Transkrip Short Course Mahdawiyat ke 1 : Urgensi Mahdawiyat
Pembahasan pertama tentang Mahdawiyah yang perlu dibahas, adalah urgensinya. Akan saya sampaikan urgensi ini dalam beberapa sudut pandang. Pertama dari sudut pandang akidah. Salah satu poin penting dalam akidah adalah makrifatullah swt. Manusia agar bisa mengenal Allah, maka hendaknya melewati beberapa tingkatan. Yang pertama adalah Pengenalan Afaqi. Makrifat Afaqi adalah mengenal Allah swt melalui ciptaan-Nya. Al Quran mentausiyahkan kita untuk mengenal-Nya dengan metode ini.
Pengenalan kedua adalah metode Anfusi. Ialah mengenal Allah swt melalui ruh, melalui hal-hal yang diluar materi. Misalnya mengenal Allah melalui malaikat, bisa juga dengan hakikat wujud diri kita, Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia kenal Tuhannya’. Seperti di Al Quran dikatakan, ada ayat yang mengatakan ‘Apakah kami yang menciptakan kalian atau kalian yang menciptakan diri kalian?’.
Pengenalan yang ketiga adalah Pengenalan Siddiqin. Yakni mengenal Allah swt melalui Allah swt. Bukan berarti menafikan dua metode sebelumnya, akan lebih baik jikalau manusia mengenal Allah sampai pada tingkatan akhirnya. Jika kita mengenal Allah hanya melalui dua metode sebelumnya, kits akan lebih kenal ciptaan-Nya daripada Pencipta-Nya. Imam Husain as pernah berkata dalam doa Arafah, ‘Ya Allah jika aku mengenal-Mu hanya melalui makhluk-makhluk-Mu, maka mereka lebih kukenal daripada Engkau’, dan ini tidak baik. Padahal Dia-lah yang tidak tersembunyi dan selayaknya lebih dikenal daripada ciptaan-Nya. Dialah yang menghidupkan alam semesta dan menegakkannya.
Lalu bagaimana mengenal Allah karena Dia adalah Allah. Dzat Ilahi adalah basith, tidak terbatas. Dzatnya tidak bisa dibagi. Di sisi lain, dzat-Nya tidak terbatas. Karena dzatnya basith, manusia tidak bisa mengklaim bahwa dirinya mengenal sebagian dari Allah. Hanya ada, mengenal semuanya atau tidak sama sekali. Dan tidak mungkin mengenal dzat Allah secara sempurna.
Kemudian, dengan apa kita mengenal Allah swt? Sedangkan kita adalah makhluk yang terbatas. Kita mengenal-Nya dengan sifat fi’iliyah-Nya, seperti mengenal kasih sayang Allah, kedermawanan-Nya, dsb. Sebagaimana sifat Allah yang disebutkan pada doa Jausyan Kabir. Sifat fi’liyyah tertinggi-Nya adalah wujud nurani para hamba-Nya yang saleh, seperti para Nabi as, khususnya Ahlul Bayt as. Maka, itulah kenapa untuk mengenal Allah, kita perlu mengenal para Nabi dan Imam. Imam Husain as berkata, ‘Sesungguhnya tiada alasan lain Allah menciptakan makhluk kecuali untuk mengenal-Nya. Ketika mereka mengenal-Nya, maka merekapun menyembah-Nya, dan saat itulah maka mereka tidak butuh untuk menyembah yang selain-Nya. Bagaimana cara mengenal Allah? Kenalilah Imam di tiap zamannya, Imam yang wajib ditaati.
Di surat Al Baqarah ayat 31, وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا. Allah mengajarka pada Nabi Adam tentang Asmul Husna-Nya dengan ilmu hudhuri. Yakni manusia sempurna di tiap zaman, membawa sifat-sifat Ilahi dalam dirinya. Ada ayat Al Quran yang mengatakan bahwa patuh pada Imam, adalah patuh pada Allah. Bukan berarti nabi dan imam adalah setara dengan Allah. Tetapi Imam adalah cerminan yang memantulkan sifat-Nya dan memancarkannya untuk manusia. Al Quran mengatakan jika ingin kenal Allah, maka kenali melalui wasilah. Makrifat pada Imam bukan hanya secara tertulis tapi harus dicerminkan pada amal dan perbuatan. Dalam suatu ziarah di kitab Mafatih Al Jinan dikatakan bahwa Imam adalah satu-satunya jalan menuju Allah swt.
Urgensi lainnya adalah mengenal Imam dari sudut pandang amal. Poin pertama adalah ketika iman dan makrifat kita pada Imam sudah sempurna, maka kita akan menaatinya. Poin kedua, Yakinilah bahwa Imam selalu melihat kita. Dalam surat Taubah, ketahuilah bahwa Allah, Rasul dan orang Mukmin melihat amalan manusia. Siapa saja orang Mukmin? Merekalah Ahlul Bayt as. Jika manusia yakin bahwa Imam selalu melihatnya, percayalah bahwa kita tidak akan melakukan keburukan. Karena Imam selalu hadir, walaupun dalam keghaiban ia mengatur umatnyaامام حاضر مدیر غایب . Tetapi, untuk mengenalnya kita juga perlu واسطه فیض perantara-perantara rahmat-Nya.
Selanjutnya adalah dari sudut pandang emosional. Jika kita sudah mengenal Imam Zaman kita, hal pertama yang harus kita ketahui adalah bahwa Imam menilai kita. Kita punya harapan besar pada Imam, karena ialah hidup kita. Seorang filsuf terkenal dari Perancis mengatakan bahwa ia sudah mempelajari semua agama dan mazhab, dan satu-satunya mazhab yang tidak pernah terputus hubungannya dengan yang diatas adalah Tasyayu’. Karena mereka selalu terhubung dengan Imam yang hidup. Inilah ikatan emosi dan hati yang dimiliki oleh manusia dengan Imamnya.
Sesi Tanya Jawab
Pertanyaan : Mana yang harus didahului? Apakah mengenal Allah, lalu mengenal Imam? Atau sebaliknya? Karena banyak orang yang beranggapan kalau berdoa langsung pada Allah lebih cepat diijabah daripada melalui perantara (Mashumin)
Jawab : Berdasarkan doa makrifat,
اَللّهُمَّ عَرِّفْنى نَفْسَكَ، فَاِنَّكَ اِنْ لَمْ تُعَرِّفْنى نَفْسَكَ، لَمْ اَعْرِف نَبِيَّكَ؛ اَللّهُمَّ عَرِّفْنى رَسُولَكَ، فَاِنَّكَ اِنْ لَمْ تُعَرِّفْنى رَسُولَكَ، لَمْ اَعْرِفْ حُجَّتَكَ؛ اَللّهُمَّ عَرِّفْنى حُجَّتَكَ، فَاِنَّكَ اِنْ لَمْ تُعَرِّفْنى حُجَّتَكَ، ضَلَلْتُ عَنْ دينى.
Pada dasarnya, jika kita tidak mengenal Allah maka kita tidak bisa mengenal Imam. Sebab mengenal Allah itu berasal dari fitrah. Ketika kita beriman pada Allah, kita tentu meyakini bahwa Dia tidak akan menciptakan sesuatu yang sia2. Kalau sudah begitu, kita akan memahami bahwa Allah pasti telah mengirimkan penunjuk jalan dan hujjah untuk manusia. inila yang disebut dengan makrifat ijmali (umum). Untuk mengenal Allah secara tafsili (mendetail), maka kita harus mengenalnya melalui para Imam. Sudah benar jika seseorang berdoa pada Allah berdasarkan makrifat ijmalinya, namun tentu saja belum sempurna. Mereka yang berdoa pada Allah secara tafsili adalah makrifat yang mendalam. Merekapun akan mendapat cinta dan kasih Allah di dunia dan juga di akhirat. Maka pilihlah, mengenal Allah dengan biasa saja atau mengenal-Nya dengan istimewa. Kita diperintahkan Allah untuk berdoa pada-Nya melalui Asmaul Husna dan merekalah Ahlul Bayt as.
(Div. Perempuan Ikmal bekerjasama dengan bagian Short Course Jamiah al Musthafa mengadakan short course Mahdawiyat)