Belajar Ikhlas Dari Sayidah Fathimah as; Tidak Mengharapkan Balasan dan Ucapan Terima kasih
Euis Daryati, MA____ Hal yang manusiawi, pasti akan kecewa ketika berbuat baik kepada seseorang, atau telah berkorban untuk seseorang, namun orang tersebut tidak membalas kebaikan, atau bahkan tidak berterimakasih. Harapan ingin mendapatkan balasan dan ucapan terimakasih dari makhluk/manusia atas sebuah perbuatan yang dilakukan itu berada pada level manusiawi dan duniawi. Di mana hal itu akan sirna dengan berakhirnya kehidupan duniawi, karena segala sesuatu selain Allah akan sirna. Karena itu, hendaknya berusaha untuk menaikan level niat dari berharap kepada makhluk menuju level hanya berharap pada Khalik, karena Dia-lah yang abadi.
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ
Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah. (QS. Al-Qashash : 88)
Atau mewarnai setiap perbuatan kita dengan warna Ilahi, sebaik-baiknya warna bukan warna duniawi maupun warna manusiawi.
صِبْغَةَ ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ صِبْغَةً ۖ وَنَحْنُ لَهُۥ عَٰبِدُونَ
Warna Allah. Dan siapakah yang lebih baik warnanya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah. (QS. Al-Baqarah:138)
Berbuat ikhlas hanya mengharapkan cinta Allah Swt, dan mewarnai tiap perbuatan kita hanya dengan warna Ilahi itu tidaklah mudah, namun juga tidak mustahil. Dalam hal ini kita dapat belajar dari kehidupan Sayidah Fathimah as yang kisahnya telah diabadikan dalam Alquran di surat Al-Insan.
يُوْفُوْنَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُوْنَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهٗ مُسْتَطِيْرًا
Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. (QS. Al-Insan:7)
Ayat tersebut terkait dengan kisah nazar Imam Ali as dan Sayidah Fathimah as untuk kesembuhan Imam Hasan dan Imam Husain. Hadis-hadis yang meriwayatkan kisah tersebut terdapat dalam kitab umum maupun khusus, misalnya Qadhi Haskani meriwayatkan hadis dari Imam Ali as dan Zaid bin Arqam tentang hal ini. (Syawahdut Tanzil, 2:407-408 & 394-397)
Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah Saw menjenguk Imam Hasan dan Imam Husain yang sakit. Imam Ali dan Sayidah Fathimah bernazar untuk kesembuhan Imam Hasan dan Imam Husain. Setelah kedua putranya sembuh, maka Sayidah Fathimah dan Imam Ali pun berpuasa. Imam Ali as meminjam 1 Sha’ gandum untuk buka tiga hari puasa. Sayidah Fathimah as menumbuk gandum dan memasak roti untuk berbuka puasa. Beliau memasak roti sesuai jumlah orang yang makan, tidak kurang dan tidak lebih.
Hari pertama puasa, ketika hendak berbuka, datanglah orang miskin kepada mereka. Mereka pun memberikan jatah buka hari pertama puasa kepada orang miskin dan melewatkan malam dan hari pertama puasa tanpa makan. Hari kedua puasa, ketika hendak berbuka, datanglah anak yatim, mereka pun memberikan jatah buka puasa hari kedua kepada anak yatim. Hari ketiga puasa, Ketika hendak berbuka datanglah tawanan, mereka pun memberikan jatah buka puasa hari ketiga kepada tawanan. Mereka melewatkan tiga hari puasa tanpa makan. Kisah ini pun dalam ayat kedelapan surat Al-Insan berikut ini.
وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلٰى حُبِّهٖ مِسْكِيْنًا وَّيَتِيْمًا وَّاَسِيْرًا
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Al-Insan:8)
Hari keempat Rasulullah Saw mendatangi mereka dan mendapati Sayidah Fathimah as bersandar di mihrab dalam kondisi perutnya seperti menempel ke punggungnya karena tidak kemasukan makanan selama tiga hari. Rasulullah Saw sedih melihatnya seraya berkata, “Ya Allah, lihatlah Ahlul Baitku mati kelaparan!”[1]
Pada saat itu, turunlah Malaikat Jibril dan menurunkan ayat Al-Insan ini kepada Rasulullah yang menjelaskan tentang keagungan Ahlul Baitnya.
Allah Swt dalam ayat tersebut menceritakan bahwa Sayidah Fathimah memberikan makan, padahal beliau sendiri membutuhkannya. Redaksi ‘’ala hubbihi’, dalam Tafsir Al-Mizan[2] [3]disebutkan bahwa kondisi mereka menginginkan, membutuhkan makanan tersebut, namun mereka lebih mendahulukan orang miskin, anak yatim dan tawanan. Inilah itsar atau pengorbanan level tertinggi yang telah diajarkan Sayidah Fathimah as kepada kita. Biasanya kita bersedekah saat ada lebih setelah kebutuhan kita tercukupi, namun Sayidah Fathimah as mengajarkan untuk bersedekah pada level lebih tinggi, yaitu saat kita butuh pun kita tetap bersedekah.
Tak hanya itu, mereka juga, terkhusus Sayidah Fathimah as, mengajarkan bahwa meskipun kita telah bersedekah pada level tinggi, atau telah berkorban untuk orang lain, namun tidak mengharapkn balasan (jaza’) dan ucapan terima kasih (syukura) dari manusia, tapi murni ikhlas karena Allah SWT.
اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللّٰهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاۤءً وَّلَا شُكُوْرًا
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu. (QS. Al-Insan:9)
Apa pun yang kita lakukan, kebaikan dan pengorbanan apa pun yang kita perbuat untuk manusia, baik untuk orang tua, anak, saudara, pasangan, teman, tetangga, dan lainnya, maka janganlah mengharapkan balasan atau pun ucapan terima kasih dari manusia. Karena berharap kepada manusia disamping jika tidak sesuai harapan itu akan membuat kecewa, juga akan mensirnakan pahala. Memang tidak mudah, tapi juga tidak mustahil, perlu latihan dan komitmen serta konsistensi dengan meneladani Sayidah Fathimah as. Semoga kita dapat memiripkan perilaku kita dengan perilaku Sayidah Fathimah as sedikit demi sedikit, beliau sosok agung bukan hanya sekedar untuk dielu-elukan, namun juga untuk diteladani. wallahualam
[1] https://razan.basu.ac.ir/
[2] http://ghalambedast.blogfa.com/post/40
[3] Tafsir Al-Mizan, tafsir Surat Al-Insan ayat 8.