Hikmah Nahjul-Balaghah Ke-111
وَ قَالَ (علیه السلام): وَ قَدْ تُوُفِّيَ سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ الْأَنْصَارِيُّ بِالْكُوفَةِ بَعْدَ مَرْجِعِهِ مَعَهُ مِنْ صِفِّينَ وَ كَانَ [مِنْ أَحَبِ] أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيْهِ: «لَوْ أَحَبَّنِي جَبَلٌ لَتَهَافَتَ».
Hikmah Imam Ali as ini menjelaskan tentang Sahl bin Hunaif Anshari, seseorang yang sangat dicintai oleh beliau melebihi para sahabat lainnya. Sahl bin Hunaif juga merupakan sahabat Rasulullah saw. Ia orang yang sangat setia kepada Imam Ali as, mencintai beliau dengan sepenuh jiwa, baik saat masih berada di samping Rasulullah, atau pun saat Imam as sendirian. Ketika Imam as menjadi khalifah, maupun saat orang-orang tidak mengindahkan Imam Ali as.
Ucapan Imam as disampaikan saat Sahl bin Hunaif meninggal. Sahl bin Hubaif mendampingi Imam as dalam perang Siffin dan terluka, pasca perang kembali ke Kuffah dan meninggal. Ketika kabar wafat Sahl bin Hunaif sampai ke Imam as, beliau mengeluarkan ucapan ini,
لَوْ أَحَبَّنِي جَبَلٌ لَتَهَافَتَ
“Jika sebuah gunung mencintaiku, pasti sudah hancur.”
Maksudnya jika gunung mencintai Imam Ali as maka akan hancur berkeping-keping, hancur seperti debu. Ini kecintaan yang sangat menyeramkan, padahal kita berprasangka bahwa mencintai Imam Ali as kehidupan akan baik.
Apakah maksud dari Imam as jangan mencintai beliau agar kehidupan baik, tidak punya masalah, menjalani kehidupan normal dan tidak stress? Apa tujuan Imam as mengatakan hal tersebut?
Ketahuilah, cinta akan memberikan kapasitas pertumbuhan jiwa, akan menolong kita agar lebih baik dalam berbuat. Dalam al-Quran disebutkan bahwa imbalan risalah Nabi Muhamad saw dan kerja kerasnya dalam berdakwah adalah ‘mawaddah fil qurba’ atau kecintaan kepada keluarga beliau, di antara sosok terpenting keluarganya adalah Imam Ali as. Jika kita mencintai Imam Ali as, maka kita harus mengamalkan apa yang telah diperintahkan Allah Swt. Imam as mengatakan jika gunung mencintaiku pasti akan hancur berkeping-keping.
Kecintaan kepada Imam Ali as dan Ahlulbait bukanlah perkara biasa, awalnya akan sulit, dan seperti itulah realitanya. Seperti Sahl bin Hunaif yang hidup dalam berbagai kondisi bersama Rasulullah saw dan Imam Ali as. Dari kondisi normal dan tidak ada kesulitan dalam kehidupan, tidak ada musuh bersama Imam Ali as dan mencintainya dan dalam kondisi sulit.
Jika mencintai Imam Ali as, perbuatan-perbuatan yang dilakukan sebelum mencintai beliau seperti mungkin saja berbohong, lambat sampai ke tempat kerja, tidak menghormati orang lain, namun karena mencintai Imam Ali as maka harus berperilaku seperti beliau dan meneladaninya. Seperti saat mengidolakan artis, pesebakbola, bahkan berusaha meniru cara pakaiannya dan kesukaannya. Kita tidak tau makanan atau pakaian kesukaan Imam Ali as, namun kita mengetahui berbagai perilaku beliau, seperti sangat amanah, menghormati orang lain, sangat peduli kepada orang lain dan lainnya.
Saat mencintai Imam Ali as, maka harus berusaha menyerupai semua tindak-tanduknya, dan ini sangat sulit. Imam Ali as orang yang sangat aktif dalam segala urusan dan bukan pemalas. Selalu berjuang untuk urusan dunia dan akhirat. Beliau akan menolong anak-anak, lanjut usia dan lainnya, tidak akan mengatakan, ‘pekerjaan ini tidak pantas untukku’. Jika diperlukan harus diam, maka beliau akan diam atau sebaliknya.
Kita ingin menjadikan Imam Ali as orang yang kita cintai. Imam as mengatakan bahwa mencintai beliau, konsekuensinya sangat sulit. Karena kita belum terdidik dengan perilaku-perilaku beliau. Kecintaan kepada beliau akan menyebabkan terjadinya revolusi besar dalam hidup, mengalami berbagai konsekuensi yang harus dihadapi. Perubahan tersebut sangat dahsyat seperti terjadi kiamat. Seperti gunung kita tahu bahwa tidak mudah akan hancur luluh lantah. Banjir dan gempa tidak mudah dapat menghancurkan gunung, begitu juga badai dan topan. Sesuatu yang dapat mengahancurkan gunung adalah peristiwa sebelum hari kiamat, gempa dahsyat yang menghancurkan dunia sebagaimana disebutkan dalam al-Quran.
Kecintaan kepada Imam Ali as merupakan fenomena yang sangat besar menyebabkan perubahan besar pada diri manusia sehingga seperti kiamat. Menyebabkan kita mengetahui hakikat kehidupan, tidak takut akan naik-turunnya kehidupan, mencapai derajat haqqul yakin sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran. Memberikan energi besar pada manusia untuk menggunakan kecintaan ini yang mungkin tidak ada pada jenis cinta lainnya, termasuk cinta antara anak dan ibupun tidak sekuat cinta ini, meskipun terkadang orang tua bersedia mengorbankan jiwanya demi anak. Namun cinta kepada Imam ali as menjadikan jiwa manusia tumbuh berkembang hingga dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi kehidupan.
Imam Ali memberikan perupamaan dengan gunung agar mudah difahami oleh kita tentang kecintaan kepada beliau. Jangan berpikir bahwa jika mencintai Imam Ali as maka kehidupanku akan sulit. Bukan seperti itu, namun karena kita belum terdidik dan belum mengalami dan belum terlatih maka menjadi sulit. Kita harus belajar bagaimana menyerupai perbuatan beliau. Belajar dari Imam Ali as bagaimana dialog yang baik dengan sulit berdialog dengan beragam orang. Jika mencintai Imam Ali as, maka jangan cepat marah, harus memperhatikan dan peduli kepada orang sekitar.
Apakah manfaat yang kalian dapati jika mencintai Imam Ali as dan Ahlulbait as? Imam as dalam menjawab hal ini berkata,
«مَنْ أَحَبَّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ فَلْيَسْتَعِدَّ لِلْفَقْرِ جِلْبَاباً»
“Barangsiapa yang mencintai kami, Ahlulbait as maka harus melakukan hal ini? Apakah itu? Maka bersiap-siaplah kefakiran sebagai busana.”
Apakah artinya jika mencintai Ahlulbait harus siap-siap sengsara? Atau adakah maksud lainnya? Apakah cinta yang sangat sulit dan menyesangkarakan? Hidup miskin, tidak punya makanan yang cukup? Tidak dapat mendapatkan pekerjaan yang baik?
Ketahuilah di bagian lain Hikmah Nahjul Balaghah Imam as mengatakan faqr wa ghina, fakir dan tidak perlu atau berkecukupan.
Maksudnya adalah bahwa kecintaan kepada Ahlulbait as akan mencegah kefakiran. Karena aku mencintai mereka, maka aku akan berusaha menyerupai mereka. Jika aku kesulitan ekonomi atau lainnya dalam hidup maka aku akan lebih bertahan karena melihat kehidupan orang yang aku cintai yang bertahan dalam kehidupan sulit.
Saat kita mencintai mereka seperti seseorang yang telah menyediakan busana yang akan mencegah dari kefakiran atau rasa perlu di masa mendatang. Saat kalian menjalankan perintah Allah maka kalian tidak fakir. Kenapa? Karena ia telah berusaha, mencintai Rasulullah dan Ahlulbait dan mengikutinya. Berusaha menyerupai kehidupan mereka yang dicintai. Di saat melakukan hal ini, maka telah mempersiapkan busana yang akan menjaga dan menolongnya pada kondisi fakir atau sulit di masa mendatang yang menyebabkan akan kehilangan amal baiknya. Atau mungkin kita dalam perilaku berusaha menyerupai mereka yang dicintai, namun jika ada kekurangan maka Allah tidak akan menyalahkannya atau menghukumnya. Atau tidak fakir dalam mempertanggungjawabkan kekurangan amal perbuatannya karena telah mencintai orang yang telah melakukan amal perbuatan dengan benar yaitu Rasulullah saw dan Ahlulbait as.
Sudah berusaha mengikuti dan meneladani Ahlulbait as karena mencintainya, namun jika ada kekurangan dalam amal perbuatannya maka ia tidak faqir atau memerlukan jawaban saat diminta pertanggungjawaban. Cinta ini sangat bermanfaat dan penting, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Kita meniru Imam Ali as saat bekerja tidak hanya memperhatikan kehidupan pribadi dan keluarga, namun juga masyarakat. Beliau membuat sumur untuk keperluan masyarakat umum. Memperhatikan shalat, doa, melakukan ibadah dengan baik. Kita berusaha melakukan semua perbuatan dengan baik sehingga kesalahan berkurang.
Cinta juga harus dibuktikan dalam perbuatan bukan hanya sekedar kata dan perasaan. Seperti saat kita mencintai ibu maka harus dibuktikan dalam perbuatan, misalnya dengan sikap hormat, menolongnya dan lainnya, begitu juga saat mencintai Ahlulbait as sehingga kita menjadi hamba yang diridhoi-Nya.