Hukum Mengkonsumsi Zat Warna dari Serangga
Apakah diperbolehkan Penggunaan Karmin (zat warna dari serangga dalam makanan) ?
Karmin atau Pewarna yang digunakan dalam makanan dan kosmetik, terbuat dari bahan-bahan yang diambil dari beberapa serangga. Bahan pewarna dari serangga ini digunakan untuk membuat warna merah pada pakaian dan makanan seperti sosis, kue, udang kering, permen, selai dan kosmetik.
Di dunia, salah satu zat warna yang digunakan dalam makanan dan kosmetik terbuat dari beberapa jenis serangga. Salah satu serangga tersebut adalah cochineal yang ditemukan pada tanaman di negara-negara seperti Amerika. Serangga yang sangat kecil itu ada yang jantan dan betina. Jumlah serangga betinanya mungkin 100 kali lipat lebih banyak dari serangga jantan. Dikatakan bahwa warna merah tua, bahannya kebanyakan terbuat dari serangga jenis betina.
Pembuatan pewarna merah dari serangga ini memiliki sejarah yang panjang. Sejak tahun 1900 sampai sekarang, serangga ini telah digunakan untuk membuat warna merah pada pakaian, makanan seperti sosis, kue, udang kering, permen, selai, dan kosmetik di benua Amerika .
Serangga-serangga cochineal itu membuat penutup putih di sekeliling mereka dan cara itu dilakukan untuk melindungi diri mereka. Jadi, bahan pewarna ini bukan termasuk organ-organ serangga. Serangga cochinea direndam di dalam air dan ditambahkan beberapa bahan, kemudian diolah. Dari olahan itu menghasilkan berbagai warna yang mungkin saja berupa merah tua atau kuning. Warna ini, awet dan tahan terhadap sinar matahari.
Warna karmin terbuat dari sekresi yang mengitari serangga, bukan terbuat dari hewan itu sendiri. Proses pembuatan ini merupakan hal signifikan yang berperan dalam menjawab dan menjelaskan status hukum syariatnya.
Pewarna makanan ini bukan organ-organ tubuh serangga seperti hal nya madu yang diproduksi dari lebah dan jika tidak ada lebah, tidak ada produksi madu. Artinya, tubuh lebah berperan dalam produksi madu.Tapi madu bukan bagian dari tubuh lebah atau salah satu organnya.
Abdul Hossein Fakhari, Sekretaris Jenderal Global Halal International Institute, mengatakan: “Zat karmin merupakan salah satu zat pewarna yang paling banyak digunakan dalam industri pangan dan merupakan salah satu zat pewarna alami yang banyak penggemarnya di dunia. Tetapi ketika masuk ke negara Iran, lantaran pemikiran sederhana beberapa orang, muncul isu bahwa karena karmin diambil dari kupu-kupu (serangga) dan konsumsi serangga itu diharamkan dalam Islam, maka konsumsi karmin juga diharamkan.”.
Untuk itu, di Global Halal Institute, mulai dilakukan pekerjaan profesional dan ilmiah dalam hal ini untuk melihat apa esensi karmin dan serangga ini. Setelah dilakukan penyelidikan ilmiah, ternyata karmin adalah hasil olahan dari serangga, bukan serbuk serangga. Artinya, saat lebah menyiapkan madu, kupu-kupu ini juga menyiapkan karmin ini, dan warna karmin bukanlah bubuk serangga.
Dengan kekusaan Allah, serangga ini memiliki sistem pertahanan tubuh yang menciptakan karmin di bagian belakang tubuhnya, dan karmin ini adalah warna merah yang paling konsisten di dunia. Serangga ini ditempatkan di dalam air panas sehingga karmin dari serangga ini berpindah ke air, kemudian airnya dikeringkan sehingga menjadi warna merah tua.
Abdul Hossein Fakhari juga menunjukkan informasi yang salah yang disampaikan kepada para Marja` Taqlid (ulama pemegang otoritas keagamaan dalam Syiah) mengenai asal-usul karmin ini dan menyatakan bahwa sebelumnya diberitahukan kepada para Marja` Taqlid tersebut bahwa karmin ini adalah hasil dari bubuk serangga. Para Marja` Taqlid berdasarkan informasi tersebut tentu saja mengharamkan penggunaan karmin tersebut lantaran merujuk pada dalil haramnya memakan serangga.
“Tetapi setelah itu, kita melakukan penelitian ilmiah dan melihat dari dekat proses produksinya. Kemudian kita langsung menyampaikan hasilnya kepada para Marja`Taqlid tersebut, sehingga berdasarkan hasil penelitian itu, para Marja`Taqlid tersebut mengumumkan halalnya konsumsi atau penggunaan karmin,” jelasnya.
Menanggapi apakah zat warna ini halal atau tidak, Para Marja` Taqlid menyampaikan fatwa mereka sebagai berikut;
Di antara para Marja` Taqlid itu adalah seorang pemimpin tertinggi Revolusi Islam Iran, Imam Ali Khamene`i berkata: “Jika serangga itu tidak memiliki darah yang menyembur, maka suci, dan jika organ-organ serangga itu tidak ada dalam olahan pewarna itu, maka tidak ada masalah mengkonsumsinya dalam makanan dan minuman.”
Ayatullah Mu`min juga mengumumkan pandangan fatwanya terkait hal ini sebagai berikut;
“Karena pewarna makanan tersebu bukan bagian dari tubuh serangga seperti halnya madu yang dihasilkan oleh lebah, maka tidak ada masalah mengkonsumsi pewarna tersebut.”
Ayatullah Makarem Shirazi dalam hal ini juga telah menentukan syarat mengkonsumsi yaitu bahwa jika serangga tersebut tidak memiliki darah yang menyembur, maka tidak ada masalah untuk mengkonsumsinya.”
Sumber diterjemahkan dari situs استفاده از رنگدانه حشرات در خوراکیها جایز است؟ (tebyan.net)