Diskursus Kosmologi Islam II: Ikhwan al-Shafa
Oleh: Fardiana Fikria Qur’any, S. Th, I., MA
Ikhwan al-Shafa terdiri dari dua istilah yaitu, ikhwan yang berarti saudara dan shafa yang berarti kesucian. Sementara istilah Ikhwan al-Shafa di sini merupakan sekelompok orang yang fokus dengan ilmu pengetahuan dan filsafat muncul pada abad ke 4 H atau 10 M di Bashrah atau Iraq saat ini. Mereka menamai diri mereka dengan Ikhwan al-Shafa karena memiliki tujuan yang sama yaitu, mencari dan memperoleh kesucian jiwa.
Gagasan dan pemikiran Ikhwan al-Shafa dapat ditelusuri dalam karya-karyanya. Di antaranya karyanya ada Kitab Rasa’il, al-Risalah al-Jam’iah, al-Madaris al-arba’, al-Kutub al-Sab’ah, al-Jafran dan al-Rasa’il wa al-‘Isyrun. Melalui karya-karya tersebut, Ikhwan al-Shafa memperkenalkan pemikirannya di berbagai bidang seperti matematika, fisika hingga pemikiran filsafatnya tentang Tuhan, Alam baik fisik maupun metafisik dan manusia.
Kitab Ikhwan al-Shafa yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ialah Kitab Rasa’il yang terdiri dari buku ketiga dan keempat tentang fisika, buku kelima dan keenam tentang psikologi. Dari tiap-tiap jilid buku tersebut terdapat berbagai risalah di dalamnya. Terkait dengan kosmologi Ikhwan al-Shafa terdapat dalam Kitab Rasa’il pada bab ketiga dan keempat. Sebagian besar pembahasan dalam kitab ini berbicara tentang kosmologi fisik. Oleh karena itu, nama lainnya adalah fisika, sementara itu pembahasan kosmologi metafisiknya terdapat pada filsafatnya yang membahas tentang alam rohani.
Ada satu pertanyaan penting terkait dengan kosmologi metafisik yaitu, (1) apakah alam semesta ini diatur langsung oleh Tuhan atau melalui sebab sekunder? Berangkat dari pertanyaan inilah kita menelusuri pemikiran Ikhwan al-Shafa tentang kosmologi.
Seperti yang telah ditulis dalam artikel sebelumnya terkait dengan diskursus kosmologi menurut pandangan Ibn Sina dan al-Farabi bahwa keduanya memiliki pandangan kosmologi yang disebut dengan emanasi (faidl). Ajaran emanasi tentang akal aktif sebagai pemberi bentuk, maka di sana jelas sebab langsung pembentukkan alam di bawah bulan bukanlah Tuhan sendiri, tetapi akal aktif. melihat struktur dari konsep emanasi, maka dua filsuf tersebut percaya bahwa Tuhan bukanlah sebab langsung dari peristiwa alam.
Dalam Kitab al-Ta’rifat, Ikhwan al-Shafa mendefinisikan alam sebagai istilah sebagai segala sesuatu yang ada selain Allah. Alam terbagi menjadi dua yaitu, alam rohani dan alam jasmani. Alam rohani adalah alam yang tidak dapat ditangkap oleh indera, tetapi dapat dipahami oleh akal, sementara alam jasmani adalah alam yang dapat ditangkap oleh panca indera kita. Dua alam ini memiliki proses yang berbeda. Alam rohani diciptakan secara emanatif, pancaran secara langsung dan sekaligus, sementara alam jasmani tercipta secara evolutif dan bertahap.
Konsep emanasi Ikhwan al-Shafa sedikit berbeda dari emanasi dua tokoh sebelumnya yaitu, al-Farabi dan Ibn Sina. Konsep emanasinya lebih dekat dan mirip dengan konsep emanasinya Plotinus, penggagas pertama konsep emanasi. Konsep emanasi Plotinus menyatakan bahwa dari yang Esa muncul akal (nous) dan dari akal muncullah jiwa (soul) dan dari jiwa muncullah materi alam. Pandangan emanasi seperti ini juga ditemui dalam pemikiran Ikhwan al-Shafa yaitu, dari Tuhan memancarkan substansi yang disebut dengan akal dan akal memancarkan substansi jiwa dan dari jiwa memancarkan substansi yang disebut dengan materi pertama.
Dari materi pertama tidak ada substansi lain yang muncul yang terjadi pada materi pertama adalah: materi pertama secara bertahap mengambil bentuk jisim mutlak yang memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi. Menurut pemahaman ikhwan al-shafa alam semesta yang bersifat jasmani berasal dari materi kedua, tampak seperti alam semesta dalam pemahaman al-Farabi (w. 339 H/950 M di Damaskus) dan ibn Sina (w. 428 H/1036 M di Hamadani) yang kedua-duanya juga menganut paham emanasi. Ikhwan al-Shafa memandang alam bahwa alam yang bersifat jasmani itu terdiri dari sembilan lapis falak (langit) sedangkan bumi berada dipusat sembilan falak tersebut.
Ikhwan al-Shafa menyebut falak terjauh dari bumi dengan nama al-falak al-muhith sedangkan al-farabi dan ibn sina menyebutnya langit pertama (al-sama al-ula) karena diurut dari atas. Falak-falak yang lain disebut oleh Ikhwan al-Shafa dengan sebutan-sebutan yang sama dengan sebutan yang digunakan oleh al-Farabi dan Ibn Sina. Selain itu juga, Bagi ikhwan al-shafa Tuhan hanya memancarkan satu akal saja, yang disebut juga akal fa’al (akal aktif) atau akal kulli (akal universal), dari akal aktif itu dipancarkan jiwa universal (al-Nafs al-Kulliyah) yakni jiwa dalam semesta.
Dengan demikian, jika kita melihat konsep emanasinya Ikhwan al-Shafa, maka seperti halnya pandangan filosof lain bahwa alam semesta ini tidak diciptakan langsung oleh Tuhan melainkan perantara materi pertama.
Adapun Perkembangan alam secara evolusi menurut ikhwan al-shafa pada alam yang bersifat jasmani wujud alam, berkembang tidak sekaligus, tapi bertahap dan membutuhkan proses waktu. Alam jasmani di alam atas (langit) berevolusi (berkembang) dari yang lebih tinggi menuju yang lebih rendah. Alam bawah (semua yang berada dibumi dan lapisan udara di bawah langit bulan) muncul sesudah alam atas, di alam bawah kemunculan benda-benda melalui panduan anasir yang empat (tanah, air, udara dan api) berlanfgsung secara evolusi dari yang paling sederhana menuju yang paling sempurna.
Paham evolusi yang terdapat dalam karya tulis jemaat ikhwan al-shafa adalah paham evolusi yang mengakui tuhan sebagai sebab pertama terciptanya segenap alam dan segala proses yang berlangsung di dalamnya, paham evolusi mereka bukanlah persis seperti paham evolusi yang dikemukakan oleh charles Darwin (w. 1872 M di inggris) karena yang akhir ini berpaham materialisme (paham yang mengakui hanya ada materi tidak ada jiwa ataupun tuhan , yang bukan materi). Bila pada paham evolusi charles Darwin tak ada ruang untuk tuhan, maka pada paham evoluisi ikhwan al-shafa proses peristiwa evolusi yang berlangsung pada alam semuanya bergantung pada tuhan (sebagai sebab pertama) atau bergantung pada kehendak Tuhan.
Selain itu, Ikhwan al-shafa memberikan dua makna kepada ungkapan alam atas dan alam bawah. Yang pertama alam atas diberi makna alam falak atau langit sedangkan alam bawah diberi makna bumi dengan segala kandungannya dan angkasa sekeliling bumi yang berada di bawah falak bulan. Yang kedua alam atas diberi makna alam surga sedangkan alam bawah berarti jahannam atau neraka.
Dengan demikian, kita bisa menyiimpulkan bahwa Ikhwan al-Shafa menganut paham emanasi dan evolusi terkait dengan penciptaan alam semesta.