Telaah Singkat Shahih Muslim (Bag. 2)
Beberapa Kekurangan Shahih Muslim
a) Jumlah hadis
Bagaimana dan dengan landasan apa Imam Muslim memilih hadis-hadis shahihnya?
Imam Muslim sendiri berkata, “Dari 300 ribu hadis, aku pilah menjadi 7.275. Kemudian aku sodorkan kepada Abu Zar’ah. Hadis mana saja yang dikatakan dhaif, aku sisihkan dan mana saja yang disebut shahih, aku terima.”[1]
Oleh karena itu, Muhammad bin Ya’qub Akhram berkata, “Jarang ditemui hadis shahih yang tidak diburu oleh Muslim atau Bukhari.”[2]
Namun realitanya, masih banyak hadis shahih yang tidak disebutkan Muslim dalam kitab Shahihnya. Jabir bin Yazid Ja’fi, misalnya menukil 70 ribu hadis dari Nabi saw., namun Muslim tidak menukil satu pun hadis darinya dengan alasan ia mengimani raj’ah. Atau ‘Ubad, bermazhab Sunni yang menukil 50 ribu hadis dari Nabi saw., hadisnya tidak diterima. Kemungkinan alasannya, di antara 50 ribu hadis ‘Ubad tersebut terdapat 200 hadis dari Imam Ja’far Shadiq a.s. yang telah berbaur.
Berkenaan dengan jumlah hadis Shahih Muslim dan juga jumlah hadis yang tidak diulang, terdapat perbedaan pendapat:
=> Jumlah seluruh hadis beserta pengulangannya
– 7.275 hadis
– 12.000 hadis (dari Ahmad Salamah, wafat 581)
– 8.000 hadis (dari Umar bin Abdul Majid Miyanji, wafat 581).
=> Jumlah hadis dengan menghapus pengulangan
– 2.303 hadis
– 4.000 hadis (dari Ibnu Sholah dan Nawadi)
– 3.033 hadis (dari Muhammad Fuad Abdul Baqi, pendapat ulama kontemporer)
– 7.581 hadis (dari Ahmad Muhammad Syakir).
b) Sanad
1- Hadis-hadis mauquf, maqthu’, dan mudraj
Meskipun Imam Muslim sebagai penyusun shahih menegaskan bahwa hadis-hadis yang disebutkan adalah shahih musnadnya, namun dengan sedikit meneliti, kita akan menemukan hadis-hadis mauquf, maqthu’, dan mudraj. Oleh sebab itu, Ibnu Hajar Asqalani menulis sebuah kitab dalam hal ini dengan judul “Al-Wuquf ‘ala maa fii Shahih Muslim minal mauquf” yang menyebutkan jumlah 192 hadis mauquf atau maqthu’. Dalam kitab ini juga ditemukan beberapa hadis mudraj seperti contoh berikut ini:
* Aisyah menukil dari Nabi saw.: “Barang siapa yang memerdekakan sahayanya, akan menjadi wali dalam warisan.” Di samping riwayat ini terdapat ungkapan “Suami Burairah dahulu seorang sahaya”.
Ini disebut mudraj, karena ungkapan kedua adalah ucapan Aisyah, bukan sabda Nabi saw. Abdurrahman bin Qasim setelah menyebutkan hadis di atas, mengatakan dalam tanda kurung, (Suami Burairah pernah dimerdekakan).
Dengan adanya hadis-hadis mauquf (mudraj) ini, bagaimana dapat diklaim bahwa kitab ini adalah “Ash-Shahih Min As-Sunan”?
2- Ta’liq
Yang dimaksud dengan ta’liq adalah menghapus perantara antara penulis dengan perawi. Dalam Shahih Muslim terdapat sekitar 14 kasus seperti ini. Misalnya: Al-Laits meriwayatkan.
3- Perawi yang samar (tidak jelas)
Misalnya: “حدَّثَنِی غیرُ واحد مِن اصحابنا” (Lebih dari satu orang perawi menuturkan kepadaku), “حدَّثَنِی مَن سَمِعَ فُلاناً”(Orang yang telah mendengar Fulan menuturkan kepadaku), “حدَّثَنِی بعضُ اصحابنا”(Sebagian perawi menuturkan kepadaku).
4- Tadlis
Tadlis terbagi menjadi dua; tadlis dalam matan dan tadlis dalam sanad. Tidak sedikit contoh berkenaan dengan para perawi Ahlu Sunnah dalam hal ini. Disebutkan bahwa “Imam Abu Hurairah” adalah seorang mudallis (pelaku tadlis).[3]
Namun menurut Ahlu Sunnah sendiri, tadlis seperti ini tidak bermasalah, karena tadlis seorang sahabat dari sahabat yang lain. Abu Hurairah menukil, “Barang siapa memasuki waktu paginya dalam keadaan junub, puasanya tidak sah.” Saat ditanyakan kepada Abu Hurairah apakah ia sendiri mendengar hal ini dari Nabi saw., ia menjawab, “Tidak, namun dari orang lain.”
Dalam Shahih Muslim terdapat beberapa tingkat perawi mudallis:
- Tingkat pertama 24 perawi
- Tingkat kedua 28 perawi
- Tingkat ketiga 26 perawi
- Tingkat keempat 6 perawi
- Tingkat kelima 2 perawi
Masing-masing dari mereka meriwayatkan beberapa riwayat. Terkadang mereka menyebutkan “حَدَّثَنَا” atau menyampaikan “عَن فُلان” (menyebutkan hadis mu’an’an dan beberapa juga terdapat dalam sanad mu’an’an).
Beberapa rawi yang menyebutkan hadis mu’an’an dan jumlah hadisnya:
- Sulaiman bin Mehran: 257 hadis mu’an’an.
- ‘Amir bin Abdullah: 5 hadis mu’an’an.
- Abdullah bin Abi Nujaih: 10 hadis mu’an’an.
- Abdul Malik bin Abdul Aziz Rumi, dikenal dengan Ibnu Juraij:[4] 252 hadis mu’an’an.
- Ibnu Abdul Malik: 46 hadis mu’an’an.
- Abdul Malik bin ‘Umair:[5] 24 hadis mu’an’an.
- Abdul Wahab: 9 hadis mu’an’an.
- Sabi’i: 24 hadis mu’an’an.
- Qatadah: 160 hadis mu’an’an.
- Muhammad bin ‘Ajlan: 12 hadis mu’an’an.
- Muhammad bin Muslim bin Tadarrus: 111 hadis mu’an’an.
- Marwan bin Muawiyah: 34 hadis mu’an’an.
- Hisyam bin Hisan: 49 hadis mu’an’an.
- Hasyim bin Basyir: 53 hadis mu’an’an.
5- Perawi-perawi Dhaif
Salah satu pertanyaan yang selalu dilontarkan tentang Shahih Muslim adalah kenapa disebut dengan Shahih? Hal ini dapat membuka ruang bagi orang-orang ahlul bid’ah untuk membatasi hadis-hadis shahih hanya pada hadis-hadis yang dibawa oleh Muslim saja dan tidak menghiraukan hadis-hadis lainnya.
Kitab “Rijal Shahih Muslim” yang ditulis oleh Ibnu Manjawiyyah dalam dua jilid mengkaji seluruh perawi Muslim dan menggunakan lafad-lafad jurh dalam kasus sebagian perawi. Berkenaan dengan sebagian mereka, Muslim sendiri berkata, “Dhaif.” Meskipun demikian, beliau tetap menukil hadis dari mereka.[6]
Sebagian perawi tersebut dapat disebutkan namanya berikut ini:
- Ahmad bin Abduh Dhabbi
- Ahmad bin Abdurrahman Wahab
- Ismail bin Ibrahim bin Mu’ammar
- Ismail bin Salim
- Ayyub bin Khalid
- Asbath bin Nasr Hamedani
- Asy’ats bin Sawar
- Basyir bin Nahik
- Basyir bin Mismar
- Jabir bin Amr
- Habib bin Abi Qaribah
- Habib bin Salim
- Al-Harits bin Ubaid
- Harb bin Abi Al-‘Aliyah
- Khalid bin Mehran Basri
- Khalid bin Khadasy
- Ziyad bin Abdullah
- Zuhair bin Muhammad
- Sahal bin Hamad
- Sulaiman bin Bilal
- Sulaiman bin Qarm
- Sulaiman bin Katsir
- Sulaim bin Zubair
- Syuaib bin Safwan
- Shaleh bin Rustam
(Bersambung)
=========================
[1] Siyar A’lam An-Nubala’, 21/568.
[2] Ibid, 21/565.
[3] Siyar A’lam An-Nubala’, 2/602.
[4] Pandangan-pandangan fikihnya dekat dengan Syiah. Serkadang saat Ahlu Sunnah bertanya kepada Imam Shadiq a.s., beliau mengarahkan supaya merujuk kepada Ibnu Juraij.
[5] Nama ini yang memisahkan kepala Muslim bin Aqil dari badannya.
[6] Riwayat Al-Mudallisin Fi Shahih Muslim, ‘Iwad Husaini Al-Khalf