Imam Reza as dan Maqom Ridho; Analisis Irfan laqab Reza
Hari ini bertepatan dengan hari kelahiran imam ke-delapan Syi’ah Imamiyah yaitu, Ali al-Ridho atau disebut dalam ejaan Persia dengan Ali Reza. 11 Dzulqa’dah, 1200an tahun silam di kota Madinah menjadi hari kebahagiaan bagi pasangan Musa ibn Ja’far dan Najma Khotun, hari di mana mereka dikaruniai keturunan yang kelak akan menjadi penerus titah perjuangan ayahnya sebagai imam. Imam reza merupakan keturunan ke-lima imam Husein as. Perjalanan hidupnya sebagai seorang imam membuatnya berhijrah dari kota Madinah ke kota Thus (Masyhad: hari ini) Iran untuk menjawab panggilan khalifah. Di kota Masyhad Imam Reza Syahid dan dimakamkan. Makamnya menjadi tempat untuk kembali orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Seperti salah satu namanya Ghiyats, penolong orang-orang yang mencintainya.
Lebih terperincinya, nama asli imam adalah Ali. Nama kunniyahnya adalah Abu al Hasan. Laqabnya sangatlah banyak yang mencerminkan kepribadian sang Imam. Di antara gelar yang diberikan ialah, Zakiy, ‘Alim Keluarga Muhammad, Sirajullah, Ra’uf, Shiddiq, Gharibul Ghuraba, Penjamin Rusa dan Ridho atau Reza (Ejaan Persia). Gelar yang paling terkenal ialah, Reza. Maka, pada tulisan ini kita ingin mengenal Imam Reza melalui gelar namanya, Reza.
Definisi Ridho / Reza
Istilah ridho/reza telah didefinisikan dan dikategorisasikan dengan cara yang beragam. Ridho / reza رضا secara etimologis berarti senang dan menerima segala ketentuan yang sulit. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ridho adalah bentuk tidak baku dari kata rida yang memiliki arti rela, suka, senang hati, perkenaan dan rahmat. Secara terminologis, para sufi atau urafa memberikan beberapa definisi maqom ini. Menurut sebagian urafa, yang dimaksud dengan ridho ialah, menghilangkan kebencian dan meringankan penderitaan atas ketetapan yang telah diputuskan untuk dirinya. Maqom ini adalah maqom yang dilalui setelah ia melalui maqom sebelumnya yaitu, tawakkal dan maqom ini merupakan maqom tertinggi para salik. Sebagian urafa lainnya berpendapat bahwa ridho merupakan satu kondisi di mana hamba sangat puas dan senang pada Tuhan beserta takdirNya. Mereka meyakini bahwa maqom ridho lebih tinggi dari maqom ketundukan dan maqom fana (peniadaan).
Sebagian urafa menganggap ridho merupakan satu sikap menghilangkan kebencian dari hati hingga tidak ada yang dirasakan kecuali kesenangan dan kebahagiaan. Bagi kaum sufi tidak ada sifat yang lebih baik daripada ridho dalam semua kondisinya. Karena ridho merupakan satu sikap hamba yang selalu menerima tanpa keberatan apapun dan menerima dengan senang hati ketentuan yang digariskan untuknya. Apapun cobaan dan ketentuan pahit dan getir untuk dirinya di maqom ini, mereka ridho atasnya.
Masing-masing dari dua belas imam, meskipun memiliki kesempurnaan dan keutamaan moral yang sempurna, dengan cara tertentu mengekspresikan manifestasi salah satu nama dan atribut ilahi dan lebih daripada yang lain mereka bersinar dengan sifat yang termanifestasi pada dirinya. Pada hakikatnya, semua nama para imam merupakan narasi satu rangkaian fakta yang sesuai dengan kepribadian diri mereka sendiri.
Mengapa diberikan laqab Reza ?
Imam Reza memiliki banyak laqab seperti yang sudah dibahas di atas, namun gelar Reza yang paling dikenal. Hal itu dikarenakan karakteristik yang mencolok pada dirinya ialah, sifat ridho. Keunggulan ini dimilikinya daripada imam lainnya. Selain itu, laqab ini menunjukkan banyak sekali kebajikan dan menjadi latar kebajikan bagi sifat-sifat lain yang dimilikinya.
Para sejarawan memaparkan beberapa argumentasi tentang mengapa imam ke-delapan diberi laqab ‘Reza’, setidaknya terdapat lima argumen di sini. Pertama, imam Reza selalu senang dengan ketetapan Tuhan dan selalu bersabar. Ridho dan sabar merupakan kedudukan hamba paling bernilai di dalam irfan. Reza artinya di langit, Allah SWT, Rasulullah dan para imam meridhoi dirinya dan di bumi, bukan saja temannya tetapi juga musuhnya ridho atas dirinya. Hal ini tidak pernah terjadi terhadap para imam sebelumnya. Dengan alasan inilah ia diberi laqab Reza. Kedua, sebagian Sejarawan menyatakan bahwa yang memberikan laqab ridho adalah khalifah makmun ketika imam diangkat menjadi penasehatnya. Pandangan ini kemudian disanggah oleh anaknya imam Ridho yaitu, imam Jawad. Imam Jawad berkata, “Mereka berkata bohong dan berdosa! Kenyataannya tidak begitu. Bukan Makmun yang memberikan laqab tersebut, melainkan Allah SWT yang memberikannya karena di langit Allah ridho pada dirinya dan di bumi selain Allah meridhoi Rasul dan para imam setelah dia. Ketiga, sebagian lainnya meyakini bahwa yang memberikan laqab ini adalah ayahnya imam Musa Kadzim. Sulaiman ibn Hafsh berkata bahwa imam Musa ibn Ja’far memberikan nama Ridho pada puteranya dan dengan nama inilah ia memanggilnya, Ali ibn Musa Ridho.
Analisis Irfani Laqab Reza
Maqom ini memiliki pandangan tersendiri di mata imam Reza di mana itu merupakan namanya sendiri. Imam Reza as menyatakan bahwa ridho merupakan bagian dari rukun iman, “Iman memiliki empat rukun yaitu, bertawakkal pada Allah, ridho atas ketetapannya, melaksanakan perintahnya dan menyerahkan segala urusannya pada Allah.”. iman merupakan cabang dari pengetahuan dan berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa ilmu menghasilkan keimanan dan iman pada keridhoan. Dapat dikatakan bahwa dua faktor penting yang dapat menghantarkan kita pada tingkatan ridho yaitu, 1. Makrifatullah, 2. Kecintaan pada Allah SWT. Maka, tingkatan ridho merupakan buah dari cinta. Karena, kecintaan akan membuat seseorang ridho atas perbuatan kekasihnya dan juga buah dari makrifat, maka semakin tinggi derajat pengetahuannya, maka makin tinggi pula derajat keridhoannya.
Imam Reza meriwayatkan hadis dari ayahnya dan ayahnya dari Rasulullah, “siapa yang tidak ridho atas ketetapan Allah dan tidak mengimani ketetapan Allah, maka mereka harus pada Tuhan lain selain Diriku.” Riwayat ini menunjukkan bahwa ridho merupakan bagian dari keimanan dan keimanan tidak pernah lepas dari dua hal yaitu makrifatullah dan kecintaan pada Allah SWT. Mencintai harus didasari dengan upaya pengenalan terhadap kekasih. Sehingga rangkaian makrifatullah, mahabbah akan menghantarkan kita pada satu maqom spiritual yaitu, Ridho.
(Fardiana Fikria Qur’any, S. Th, I., M. Ud)