Fikih dan Doa Seputar Korona
Sekarang ini, wabah korona tengah melanda dunia tak terkecuali di Indonesia dan menurut World Health Organization (WHO) virus tersebut sebagai sebuah pandemi global yaitu wabah yang berjangkit serempak di mana-mana dan meliputi daerah geografi yang luas atau penyakit menular yang memiliki garis infeksi berkelanjutan. Dalam waktu kurang dari tiga bulan, Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 126.000 orang di 123 negara, dari Asia, Eropa, AS, hingga Afrika Selatan. Di akhir Februari lalu, Korea Selatan masih menjadi negara di luar China dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia. Covid-19 di beberapa negara melonjak tajam, salah satunya Italia yang kini menjadi negara di luar China dengan kasus Covid-19 terbanyak.
Virus korona yang memiliki 56 kematian per hari ini berada di urutan 17 dari 26 penyakit dalam grafik kematian akibat penyakit per hari di seluruh dunia. Di Indonesia sebaran virus ganas korona yang mana baru beberapa waktu yang lalu diberitakan hanya dua orang warga depok yang tertular virus ini, tapi sekarang virus tersebut merambah begitu cepat ke berbagai kota di Indonesia khususnya Jakarta. Akibatnya, sejumlah perguruan tinggi dan sekolah-sekolah melakukan kegiatan belajarnya dengan sistem online untuk mencegah sebaran virus tersebut.
Dalam situasi mencemaskan sekarang ini muncul pertanyaan-pertanyaan seputar hukum fikih seperti jenazah yang terbakar jasadnya bila dimandikan akan merusak tubuhnya dan jenazah korban penyakit menular seperti lepra, tha’un, korona dan wabah sejenisnya yang bila dimandikan, justru penyakit itu akan berpindah kepada orang yang memandikannya. Sehingga jenazah tidak mungkin ditangani secara sempurna sebagaimana lazimnya. Oleh karena itu, berkenaan dengan sebaran virus ini, Kantor Berita Ayatullah Ali Khamenei (Rahbar) dalam Website resmi (leader.ir) memuat fatwa-fatwa baru Rahbar seputar hal-hal sebagai berikut:
Pelaksanaan Itikaf di Rumah
Soal: Apakah pelaksanaan Itikaf di rumah dibolehkan mengingat pelaksanaannya di masjid-masjid ditiadakan untuk sementara?
Jawab: Melakukan Itikaf di dalam rumah tidak sah.
Memandikan, Mengkafani dan Menyalati Mayit Korban Korona
Soal: Bila seseorang meninggal dunia akibat serangan virus korona yang menurut para ahli begitu cepat menular, bagaimanakah cara memandikan, mengkafani dan menyalatinya?
Jawab: Kewajiban memandikan, mengkafani dan menyalati mayit korban virus korona yang cepat menular tidak gugur. Oleh karena itu, dengan memperhatikan poin-poin higienitas dan penggunaan peralatan keselamatan -meskipun dengan biaya- harus dilakukan kewajiban minimal memandikan, Hunuth, mengkafani, menyalati dan menguburkannya.
Jika tidak mungkin memandikannya dengan cara berurutan (Ghusl Tartibi), harus dimandikan dengan cara dimasukkan ke dalam air (Ghusl Irtimasi). Bila dimandikan dengan cara kedua ini tidak mungkin juga, maka sebagai gantinya dilakukan Tayamum untuk mayit, kemudian dilakukan Hunuth, mengkafani dan menguburkannya meskipun dalam kondisi berpakaian.
Soal: Apakah salat dengan memakai sarung tangan tebal dihukumi sah?
Jawab: Salat tersebut sah hukumnya.
Mengobati Pasien Korona
Soal: Apakah para dokter dan staf medis wajib mengobati pasien Korona?
Jawab: Menyelamatkan nyawa kaum muslimin merupakan wajib Kifayah dan menolong orang sakit adalah sebuah amal saleh.
Pahala Melayani Orang Sakit
Apakah para staf medis yang meninggal karena menangani pasien korona dianggap mati syahid?
Jawab: Staf medis yang meninggal karena virus korona tidak bisa dihukumi mati syahid, tapi ia akan mendapatkan pahala besar orang-orang yang mati syahid.
Hukum Alkohol Anti Infeksi
Soal: Mengingat prevalensi virus korona dan cairan desinfektan berbasis alkohol banyak digunakan, apakah cairan tersebut suci atau najis?
Jawab: Alkohol yang tidak diketahui apakah dari jenis minuman yang memabukkan, dihukumi suci dan penggunaan cairan yang tercampur dengan alkohol tersebut atau salat dengan baju yang tersiram cairan tersebut dihukumi sah. Tapi jika anda tahu alkohol tersebut dari jenis minuman yang memabukkan maka dihukumi najis berdasarkan Ihtiyath Wajib.
Selain hukum fikih yang perlu kita ketahui berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, berikhtiar dengan berlindung kepada Allah dan bertawasul kepada Nabi saw serta Ahlulbaitnya dari ancaman virus korona melalui doa-doa yang diajarkan dalam Ahlulbait juga dianjurkan. Di antara doa yang dianjurkan dibaca yaitu doa ketujuh Shahifah As Sajjadiyah yang memuat kata-kata indah untuk bermunajat kepada Allah. Di samping itu, ada hadis Imam Ali as yang menyebutkan untuk membaca enam ayat di bawah ini pada setiap siang hari agar terhindar dari segala keburukan.
رُوِیَ عَنْ مَوْلَانَا أَمِیرِ الْمُؤْمِنِینَ علیه السلام قَالَ: مَنْ قَرَأَ هَذِهِ الْآیَاتِ السِّتَّ فِی کُلِّ غَدَاةٍ کَفَاهُ اللَّهُ تَعَالَی مِنْ کُلِّ سُوءٍ وَ لَوْ أَلْقَی نَفْسَهُ إِلَی التَّهْلُکَةِ
قُلْ لَنْ يُصِيبَنا إِلاّ ما كَتَبَ اللّهُ لَنا هُوَ مَوْلانا وَ عَلَى اللّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ ﴿توبه:٥١﴾
وَ إِنْ يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلا كاشِفَ لَهُ إِلاّ هُوَ وَ إِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشاءُ مِنْ عِبادِهِ وَ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿یونس:١٠٧﴾
وَ ما مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلاّ عَلَى اللّهِ رِزْقُها وَ يَعْلَمُ مُسْتَقَرَّها وَ مُسْتَوْدَعَها كُلٌّ فِي كِتابٍ مُبِينٍ ﴿هود:٦﴾
وَ كَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللّهُ يَرْزُقُها وَ إِيّاكُمْ وَ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿عنکبوت:٦٠﴾
ما يَفْتَحِ اللّهُ لِلنّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَها وَ ما يُمْسِكْ فَلا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿فاطر:٢﴾
قُلْ أَ فَرَأَيْتُمْ ما تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللّهِ إِنْ أَرادَنِيَ اللّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كاشِفاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ ﴿زمر:٣٨﴾
حَسْبِيَ اَللّهُ لا إِلهَ إِلاّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَ هُوَ رَبُّ اَلْعَرْشِ اَلْعَظِيمِ وَ أَمْتَنِعُ بِحَوْلِ اللَّهِ وَ قُوَّتِهِ مِنْ حَوْلِهِمْ وَ قُوَّتِهِمْ وَ أَسْتَشْفِعُ بِرَبِّ الْفَلَقِ مِنْ شَرِّ ما خَلَقَ وَ أَعُوذُ بِمَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِیِّ الْعَظِیمِ.
(بحارالأنوار، ج۸۳، ص۳۳۷_تفسیر اهل بیت علیهم السلام ج۱۳، ص۲۳۰(