Sayidah Fatimah Ma’shumah, Asy’ariyun dan Kebangkitan Spiritual Islam di Qom
Sayidah Fatimah Ma’shumah, Asy’ariyun dan Kebangkitan Spiritual Islam di Qom
Asy’ariyun adalah kaum dari bangsa Arab Yaman yang menetap di Kufah. Dari klan yang bernasab pada Nabt bin Udad bin Zaid bin Yasyjub bin ‘Arib bin Zaid bin Kahlan, yang dikenal dengan Asy’ar inilah sejumlah sahabat Nabi saw, ulama dan ahli hadis Syiah abad II dan III, berasal. Mereka masuk Islam sebelum Fathu Makkah. Kemudian menjadi pembela Ahlulbait Nabi saw dan bergabung dalam perang Shiffin serta kebangkitan Mukhtar.
Datuk mereka, Malik bin ‘Amir Asy’ari, adalah orang pertama dari Asy’ariyun yang datang dan menyatakan Islam kepada Rasulullah saw. Lalu pulang kepada kaumnya, dan beberapa tahun kemudian ia datang lagi bersama yang lain dari mereka kepada Rasulullah. Dari suku ini, selain Abu Musa Asy’ari seorang sahabat besar Nabi saw, ialah Abu ‘Amir Asy’ari yang syahid dalam perang Shiffin. Putranya yang bernama Harits Ay’ari adalah seorang perawi hadis Nabi saw.
Atas penindasan Hajjaj bin Yusuf, Asy’ariyun kemudian hijrah dari Kufah ke Qom. Mereka menetap di Qom, membangunnya dan menjadikannya pusat penyebaran tasyayu’ di Iran. Alasan mereka memilih Qom ialah penaklukkan wilayah ini oleh datuk mereka, Malik bin ‘Amir. Mereka telah menjadikan Qom sebagai daerah tempat tinggal mereka dan membebaskannya dari otoritas Isfahan.
Mihrab Sayidah Fatimah
“Qom kota ilmu. Kota jihad dan bashirat (perjuangan dan kesadaran).” Demikian yang disampaikan oleh Grand Ayatollah Khamenei kepada warga Qom delapan tahun yang lalu. Maksud beliau bahwa klan Asy’ariyun yang datang dan menjadikan kota ini sebagai tempat tinggal mereka, adalah untuk menyebarkan ma’arif Ahlulbait. Di sinilah perjuangan kultural dimulai.
Sebelum datang ke Qom mereka telah berjihad di medan perang di pihak Zaid bin Ali bin al-Husain. Hajaj bin Yusuf geram terhadap mereka, sehingga mereka terpaksa datang ke kota ini. Dengan perjuangan, kesadaran dan keilmuan mereka Qom menjadi kota ilmu. Hal inilah yang menjadi alasan minat Sayidah Fatimah Ma’shumah untuk datang ke Qom. Kedatangannya disambut oleh para pembesar Asy’ariyun. Hingga setelah beliau wafat, pusaranya bersinar di kota ini.
Sayidah Fatimah Ma’shumah putri Imam Musa Kazhim, lahir pada awal bulan Dzulqa’dah 371 H. Ia saudari kandung Imam Ali Ridha, seayah dan seibu dengannya. Ibunya, Ummu Walad yang dipanggil dengan nama kuniyahnya, Ummul Banin. Ketika ayahnya ditahan dalam penjara atas perintah Rasyid, Imam Ridha lah yang mengasuh Fatimah Ma’shumah dan keluarga Alawiyin yang dalam tanggung jawab ayahnya.
Menurut keterangan riwayat-riwayat, ia mirip dengan mendiang Sayidah Fatimah Zahra as. Ia dikenal sebagai ahli hadis, ibadah dan kemurahan Ahlulbait as. Mihrab tempat shalatnya ada sampai kini di Dar Musa bin Khazraj, Qom, dan dikunjungi. Ialah di Masjid ‘Amir yang sudah direnovasi bangunannya.
Kebangkitan di Qom yang Dipimpin Imam Khomeini
Penduduk Qom yang mewujudkan gerakan besar kultural saat itu, membentuk pusat ma’arif Ahlulbait dan menyalurkan banyak ulama, ahli hadis, tafsir dan hukum Islam ke dunia Islam bagian timur dan barat. Dari Qom lah ilmu bergerak sampai ke ujung Khurasan (Iran), Irak dan Suriah. Inilah bashirat yang dimiliki penduduk Qom masa itu. Jadi, kelahiran Qom berdasarkan perjuangan dan kesadaran.
Ayatollah Khamenei dalam ceramahnya itu menyampaikan bahwa di masa kini pun sama, Qom adalah sebaik-baik pusat ilmu pengetahuan Islam. Berkat perjuangan dan kesadaran serta kesiapan ulama besar, mataair ilmu di kota ini mengalir yang diambil manfaatnya oleh timur dan barat dunia Islam.
Beliau menyebutkan dua poin penting yang di dalamnya warga Qom memainkan peran mereka yang efektif dan bersejarah:
Pertama, (peristiwa) dua hari setelah Asyura pada 15 Khordad tahun 1342 (5 juli 1963). Pada peringatan hari Asyura warga Qom berkumpul di Madrasah Faidhiyah menyimak seruan Imam Khomeini yang membangkitkan jiwa mereka. Dua hari kemudian, mendengar kabar bahwa Imam ditangkap (oleh pihak Pahlevi), mereka berkumpul, membentuk gerakan besar yang menjadikan kebangkitan ruhaniah dipimpin oleh Imam tak terbendung, menembus keluar.
Kedua, pada tahun 1346 (1968), mereka memahami konspirasi musuh dalam menjatuhkan Imam. Mereka mengerti bahwa masalahnya tak sekedar itu. Di kota Qom terjadi demonstrasi warga melawan konspirasi itu, hingga menumpahkan darah para pemuda Qom, yang hal ini mengukuhkan kebenaran ucapan mereka.
Referensi:
wikishia.net/index.php/خاندان_اشعريون
http://almaaref.org
http://farsi.khamenei.ir/speech-content?id=10302