Gaza Tidak Lemah
Annisa Eka Nurfitria,LC. Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, menuai kritik keras dari netizen di media sosial setelah menyebut Gaza, Palestina, sebagai contoh negara yang lemah dalam konteks menjelaskan pentingnya pertahanan yang kuat bagi sebuah negara. Pada debat capres dengan tema pertahanan, keamanan, geopolitik, hubungan internasional, dan politik luar negeri, Prabowo menggambarkan Gaza sebagai negara yang lemah dan ditindas oleh Israel. Prabowo memandang apa yang terjadi di Gaza sebagai pelajaran peradaban manusia. Baginya, penindasan di Gaza terjadi karena lemahnya kekuatan militer. Dalam pandangannya, Indonesia harus memiliki kekuatan militer yang kuat untuk mencegah nasib serupa, di mana bangsa bisa dilindas, kekayaannya diambil, dan diusir dari tanah airnya.
Dalam konteks ini, Prabowo memandang konflik di Gaza sebagai pembenaran urgensi Indonesia memiliki kekuatan militer yang kuat. Ia mengaitkan kekuatan nasional dengan kekuatan militer, menegaskan bahwa tanpa kekuatan militer, bangsa bisa dilindas, dan sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa ini adalah risiko yang nyata.
Banyak netizen mengecam pernyataan Prabowo, menganggapnya tidak sensitif terhadap sejarah perjuangan rakyat Gaza yang telah menunjukkan ketahanan dan ketangguhan dalam melawan penjajahan selama lebih dari 75 tahun. Beberapa netizen menilai pernyataan tersebut sebagai keliru dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.
Sementara itu, sebagian netizen mendukung pandangan Prabowo, berpendapat bahwa penting bagi sebuah negara memiliki kekuatan militer yang dapat melindungi kedaulatannya. Namun, mayoritas tanggapan di media sosial cenderung menyoroti kurangnya pemahaman mendalam dari Prabowo terhadap konteks dan kompleksitas situasi di Timur Tengah, khususnya terkait konflik Israel-Palestina.
Pengguna media sosial juga menyoroti urgensi pemimpin yang mampu memahami pergeseran dinamika geopolitik modern, di mana kekuatan militer saja tidak lagi menjadi satu-satunya penentu keamanan. Keterlibatan soft power dan smart power dinilai lebih relevan dalam menghadapi ancaman-ancaman baru seperti serangan siber dan perang informasi. Dengan berbagai pandangan yang beragam, pernyataan Prabowo menjadi perbincangan hangat di media sosial, memperkuat pentingnya pemahaman mendalam dan pemilihan kata yang hati-hati dalam berbicara, terutama terkait isu-isu sensitif seperti konflik internasional.
Akun X Warih Aji Pamungkas menyatakan, “Menurut Prabowo, Gaza diserang karena tidak memiliki kekuatan militer yang memadai. Ini adalah pernyataan yang kurang peka dari seorang Menteri Pertahanan,” menyoroti bahwa pernyataan tersebut tidak sesuai dengan sikap empati yang seharusnya dimiliki oleh seorang Menteri Pertahanan.
Sementara itu, akun momotaro @aeriiuchng menekankan bahwa Gaza tidak lemah. Meskipun terus diserang selama puluhan tahun, mereka tetap bertahan, bahkan dihadapi oleh penyerang yang didukung oleh negara-negara berkuasa. Netizen menilai bahwa apa yang terjadi di Gaza bukan karena kelemahan Gaza, melainkan akibat para peemimpin dunia kehilangan rasa kemanusiaan. #DebatCapres. Sejumlah akun lainnya dalam pencarian mengenai Prabowo Gaza juga mengekspresikan kekecewaan mereka terhadap pernyataan tersebut. Hingga saat ini, respons terhadap ucapan Prabowo masih terus berkembang di platform tersebut.
Apakah Gaza benar lemah ?
Hampir 23.000 orang warga Palestina, telah tewas sejak serangan Hamas yang memicu respons keras dari Israel sejak 7 Oktober. Israel menyatakan tujuannya adalah menghilangkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, tetapi klaim ini dihadapkan pada ketidaksetujuan analisis lapangan. Meskipun menghadapi kerugian, Hamas tetap eksis dan diakui secara politis sebagai entitas yang mengendalikan sisa-sisa struktur sipil yang rusak di Jalur Gaza. Brigade Qassam, sayap militer Hamas, meskipun mengalami kerugian, tetap menjadi kekuatan militer efektif. Dukungan dari faksi bersenjata lainnya dan popularitas Hamas di Tepi Barat juga menjadi elemen-elemen keberhasilan yang disoroti. Berikut alasannya,
- Hamas Tetap Eksis:
Organisasi ini masih sangat aktif secara politik dan diakui – de facto jika bukan de jure – sebagai satu-satunya entitas yang mengendalikan apa yang tersisa dari struktur sipil yang parah di Gaza. Meskipun Israel mengklaim bahwa tidak ada tempat bagi Hamas dalam struktur sipil Gaza pasca-perang.
- Hamas Tetap Kekuatan Militer yang Efektif:
Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, tidak pernah mengungkapkan secara publik informasi tentang struktur, organisasi, atau jumlah anggotanya. Meskipun telah kehilangan sejumlah besar anggota, kebanyakan batalyonnya tetap menjadi unit tempur yang efektif. Meskipun Israel mengklaim telah membunuh ribuan pejuang Hamas, perkiraan yang lebih realistis menyatakan bahwa kekuatan militernya tetap utuh.
- Dukungan dari Faksi Bersenjata Lainnya:
Ada lebih dari 12 kelompok bersenjata yang terkait dengan berbagai blok politik dan ideologis di Gaza. Meskipun mungkin terlihat bahwa Brigade Al-Qassam melakukan semua pertempuran, sebenarnya ada banyak kelompok bersenjata lainnya yang mendukung Hamas secara koordinatif.
- Peningkatan Popularitas di Tepi Barat:
Citra Hamas yang dianggap sebagai teroris tidak dapat diterima, banyak warga Palestina melihatnya sebagai pembela yang tak kenal takut terhadap penindasan Israel. Di Tepi Barat, yang dikuasai oleh Fatah, banyak orang melihat Hamas sebagai satu-satunya kelompok yang benar-benar membela Palestina.
- Prestasi melebihi kegagalan :
Meskipun menghadapi kerugian berat dan mendapat citra negatif di dunia Barat, Hamas mungkin memiliki lebih banyak alasan untuk merasa puas daripada khawatir. Meskipun Israel mungkin mencapai tujuan “mengakhiri” Hamas – suatu prospek yang sepenuhnya tidak realistis – banyak warga Palestina mungkin akan mengingat Hamas sebagai satu-satunya kelompok yang menolak duduk diam dan menerima pukulan dari Israel.
Meskipun kehilangan sejumlah komandan di bawah serangan Israel, Hamas tetap efektif sebagai kekuatan militer. Organisasi ini juga mendapat dukungan dari berbagai faksi bersenjata lainnya di Gaza. Dengan demikian, Hamas tampaknya telah mencapai sejumlah keberhasilan di tengah konflik yang berkepanjangan ini. Sayangnya, Prabowo yang menjadikan Gaza, Palestina, sebagai contoh negara lemah sehingga mudah ditindas menunjukkan watak kepemimpinannya yang masih terjebak pada kekakuan dominasi hard power. Kepemimpinan yang hard power memang cenderung fatalistik dan militeristik. Banyak yang menilai contoh yang diambil Prabowo tidak logis dan cenderung menuju kesalahan besar. Situasi Gaza dianggap tidak dapat disamakan dengan Indonesia, karena Gaza masih dalam status negara yang dijajah dan tidak memiliki kekuatan militer .
https://kbanews.com/hot-news/sebut-gaza-lemah-sehingga-mudah-ditindas-blunder-terbesar-prabowo/