Hari Al-Quds Internasional dan Perubahan Geopolitik Masa Kini
Dina Y. Sulaeman___Negara ilegal Israel dideklarasikan pada 14 Mei 1948 di atas tanah Palestina, setelah melakukan pengusiran besar-besaran terhadap bangsa Arab-Palestina. Tragedi pengusiran dan pembunuhan yang disebut Al Nakba, atau ‘bencana besar’ itu dimulai sejak Dewan Keamanan PBB secara sepihak pada tahun 1947 menetapkan bahwa 55% tanah Palestina diserahkan kepada entitas Zionis untuk mendirikan negara khusus Yahudi.
Namun demikian, rezim Zionis tidak merasa cukup dengan tanah yang diberikan Dewan Keamanan PBB, melainkan ingin menguasai Palestina secara keseluruhan. Karena itu, pengusiran dan perampasan tanah milik warga Palestina masih terus berlangsung hingga hari ini. Selain itu, rezim Zionis juga berambisi menguasai wilayah dari sungai Nil Mesir hingga ke sungai Efrat di Irak, yang mereka klaim sebagai “Israel raya.” Wilayah yang ingin dikuasai oleh rezim Zionis adalah keseluruhan Palestina, Lebanon Selatan hingga Sidon dan Sungai Litani, Dataran Tinggi Golan Suriah, Dataran Hauran, dan Deraa (Suriah), Amman (Yordania) hingga Teluk Aqaba (di Laut Merah, berbatasan dengan Mesir). Atas dasar ambisi itulah Zionis melakukan berbagai upaya untuk menguasai kawasan-kawasan tersebut, antara lain menduduki Sinai (1967-1982), menduduki Dataran Tinggi Golan (Suriah) sejak 1967 hingga hari ini, menduduki Lebanon selatan (1985-2000) dan terus melakukan berbagai upaya serangan ke Lebanon hingga hari ini. Israel terlibat dalam berbagai konflik di Timur Tengah, termasuk agenda penggulingan pemerintah Suriah. Bahkan sampai hari ini, Israel secara sporadis terus membombardir Suriah.
Fenomena ini membuktikan bahwa Israel dapat diibaratkan sebagai kanker di Timur Tengah; penyebab dari berbagai penderitaan yang dialami oleh bangsa-bangsa di kawasan tersebut. Kawasan yang sangat kaya sumber daya alam ini seolah tidak lepas dari konflik, sementara kekayaan alam mereka terus menerus dikeruk kapitalis Barat. Dan memang inilah tujuan didirikannya Israel oleh para investor Yahudi-Zionis yang bekerja sama dengan pemerintahan negara-negara Barat, terutama Inggris, Prancis, dan AS.
Ahmadinejad, mantan Presiden Iran dalam sebuah pidatonya mengatakan, “Rezim penjajah Al Quds dibentuk oleh kekuatan imperialis Barat sebagai bridge-head untuk mempertahankan dominasi mereka di Dunia Islam. Bridge-head adalah istilah militer. Ketika dua divisi atau pasukan bertempur satu sama lain, jika satu pihak berhasil maju dan memecah front lawan, menduduki kawasan musuh, dan membangun benteng di sana untuk mempertahankan wilayah yang dikuasainya dan untuk menjadi markas dalam upaya ekspansi, maka itu kita sebut
bridge-head. Rezim Israel adalah bridge-head dari kekuatan opresor di jantung
Dunia Islam. Mereka membuat sebuah markas untuk memperluas dominasi mereka di seluruh
Dunia Islam. Tidak ada alasan lain dari pendirian rezim Zionis, selain tujuan ini. Karena itu,
perjuangan yang terjadi di Palestina hari ini adalah garis depan dari konflik antara Dunia Islam
dan kekuatan opresor dunia.”
Tentu saja, bangsa-bangsa di Timur Tengah terdiri dari berbagai agama. Namun, secara umum, karena mayoritas penduduknya beragama Islam, kawasan ini sering dikategorikan sebagai “Dunia Islam.” Perlawanan yang dilakukan oleh Dunia Islam terhadap Zionis tidak didasarkan pada kebencian terhadap Yahudi, tetapi perlawanan atas kejahatan kemanusiaan yang terus-menerus dilakukan Rezim Zionis sejak tahun 1948 hingga hari ini.
Perlawanan terhadap Rezim Zionis telah dilakukan oleh bangsa-bangsa Arab sejak awal rezim ilegal itu didirikan, misalnya perang tahun 1948, 1967, dan 1973. Namun, perlawanan itu mengalami kegagalan karena ketidakbersatuan dan perpecahan di antara mereka. Rezim Zionis melakukan berbagai upaya untuk membujuk elit-elit di negara-negara Arab untuk mengkhianati suara bangsa mereka sendiri. Satu demi satu, rezim-rezim Arab melakukan “normalisasi” hubungan dengan Israel, misalnya, Maroko, Bahrain, dan Uni Emirat Arab. Sementara itu, Yordania dan Mesir sudah lebih dahulu membuka hubungan diplomatik dengan Israel (1979 dan 1994).
Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha yang serius di kalangan umat Muslim sedunia untuk menciptakan persatuan Islam. Persatuan Dunia Islam adalah kunci untuk bisa mengalahkan rezim Zionis dan memerdekakan Palestina. Hal ini sudah disuarakan oleh banyak ulama Islam di dunia, dari berbagai mazhab.
Salah satu ulama yang terdepan menyerukan persatuan Islam demi mengalahkan rezim Zionis dan rezim-rezim imperialis para pendukung Zionis, adalah Ayatullah Khomeini (Imam Khomeini). Segera setelah Republik Islam Iran berdiri tahun 1979, Imam Khomeini mengumumkan bahwa di antara misi utama Republik Islam Iran adalah membebaskan Palestina dari penjajahan Israel.
Sebelum kemenangan Revolusi Islam Iran, Kerajaan Iran berhubungan sangat dekat dengan Israel. Namun, begitu rezim monarkhi runtuh, pemerintah Iran memutus semua ikatan resmi dengan Israel dan menyerahkan kedutaan besar Israel di Iran kepada para pejuang kemerdekaan Palestina. Pada Agustus 1979, Imam Khomeini mengumumkan bahwa hari Jumat terakhir bulan Ramadhan ditetapkan sebagai Hari Al Quds Internasional, atau Yaumul Quds.
Dalam pidatonya saat mengumumkan penetapan Yaumul Quds, Imam Khomeini mengatakan, “Saya meminta semua umat Muslim di dunia dan pemerintahan Muslim untuk bergabung bersama, untuk memutuskan tangan imperialis dan para pendukungnya. Saya menyerukan kepada semua umat Islam di dunia untuk menjadikan hari Jumat terakhir di bulan suci Ramadhan sebagai Hari al-Quds – yang merupakan hari yang menentukan, dan hari yang menjadi penentu nasib rakyat Palestina; dan di hari ini melakukan demonstrasi untuk menunjukkan solidaritas umat Islam di seluruh dunia, mengumumkan dukungan mereka untuk hak-hak sah umat Islam.”
Di masa kini, tahun 2023, dunia sedang mengalami pergeseran geopolitik, yaitu menurunnya power Amerika Serikat di dunia dan khususnya Timur Tengah. Indikasi dari hal ini antara lain, semakin beraninya rezim-rezim monarkhi Arab untuk mengambil langkah yang berbeda dengan kehendak AS. Misalnya, penolakan Qatar dan Arab Saudi untuk menambah produksi minyaknya, seperti yang diminta AS; persetujuan UAE untuk bertransaksi dengan mata uang Yuan, dengan China; dan yang paling membuat AS “frustasi” (sebagaimana dinyatakan Direktur CIA), kesediaan Arab Saudi untuk menormalisasi hubungan Iran, dengan mediasi China.
Inilah masa di mana umat Muslim di seluruh dunia, bergandengan tangan umat non-Muslim yang memiliki pandangan yang sama tentang keadilan dan kemanusiaan, seharusnya semakin berani dan semakin lantang menyuarakan perlawanan terhadap dominasi AS. Dominasi AS adalah dominasi yang disertai ancaman dan kekerasan. Namun, kini, AS sedang menghadapi keruntuhannya, sebagai akibat dari kejahatan-kejahatan yang dilakukannya sendiri di berbagai penjuru dunia. Mengingat bahwa AS adalah pilar utama penyangga Israel, keruntuhan kekuatan AS akan menjadi pra-kondisi dari keruntuhan rezim Zionis. Hari Al Quds tahun 2023 perlu dijadikan momentum untuk membangun kesadaran publik mengenai fenomena baru ini, serta menyuarakan kembali persatuan dan pembelaan kepada kaum tertindas.[]