Sayyid Murtadha: Figur Ilmu dan Kemuliaan (1)
Sayyid Murtadha: Figur Ilmu dan Kemuliaan (1)
Oleh: Dr. Ammar Fauzi Heryadi
Abad keempat hijriah merupakan bagian awal dari era keemasan peradaban Islam. Banyak sentra pengembangan ilmu pengetahuan di berbagai negeri Islam, mulai dari Mesir, Damaskus hingga Cordoba di Spanyol. Namun denyut utama yang mengalirkan darah kemajuan Islam, di antaranya, ialah kota Baghdad. Dari sana banyak lahir nama-nama besar yang hingga kini berpengaruh melalui karya-karya mereka. Salah satunya ialah Sayyid Murtadha.
Sayyid Murtadha lahir pada tahun 355 dan wafat pada tahun 436. Allamah Al-Hilli mengenangnya dengan penuh hormat sebagai guru salah satu mazbah besar Islam, Syiah Imamiyah. Ia seorang manusia multidimensi, dikenal sebagai sastrawan sekaligus mujtahid yang pandangan-pandangan dan fatwa-fatwa fiqihnya menjadi referensi kalangan fuqaha. Satu karya terkenalnya dalam bidang fiqih ialah Al-Intishar, dan karya lainnya berjudul Kitab Jam’ Al-‘Ilm wa Al-‘Amal. Bersama saudaranya yang bernama Sayyid Radhi, penyusun Nahj AL-Balaghah, ia belajar kepada Syeikh Mufid.
Sayyid Murtadha bernama lengkap Ali bin Husain bin Musa yang terkenal. Nama kehormatannya ialah Abul Qasim. Di kalangan Ahli Sunnah dan Syiah, ia lebih populer dengan nama Sayyid Murtadha Alam Al-Huda. Alam Al-Huda adalah gelarnya yang berarti panji hidayah. Seperti yang tampak dalam nama-nama silsilah keturunannya, ia adalah cucu keluarga besar Abu Thalib.
Pada tahun 355, Ia lahir di sebuah keluarga mulia keturunan Nabi SAW di Baghdad, dimana nasabnya bersambung kepada Nabi SAW baik dari jalur ayah ataupun dari jalur ibu. Dalam silsilahnya disebutkan: Ali bin Husein Thahir bin Musa bin Muhammad bin Musa bin Ibrahim bin Musa bin Imam Jafar Sodiq a.s. Jadi, silsilah nasabnya bersambung ke Imam Musa bin Ja’far dengan perantara lima orang. Nama kehormatan Sayyid Murtadha ialah Alam Al-Huda, dan nama gelarnya adalah Dhu Al-Tsamanin, Dzu Al-Majdain, dan Syarif Sayyid Murtadha.
Posisi Sayyid Murtadha begitu tinggi dalam keilmuan dan ketokohan bidang fiqih. Pada masanya, sedikit sekali ulama yang mencapai derajat tersebut. Setelah sang guru, Syaikh Mufid, wafat tahun 413 Hijriyah, Sayyid Murtadha berperan aktif sebagai ulama yang disegani di bidang fiqih dan teologi. Ia menjadi mujtahid rujukan mazhab Syiah Imamiyah pada masa itu.
Kiprah dan Peran
Sayyid Murtadha Alam Al-Huda merupakan salah satu ulama terkemuka di kalangan para fuqoha Syiah Imamiyah. Ia penghimpun ilmu-ilmu rasional dan ilmu-ilmu tradisional pada masanya. Ia tampak unggul di puncak ketinggian sastra bahasa dan ilmu teologi serta tafsir. Pada bidang-bidang ilmu itulah ia melampaui ulama-ulama sejawatnya. Sedemikian mendalam dan luas pengetahuannya dan pengalamannya dalam ilmu-ilmu keislaman sehingga para ulama menamainya sebagai Muruj Al-Dzahab dan Pembaharu Mazhab.
Selama 30 tahun, Sayyid Murtadha juga berperan sebagai pengelola urusan haji dan dua tanah suci: Mekah dan Madinah. Ia juga aktif sebagai pemuka para keturunan Nabi SAW. Dalam masyarakat, ia berperan sebagai hakim agung dan rujukan masyarakat dalam menuntaskan perkara-perkara serta keluhan-keluhan mereka. Berkenaan dengan kepribadiannya, Allamah Al-Hilli mengatakan, “Alam Al-Huda adalah pilar mazhab Syiah Imamiyah, guru agung kaum Muslim Syiah. Karya-karyanya sampai saat ini, yaitu tahun 693 Hijriyah, masih saja menjadi referensi mazhab besar ini.”
Syekh Izzuddin Ahmad bin Muqbil mengatakan, “Jika seseorang bersumpah memberikan kesaksian bahwa Alam Al-Huda adalah orang Arab yang paling tahu ilmu-ilmu Arab daripada orang Arab sendiri, maka sumpah dan kesaktiannya ini bukanlah dusta.”
Dalam Pandangan Ahli Sunnah
Ketokohan Sayyid Murtadha Alam Al-Huda bukan lagi rahasia di kalangan para sarjana-sarjana Ahli Sunnah. Ia menjadi buah bibir dan panutan banyak komunitas dan kalangan. Bahkan berkat Sekian banyak karya dan prestasinya sosoknya menjadi daya pikat minat dan pemikiran mereka. Salah seorang ahli sejarah Ahli Sunnah mengatakan, “Keutamaannya banyak sekali, dimana jumlah karya dalam bidang agama dan hukum agama merupakan bukti konkret yang menegaskan identitasnya sebagai bagian dari pohon penuh berkah yang lahir dari keluarga mulia.”
Ibnu Atsir dalam Kamil Al-Tawarikh, Yafi’i dalam Mi’rat Al-Jinan, Suyuti dalam Al-Tabaqat, Hatim Baghdadi dalam dalam Tarikh Baghdad dan Ibnu Katsir serta sejarawan lainnya menyambut Sayyid Murtadha dengan ungkapan-ungkapan yang megah. Mereka semua kagum akan keilmuan dan keutamaannya. Salah satu guru besar sastra bahasa Mesir mengatakan, “Dari buku Al-Gurar wa Al-Durar karya Sayyid Murtadha, saya memperoleh sejumlah pengetahuan yang tidak saya temukan dalam buku-buku lain dari para ahli Nahwu.”
Akademi Pendidikan
Akademi pendidikan Sayyid Murtadha tampak begitu meriah dan kaya khazanah. Pusat pengajaran ini menghimpun berbagai banyak bidang studi keilmuan. Setiap siswa di sana mendapatkan beasiswa. Ini dialami oleh seperti Syaikh Al-Thusi selama berada di akademi pendidikan, dimana ia setiap bulannya menerima 12 keping emas Dinar Ashrafi, belum lagi hakim agung Ibn Al-Barraj yang juga menerima 8 Dinar, demikian pula siswa-siswa lainnya sesuai dengan tingkat pendidikan mereka di akademi.

makam-sayid-murtadha-di-kazhamain
Yahudi Masuk Islam berkat Kesantunan
Ketika Baghdad dilanda paceklik yang berkepanjangan, ada seorang Yahudi yang ingin bertahan hidup dengan belajar ilmu Nahwu pada Sayyid Murtadha. Setelah meminta dan mendapatkan izin, ia mengikuti pelajaran Sayyid Murtadha dan, sesuai dengan perintah Sayyid Murtadha, Ia menerima beasiswa harian sehingga dapat mencukupi kebutuhan pokok hidupnya. Merasakan langsung begitu baik dan santun perlakuan Sayyid Murtadha, orang Yahudi itu pun memutuskan masuk Islam.