Rahimpur Azghadi: Redefenisi Hukum Perempuan dalam Islam (2)
Ketika disebutkan kesaman hak dalam aktifitas ekonomi, tentu identitas sebagai muslim dan muslimah harus diperhatikan. Walaupun punya hak bekerja, perempuan tidak punya tanggung jawab untuk menghidupi dirinya, apalagi suami dan anak-anak. Perempuan tidak berkewajiban bahkan untuk melakukan apa saja demi kebutuhan suami dan anak-anak. Hal ini merupakan ketetapan hukum, namun menjadi lain ceritanya ketika dilakukan sebagai bentuk kebaikan dan akhlak yang mulia.
Identitas sebagai perempuan juga tidak boleh dinegasikan ketika memilih jenis pekerjaan. Pilihan itu juga jangan sampai mengabaikan kewajiban di keluarganya, apalagi menyebabkan kehancuran rumah tangga. Prinsip penting dalam Islam adalah pemenuhan kewajiban dan hak serta memperhatikan nilai-nilai kemuliaan akhlak.
Perbedaan kesaksian perempuan dan laki-laki di pengadilan
Al-Quran ayat 282 surah al-Baqarah menyatakan perbedaan kesaksian laki-laki dan perempuan:
وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Mengapa kesaksian perempuan di pengadilan harus dua orang sebagai ganti dari satu laki-laki? Umumnya laki-lakilah yang memegang kekuasaan dan keuangan, sehingga dengan mudah mengancam perempuan untuk memberi kesaksian palsu. Atau melakukan pendekatan melalui sentuhan perasaan. Karenanya kesaksian perempuan tidak cukup satu orang, diperlukan saksi kedua. Apakah menurut anda satu dibanding dua orang persentasi kemungkinannya sama untuk dipaksa? Perempuan lebih mudah untuk disentuh perasaannya dan bisa diancam keluar dari rumah, dan seterusnya. Hal ini lebih sulit dilakukan terhadap dua orang perempuan. Paling tidak, demikianlah filosofi perbedaan hukum tersebut di atas.
Alasan lainnya adalah perbedaan respon atas sebuah fenomena yang dilihat. Perbedaan ini berdasarkan penelitian. Ketika menyaksikan peristiwa penyiksaan atau kekerasan, perempuan langsung menutup kedua matanya, berbeda dengan laki-laki. Perbedaan ini karena perempuan diciptakan untuk hal-hal yang membutuhkan reaksi itu ketika menjalankan peran sebagai ibu dan istri. Jika perempuan disuruh masuk dalam ruangan dan keluar lagi untuk mendeskripsikan kondisinya. Perempuan akan menceritakan; warna temboknya yang tidak sesuai, ada pigura yang tidak pas posisinya, dan seterusnya. Laki-laki tentu akan menceritakan sesuatu yang lain. Bahkan kalau ditanya warna temboknya, dia akan jawab tidak tahu. Banyak suami tidak tahu ketika istrinya mengubah dekorasi di rumahnya. Saya ceritakan sebuah anekdot di masyrakat kami tentang seorang perempuan yang membatalkan tindakan bunuh diri. Ketika ditanya kenapa? Jawabnya karena warna pisau yang ada di tangannya berbeda dengan baju yang dipakai. Cara bunuh diri antara keduanya pasti berbeda. Dalam hal menyertir, beberapa mobil yang berhasil diparkir dengan baik oleh perempuan ?
Contoh lain, kalau ada 10 orang dibunuh di hadapan seorang laki-laki, dia akan bereaksi biasa-biasa saja. Berbeda jika perempuan yang melihatnya, pasti ia menangis dan memikirkan bagaimana nasib anak-anaknya. Andaikan 50 bayi diserahkan kepada beberapa orang perempun dan 50 bayi lain diserahkan kepada beberapa orang laki-laki. Perhatikan apa yang terjadi setelah sebulan berikutnya? Mungkin dari laki-laki banyak yang mati atau penyakitan, bahkan bunuh diri.
Kondisi demikian ini bagus dan memang begitulah seharusnya. Tapi untuk keperluan pengadilan tidak benar, sebagaimana halnya untuk keperluan di medan perang. Kondisi tersebut di atas diperlukan pada tempatya, yaitu rumah. Artinya, perempuan punya kelebihan dalam beberapa hal dan laki-laki sebaliknya. Mengapa Tuhan menciptakan kita begitu? Karena memang ada tugas yang berbeda. Walaupun beberapa diantaranya ada yang bisa dilakukan oleh keduanya, namun tetap beda kualitasnya.
Perbedaan batasan kewajiban hijab
Filosofi hijab adalah karena berbedanya fisik dan psikis antara perempuan dan laki-laki. Kalau kita tanyakan kepada orang di seluruh dunia, manakah yang lebih disukai antara perempuan berhijab atau tidak? Banyak yang menjawab lebih suka perempuan yang tidak berhijab. Memang ada kesulitan ketika mengenakan hijab dan banyak orang yang tidak mau menanggungnya. Apalagi laki-laki, mereka lebih suka jika perempuan tidak berhijab. Hijab dalam Islam merupakan batasan bagi laki-laki, bukan perempuan. Demi mengatur laki-laki maka diwajibkan hijab bagi perempuan. Sehingga laki-laki tidak bisa melihat siapa saja kecuali dengan sebuah kewajiban. Kalau tidak ada kewajiban hijab, laki-lakilah yang diuntungkan dan justru merugikan perempuan. Laki-laki bisa mendapatkan apa yang diinginkan tanpa kewajiban.