7 Tulisan Hadis Pertama Syiah (1 dari 2)
Pembahasan kali ini akan memaparkan secara ringkas 7 tulisan hadis pertama Syiah berikut ini: 1) Kitab Imam Ali a.s., 2) Mushaf Fatimah a.s., 3) Mushaf Imam Ali a.s., 4) Nahjul Balaghah, 5) Shahifah Sajjadiyyah, 6) Kitab Sulaim bin Qais, dan 7) Ushul Arba’a Miah
1- Kitab Ali a.s.
Kitab Ali, menurut sumber historis dan riwayat, memiliki beberapa sebutan seperti Jami’ah, Jafr, Shahifah Ali, Shahifah Al-Faraidh dan…[1] Berdasarkan banyak riwayat, kitab tersebut diimlakan (didiktekan) Nabi SAW kepada Imam Ali a.s. sebagai warisan ilmiah untuk para imam.
Dalam kitab Bashair Ad-Darajat disebutkan:
Rasulullah saw. bersabda kepada Imam Ali a.s., “Tulislah apa yang aku diktekan kepadamu.”
“Wahai Rasulallah! Apakah Anda takut aku akan lupa?” tanya Ali.
Nabi saw. menjawab, “Aku tidak menakutkan hal itu karena aku telah memohon kepada Allah swt. supaya menjagamu dari kelupaan. Tulislah untuk orang-orang yang sepertimu.”
Imam Ali a.s. bertanya, “Siapakah orang-orang yang sepertiku, wahai Rasulallah?”
Nabi saw. menjawab, “Para imam dari keturunanmu…”[2]
Para imam Syiah[3] sering merujuk kitab ini, terkadang menunjukkannya kepada sebagian sahabat dekat dan bahkan pada para penentang.
Abu Basir berkata, “Aku pernah menanyakan sebuah masalah seputar warisan kepada Imam Sadiq a.s.”
Imam Sadiq a.s. berkata, “Apakah aku belum menunjukkan kitab Ali kepadamu?”
“Apakah kitab Ali masih ada?” jawabku.
Beliau as. menjawab, “Wahai Aba Muhammad! Kitab Ali tidak akan lenyap.”
Ketika itulah beliau a.s. mengeluarkannya. Kitab itu berukuran besar dan di dalamnya dinyatakan, apabila seseorang meninggal dunia dan hanya meninggalkan paman dari pihak ayah dan paman dari pihak ibu sebagai ahli warisnya, paman dari pihak ayah akan mewarisi dua pertiga dan paman dari pihak ibu memperoleh sepertiga.”[4]
Fudhail berkata, “Imam Baqir a.s. berkata kepadaku, ‘Wahai Fudhail! Kitab Ali a.s. berada di sisi kami, panjangnya 70 jengkal (sekitar 35 meter). Tidak ada satu pun kebutuhan di muka bumi melainkan telah tercantum di dalamnya hingga pembahasan diyah dari luka goresan pun.’”[5]
Menurut riwayat, selain menyebutkan ahkam (hukum-hukum fikih), kitab ini juga mencakup pembahasan-pembahasan akhlak, tafsir, prediksi sebagian kejadian yang menimpa umat Islam.[6]
Meskipun sebagian sahabat dan penentang Ahlul Bait melihatnya,[7] prinsip para imam adalah menyembunyikannya. Menurut beberapa bukti, kitab ini berada di tangan Imam Mahdi a.s.
Selain referensi Syi’ah, sebagian sumber Ahlu Sunnah seperti Shahih Bukhari dan Musnad Ahmad bin Hanbal juga menyebutkan kitab Ali.[8] Adanya karya dengan dikte Nabi yang ditulis Ali ini menunjukkan perhatian Nabi SAW terhadap penulisan dan penjagaan warisan hadis untuk generasi mendatang.
2- Mushaf Fatimah a.s.
Mushaf Fatimah, terkadang disebut Kitab Fatimah atau Shuhuf Fatimah. Menurut riwayat, ketika Nabi Muhammad saw. wafat, Fatimah a.s. sedemikian bersedih. Allah swt. mengutus Jibril atau malaikat lain kepada Fatimah untuk mengucapkan belasungkawa.
Selain takziah, malaikat itu juga memaparkan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan putera-putera beliau a.s. hingga hari kiamat. Pada saat yang sama Imam Ali a.s. mencatatnya. Oleh karena itu, sumber Mushaf Fatimah adalah malaikat Ilahi dan diktenya dilakukan oleh Fatimah kepada Ali a.s.
Abu Ubaidah berkata, “Aku bertanya kepada Imam Sadiq a.s. mengenai Mushaf Fatimah. Setelah lama terdiam Imam a.s. berkata, ‘Sepeninggal Nabi saw., Fatimah hidup selama 75 hari dan sangat bersedih. Jibril a.s. mendatangi beliau a.s. untuk mengucapkan belasungkawa dan menenangkannya serta memberikan kabar tentang sang ayah, kedudukan dan kejadian-kejadian yang akan dialami oleh putera-puteranya sepeninggalnya. Saat itu Ali a.s. menulisnya. Inilah Mushaf Fatimah.’”[9]
Para imam, hampir dalam seluruh riwayat setelah menyifati mushaf ini, menyangkal tuduhan Mushaf Fatimah sebagai Alquran.
Imam Sadiq a.s. berkata, “Demi Allah! Mushaf Fatimah berada di sisi kami, tidak ada satu ayat pun di dalamnya.”[10]
Dalam riwayat lain Imam Kadhim a.s. berkata, “Mushaf Fatimah berada padaku, tidak ada yat Alquran di dalamnya”.[11]
Sebagian riwayat menyatakan, hukum-hukum fikih dan yang diistilahkan (disebut) dengan halal dan haram tidak terdapat juga dalam Mushaf Fatimah. Walaupun demikian, sebagian ulama meyakini bahwa hukum-hukum fikih juga terdapat dalam Mushaf Fatimah tersebut.[12]
Yang dapat dipahami dari riwayat, dalam Mushaf Fatimah tercantum kejadian-kejadian yang dialami oleh umat Islam[13] atau yang berhubungan dengan para pemimpin (penguasa) Islam atau yang berkenaan dengan putera-putera beliau a.s.[14]
Ketika Muhammad dan Ibrahim, putera keturunan Imam Hasan a.s. mengangkat senjata melawan Mansur Dawaniqi, Imam Sadiq a.s. berkata, “Di celah-celah Mushaf Fatimah tidak ditemukan nama mereka (Muhammad dan Ibrahim) sebagai pemimpin Islam,[15] yang mengisahkan kekalahan mereka dan terjadilah apa yang terjadi.”
Mulla Saleh Mazandarani dalam menjelaskan riwayat “وان شيعتنا لمكتوبون” (Dan sesungguhnya Syiah kami telah termaktub), menyampaikan kemungkinan, maksudnya adalah tertulis dalam Mushaf Fatimah a.s.[16]
Dari berbagai riwayat dapat disimpulkan bahwa Mushaf ini, juga sama seperti Kitab Ali, termasuk warisan langka dari para imam dan sekarang ini berada di tangan Imam Mahdi a.s.[17]
3- Mushaf Ali
Mushaf Ali adalah Alquran yang disusun oleh Imam Ali a.s. secara langsung sepeninggal Nabi saw. berdasarkan instruksi beliau. Setelah ditunjukkan ke khalayak dan sempat menjadi bahan pergunjingan, untuk selanjutnya mushaf tersebut tersembunyi dari penglihatan serta menjadi warisan keilmuan para imam a.s. Berdasarkan berbagai riwayat, Mushaf Ali saat ini berada di tangan Imam Mahdi a.s.
Ibnu Nadim Warraq yang hidup pada abad ke-4 H berkata bahwa ketika Rasulullah saw. wafat, sambil melihat ke arah orang-orang, Imam Ali a.s. bersumpah tidak akan meletakkan jubah di pundaknya (dan tidak akan keluar dari rumah) kecuali telah mengumpulkan Alquran.
Maka beliau a.s. duduk di rumah dan mengumpulkan Alquran. Hasil dari jerih payah tersebut adalah mushaf pertama kumpulan Alquran.[18]
Muhammad bin Sirin menukil dari Ikrimah, “Pada permulaan khilafah Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib a.s. duduk berdiam diri di rumah dan mengumpulkan Alquran.”[19]
Ibnu Juzy Kalaby berkata, “Alquran pada masa Nabi saw. berada dalam shahifah-shahifah dan dalam hati kaum muslimin, akan tetapi setelah Rasulullah saw wafat, Ali bin Abi Thalib mengumpulkannya berdasarkan urutan turunnya. Bila Mushaf ini ditemukan, di dalamnya terdapat berbagai ilmu.[20]
Syaikh Mufid juga meyakini, Amirul Mukminin Ali a.s. mengumpulkan Alquran mulai awal hingga akhir berdasarkan urutan turunnya. Imam Ali a.s. mendahulukan ayat-ayat Makkiyah sebelum Madaniyah dan nasikh sebelum mansukh. Beliau a.s. meletakkan segala sesuatu sesuai tempatnya.[21]
Dari sebagian riwayat dapat disimpulkan, Imam Ali a.s. melakukan hal tersebut berdasarkan instruksi dari Nabi saw.[22]
Pada intinya harus diperhatikan, keberadaan Mushaf Imam Ali tidak berarti telah terjadi tahrif dalam Alquran yang ada di tangan kita ini dengan 3 argumen berikut:
1- Alquran pada masa Nabi saw. telah tercatat dalam shuhuf (catatan-catatan kecil yang terpisah-pisah) dan juga dihafal oleh kaum muslimin. Yang dibutuhkan adalah mengumpulkannya sekaligus dalam satu mushaf. Hal itulah yang dilakukan oleh Imam Ali a.s.
2- Imam Ali a.s. tengah mempersiapkan pengumpulannya berdasarkan urutan turunnya untuk memberikan tuntunan kepada kaum muslimin dalam rangka memahami konsep-konsep dan makna-makna Alquran. Dengan demikian, Imam Ali a.s. mendahulukan ayat-ayat dan surat-surat Makkiyah dari Madaniyah dan mempersiapkan tatanan sempurna antara susunan Alquran dengan urutan turunnya.
3- Tujuan utama hal ini adalah mengumpulkan seluruh riwayat Nabi saw. dalam tafsir, takwil, asbab nuzul, sya’n nuzul dan seterusnya terkait ayat-ayat Alquran. Imam Ali a.s. menginginkan supaya Alquran yang ada di tangan kaum muslimin mencakup tafsir dan penjelasan dari Nabi saw. selaku penerimanya. Imam Ali a.s. sendiri mengumumkan bahwa Nabi Muhammad saw. telah mengajarkan tafsir, takwil dan seluruh hal yang berkenaan dengan Alquran, misalnya nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, ‘am dan khash dan seterusnya kepada beliau a.s.
Berdasarkan penjelasan ini, maka Mushaf Ali dapat disebut dengan Alquran mufassar (Alquran yang telah ditafsirkan).
Dengan demikian, pembukuan mushaf semacam ini tidak berarti meyakini tahrif Alquran yang ada di tangan kita sekarang ini. Apalagi mushaf ini telah diselesaikan tidak lama pasca wafatnya Nabi saw. dengan pengakuan semua orang, bahkan saat yang lain masih berusaha mengumpulkannya.[23]
Mushaf Ali dimasukkan dalam tulisan-tulisan hadis pertama karena banyaknya riwayat tafsir dari Nabi saw. Imam Ali a.s. menulis sabda-sabda beliau di tengah tafsir atau catatan kaki atau di antara ayat. Pencatatan riwayat-riwayat tafsir pasca Nabi saw. oleh Imam Ali a.s. berdasarkan instruksi beliau menunjukkan atensi Ahlul Bait a.s. terhadap penulisan hadis. (Bersambung)
[1] Rinciannya silahkan lihat: Muqaddimah Bihar Al-Anwar, halaman 31 – 32; Muqaddimah Wasail Asy-Syi’ah, jilid 1, halaman 6 – 8; Ta’sis Asy-Syi’ah, halaman 280 – 285.
[2] Bashair Ad-Darajat, halaman 187.
[3] Bihar Al-Anwar, jilid 25, halaman 56.
[4] Mukhtalaf Asy-Syi’ah, jilid 9, halaman 29.
[5] Bihar Al-Anwar, jilid 26, halaman 34.
[6] Untuk rincian lebihnya, silahkan rujuk: Majma’ Al-Faidah, jilid 12, halaman 513, Zubdah Al-Bayan, halaman 485; Al-Kafi, jilid 1, halaman 41, jilid 2, halaman 136, 259, 347 dan…
[7] Rijal Najjasyi, halaman 360.
[8] Tarikh-e Omumi-ye Hadis (Sejarah Umum Hadis), halaman 215.
[9] Bashair Ad-Darajat, halaman 173.
[10] Ibid, halaman 173.
[11] Ibid, halaman 173.
[12] Dirasat Fi Al-Hadits Wa Al-Muhadditsin, halaman 301.
[13] Ma’alim Al-Madrasatain, jilid 2, halaman 312.
[14] Ibid, jilid 2, halaman 364.
[15] Manaqib Aali Abi Thalib, jilid 3, halaman 374; Bashair Ad-Darajat, halaman 181.
[16] Syarh Ushul Al-Kafi, jilid 5, halaman 303.
[17] Adz-Dzari’ah, jilid 21, halaman 126.
[18] At-Tamhid Fi Ulum Al-Quran, jilid 1, halaman 289 menukil dari Al-Fihrist, halaman 47-48.
[19] Al-Itqan Fi Ulum Al-Quran, jilid 1, halaman 57.
[20] At-Tamhid Fi Ulum Al-Quran, jilid 1, halaman 290 menukil dari At-Tashil Li Ulum At-Tanzil, jilid 1, halaman 4.
[21] Bihar Al-Anwar, jilid 92, halaman 78.
[22] Ibid, jilid 92, halaman 78.
[23] Untuk rincian lebihnya, silahkan lihat: Shiyanah Alquran Min At-Tahrif (Keterjagaan Al-Quran dari Tahrif), halaman 211; Al-Bayan Fi Tafsir Al-Quran, halaman 222-226.