Sebuah Pintu Ijabah dan Adab Doa
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ
Allâhumma innî as`aluka
Bulan Rajab 1440 H sebentar lagi akan meninggalkan kita. Bulan ketujuh Qamariyah, salah satu dari tiga bulan haram (suci). Semoga kita akan berjumpa lagi dengan bulan mulia ini yang memiliki sejumlah keutamaan, di antaranya yang diterangkan dalam riwayat-riwayat Ahlulbait Nabi saw ialah sebagai berikut:
1-Rajab artinya nama sebuah sungai di surga, yang manisnya lebih manis dari madu dan putihnya lebih putih dari susu. Sungai surga akan diminum oleh siapa yang berpuasa di bulan Rajab sebagai pahalanya. Selain itu, puasa Rajab mengundang keridhaan Allah dan menjauhkan dari murka-Nya serta akan menutup satu pintu neraka.
2-Disebut dengan “Rajab Ashab” artinya bahwa di bulan ini Allah melimpahkan rahmat-Nya bagi umat manusia. Sebagaimana diungkapkan dalam sebuah doa bulan Rajab, yang dianjurkan membacanya tiap sesudah shalat fardhu: “Wahai Yang memberi orang yang memohon kepada-Nya, juga orang yang tak memohon kepada-Nya dan tidak mengenal-Nya, karena kasih sayang Allah terhadap dia..”
3-Nabi saw bersabda: “Rajab bagi umatku adalah bulan istighfar.” Karena itu dianjurkan memperbanyak istighfar.
Di dalam dan di luar bulan ini, setiap pekan dalam semua bulan memiliki hari yang terbaik. Yaitu, hari jumat yang di dalam Islam adalah sebaik-baik hari dan malamnya adalah sebaik-baik malam. Oleh karena itu, Ahlulbait menganjurkan para pecinta mereka agar memanfaatkan waktu-waktu terbaiknya, seperti mengisinya dengan sejumlah amalan, salah satunya ialah membaca doa Kumail, dan mereka pun membacanya setiap malam jumat.
Apa Doa dan Siapa Kumail?
Pertama, secara ringkas mengenai Kumail yang doa ini dinisbatkan kepadanya, adalah bernama Kumail bin Ziyad an-Nakha’i. Sahabat khusus Imam Ali bin Abi Thalib ini, semasa dengan Rasulullah saw kala itu ia berusia delapanbelas tahun. Imam pernah mengabarkan kepadanya tentang kesyahidan yang akan dia raih di akhir hayatnya. Adalah benar kemudian bahwa, pada tahun 38 hijrah dalam usia 90 tahun ia dibunuh oleh Hajjaj bin Yusuf Tsaqafi penguasa Irak di pihak khalifah bani Umayah saat itu, Abdulmalik bin Marwan.
Sebelum kesyahidannya, Kumail berkata kepada Hajjaj: “Tuanku Amirul mu`minin telah memberitahuku bahwa kau adalah pembunuhku..”
Hajjaj menawarkan, “Kalau kau berlepas diri dari Ali, kau akan selamat dari maut!”
Kumail berkata, “Tunjukkan kepadaku agama yang lebih utama dari agama Ali..” Mendengar jawabannya ini, Hajjaj perintahkan para algojonya untuk menghabisi sahabat mulia Imam Ali as ini.
Kedua, Doa Kumail adalah doa Khidhir yang Imam Ali diktekan kepada Kumail untuk ditulisnya. Ceritanya, sebelum itu beliau di Masjid Basrah menjelaskan tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban kepada Kumail dan sejumlah sahabatnya. Di antaranya Imam berkata:أجيب له ما من عبد يحييها و يدعو بدعاء الخضر إلا; “Seorang hamba Allah yang menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dan membaca doa Khidhir, niscaya diijabah oleh-Nya.”
Usai majlis, Kumail kemudian datang ke rumah Imam, dan beliau berkata: “Hai Kumail, bacalah doa ini pada setiap malam jumat atau sekali dalam sebulan atau setahun atau seumur hidupmu! Niscaya kamu dilindungi, ditolong, diberi rezki oleh Allah, dan tidak akan kehilangan pengampunan dari-Nya..”
Merujuk pada “Fi Rihab Du’a Kumail” syarah doa Kumail oleh Almarhum Ayatullah Sayed M.Husain Fadhlullah, beberapa poin yang dapat penulis angkat dari penjelasan beliau mengenai doa:
1-Allâhumma; “ya Allah..!” adalah doa hamba memanggil Tuhannya; dari sisi bawah yang paling rendah kepada sisi atas yang paling tinggi.
2-Mengapa memanggil? Karena mempunyai hajat, seperti jika hajatnya adalah kesembuhan maka memanggil dokter, dan sebagainya. Namun, hanya Allah lah yang selalu menjawab setiap panggilan hamba-Nya, dan Mahakuasa memenuhi hajat dia.
3-Memanggil dalam arti faqr mutlak yang adalah hakikat makhluk yang segenap dirinya bergantung kepada Allah. Karena itu ia berpaling kepada-Nya dalam semua hajat dan memanggil-Nya. Berbeda dengan memanggil dalam arti faqr nisbi terhadap sesama hamba. Termasuk dalam arti ini ialah memanggil dan bertawasul para kekasih Allah, bahwa mereka sebagai perantara kepada Allah. Dengan perbedaan ini, maka ada etika di dalam berdoa. Di antaranya ialah:
a) Dengan menyebut sifat-sifat keagungan dan keindahan-Nya yang mutlak. Juga dengan pengakuan diri yang penuh kekurangan dan selalu bergantung dalam segala hal kepada Allah. Tanpa pengakuan diri yang tak luput dari salah dan dosa, maka doa yang berarti memanggil Dia, adalah seperti takbir yang diteriakkan oleh satu atau sekelompok takfiri. Mereka benar memanggil Allah dengan mengagungkan-Nya, tetapi disertai dengan merasa paling benar dan menganggap diri mereka sebagai ukuran kebenaran bagi semua orang yang tak sepaham dengan mereka.
Selain itu, dalam majlis doa dan zikir pun apabila untuk membesarkan diri dan yang lain selain Allah serta syiar-syiar-Nya, berarti kontra dengan makna doa itu sendiri.
b) Dengan hati yang khusyu’ dan berusaha merasakan keagungan dan keindahan-Nya. Dengan demikian kita dapat menjalin hubungan yang hakiki dengan Allah swt.
Dalam mengawali doa, hamba bertaqarub kepada Allah melalui sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang mutlak, seperti rahmat, quwwah, jabarut, ‘izzah dan seterusnya, (dengan harapan) untuk dapat membuka pintu ijabah baginya.