manhaj Al-‘Ummal fi Sunan Al-Aqwal.[17]
- Syeikh Mansur Ali Nashif (kontemporer), penulis At-Taj Al-Jami’ li Al-Ushul fi Ahadits Ar-Rasul mengumpulkan riwayat-riwayat 5 kitab (Kutub Sittah selain Sunan Ibnu Majah).[18]
- Basysyar ‘Awwad Iraqi dan kawan-kawan mengumpulkan 17.802 hadis dari 1.237 sahabat.[19]
- Kitab-kitab yang hanya mengumpulkan riwayat-riwayat fikih
Berbagai kitab dibukukan, antara lain:
- As-Sunan Al-Kubra dan As-Sunan Ash-Shughra, karya Ahmad bin Husain Baihaqi (wafat 458);
- Al-Ahkam Ash-Shughra karya Abu Muhammad Abdul Haq Isybili (wafat 582);
- ‘Umdah Al-Ahkam karya Hafidh Abdul Ghani bin Abdul Wahid Muqaddasi (wafat 600);
- Muntaqa Al-Akhbar fi Al-Ahkam karya Abdus Salam bin Abdullah Harrani, dikenal dengan Ibnu Taimiyyah (wafat 652);
- At-Targhib wa At-Tarhib karya Abdul Adhim bin Abdul Qawi (wafat 656);
- Al-Ilmam fi Ahadits Al-Ahkam karya Ibnu Daqiq Al-‘Aid (wafat 702);
- Taqrib Al-Asanid wa Tartib Al-Masanid karya Zainuddin Abul Fadl Abdurrahim bin Husain Iraqi (wafat 806);
- Bulugh Al-Maram min Ahadits Al-Ahkam karya Ibnu Hajar ‘Asqalani.[20]
Selain yang disebutkan di atas, pada periode mutaakhkhir, juga dibukukan kitab-kitab hadis lainnya dengan berbagai kekhususan yang berbeda dengan sebelum, seperti kitab-kitab Zawaid, Mustakhrajat Ajza’, Athraf Hadis, Takhrij, Ma’ajim tematis dan perkata, kritik dan tashih sumber-sumber sebelumnya, telaah hadis dari sisi kebenaran sanad dan teksnya, hadis maj’ul atau maudhu’ dan lain-lain.[21]
Tradisi ini berlanjut hingga sekarang. Telaah-telaah hadis untuk pembukuan karya-karya baru dengan memperhatikan pertanyaan-pertanyaan dan kebutuhan-kebutuhan ilmiah juga tetap berjalan.
Sumber: wiki.ahlolbait.com
[1] Tarikh Al-Khulafa’, Abdurrahman bin Abi Bakr Suyuti, 1370 HS, Halaman 261.
[2] Adhwa’ ‘Ala As-Sunnah Al-Muhammadiyyah atau Difa’ ‘An Al-Hadis, Abu Rayyah, Halaman 265; Juga lihat: Al-Muwaththa’.
[3] Ar-Risalah Al-Mustahrifah: Maktabah Al-Kulliyyat Al-Azhariyyah, Muhammad bin Ja’far Kattani, Halaman 52 – 64; Mosnad Nevisi dar Tarikh-e Hadis (Penulisan Musnad dalam Sejarah Hadis), Kadhim Thaba’thabai, Halaman 97 – 161.
[4] Adhwa’ ‘Ala As-Sunnah Al-Muhammadiyyah, Halaman 267.
[5] Ibid, Halaman 268; Mosnad Nevisi dar Tarikh-e Hadis, Halaman 88.
[6] ‘Ulum Al-Hadits Wa Mushthalahuhu, ‘Ardh Wa Dirasah, Shubhi Shaleh, Halaman 298.
[7] Ibid, Halaman 297.
[8] Lihat: Shahih; Shihah Sittah, Bukhari, Abu Abdillah Muhammad; Muslim bin Hajjaj Neisyaburi.
[9] Ar-Risalah Al-Mustahrifah, Halaman 25; Manhaj An-Naqd Fi ‘Ulum Al-Hadits, Nuruddin ‘Itr, Halaman 199; Mosnad Nevisi dar Tarikh-e Hadis, Halaman 45.
[10] Al-Imam Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Nisyaburi: Hayatuhu wa Shahihuhu, Kairo 1405/1985, Mahmud Fakhuri, Halaman 25.
[11] Lihat: Tarikh-e Omumi-ye Hadis, Majid Ma’arif, Halaman 159, 162; Al-Hadits Wa Al-Muhadditsun atau ‘Inayah Al-Ummah Al-Islamiyyah Bi As-Sunnah An-Nabawiyyah, Abu Zahu, Halaman 407 – 409, 421 – 428.
[12] Al-Hadits Wa Al-Muhadditsun atau ‘Inayah Al-Ummah Al-Islamiyyah Bi As-Sunnah An-Nabawiyyah, Halaman 430 – 433, 446 – 447; Tarikh-e Omumi-ye Hadis, Halaman 167.
[13] Al-Hadits Wa Al-Muhadditsun atau ‘Inayah Al-Ummah Al-Islamiyyah Bi As-Sunnah An-Nabawiyyah, Halaman 431.
[14] Ar-Risalah Al-Mustahrifah, Halaman 142.
[15] Al-Hadits Wa Al-Muhadditsun atau ‘Inayah Al-Ummah Al-Islamiyyah Bi As-Sunnah An-Nabawiyyah, Halaman 431; Ar-Risalah Al-Mustahrifah, Halaman 132.
[16] Ar-Risalah Al-Mustahrifah, Halaman 131 – 132; Ma’arif, Halaman 169.
[17] Al-Hadits Wa Al-Muhadditsun atau ‘Inayah Al-Ummah Al-Islamiyyah Bi As-Sunnah An-Nabawiyyah, Halaman 446.
[18] Tarikh-e Hadis, Kadhim Mudir Syaneh Chi, Tehran 1377 HS, Halaman 47.
[19] Mosnad Nevisi dar Tarikh-e Hadis, Halaman 454 – 467.
[20] Al-Hadits Wa Al-Muhadditsun atau ‘Inayah Al-Ummah Al-Islamiyyah Bi As-Sunnah An-Nabawiyyah, Halaman 432 – 433, 446 – 447.
[21] Lihat: Tarikh-e Omumi-ye Hadis, Halaman 174 – 184.