Kajian Singkat Al-Muwaththa’ Imam Malik (Bag. Keempat)
c) Mengenal Kitab Al-Muwaththa’ Imam Malik
* Penamaan Kitab Al-Muwaththa’
Mengapa Imam Malik memberikan nama kitabnya Al-Muwaththa’? Dalam hal ini, Imam Malik sendiri berkata, “Aku telah sodorkan kitabku ini kepada 70 fakih Madinah. Semuanya memberikan kesepakatan mereka. Maka aku menamakannya Al-Muwaththa’ (yang disepakati).”[1]
* Kedudukan dan nilai kitab Al-Muwaththa’
Beberapa ulama Ahlu Sunnah memberikan pandangan mereka seputar kedudukan dan nilai kitab Al-Muwaththa’ Imam Malik ini:[2]
1- Imam Syafi’i: “Al-Muwaththa’ adalah kitab paling shahih setelah Kitabullah.”
2- Ibnu Al-Arabi: “Al-Muwaththa’ adalah pokok pertama dan inti sari, sedangkan Bukhari adalah pokok kedua dalam hal ini. Semua kitab seperti Muslim dan Tirmidzi bertumpu kepada keduanya.”
3- Ibnu Hajar: “Imam Malik telah menulis kitabnya dengan 10 ribu hadis. Beliau selalu mentelaah di setiap tahunnya dan menghapus sebagiannya hingga menjadi seperti sekarang ini.”
Umar bin Abdul Wahid, orang dekat Auza’i berkata: “Kami membaca kitab Al-Muwaththa’ selama 40 hari di hadapan Malik… Imam Malik berkata: “Aku menyusunnya selama 40 tahun dan kalian ingin memahami semuanya hanya dalam jangka waktu 40 hari? Sungguh pemahaman kalian sangat pendek (dangkal).””
4- Bukhari berkata: “Sanad yang paling shahih adalah Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar.” Oleh karena itu, Bukhari banyak memberikan perhatian kepada hadis-hadis yang dinukil dari jalur tersebut.
5- Dehlawi[3] berkata: “Al-Muwaththa’ adalah kitab yang paling shahih, termasyhur, terdahulu dan komprehensif. Penduduk Irak bersepakat dalam mengamalkannya dan menjadikan landasan mazhab Syafi’i dan Hanbali. Kitab Imam Malik ini juga menjadi lentera mazhab Abu Hanifah, Syaibani, Qadhi Abu Yusuf (penulis kitab Kharaj). Hubungan mazhab-mazhab tersebut dengan kitab Al-Muwaththa’ seperti syarah dengan teks aslinya.”
6- Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku mendengar kitab Al-Muwaththa’ dari lebih dari 10 orang penghafal yang merupakan murid-murid Imam Malik. Maka aku sodorkan kepada Syafi’i karena ia yang paling kuat di antara mereka.”
7- As-Sarqasti (wafat tahun 535 H.) dan Ibnu Atsir menjadikan kitab Al-Muwaththa’ sejajar dengan Shihah Sittah.
8- Suyuti dalam Tanwir Al-Hawalik berkata: “Yang tampaknya benar adalah bahwa seluruh kandungan kitab Al-Muwaththa’ adalah shahih dan tidak ada pengecualian.”
* Jalur-jalur Kitab Al-Muwaththa’
Disebutkan bahwa kitab Al-Muwaththa’ memiliki 11 atau 12 atau bahkan 14 jalur. Yang paling terkenal adalah sebagai berikut:
- Jalur “Abdurrahman bin Misri” yang dipilih oleh Ahmad bin Hanbal.
- Jalur “Tunaisi” yang dipilih oleh Bukhari.
- Jalur “Yahya bin Yahya At-Tamimi An-Nisyaburi” yang dipilih oleh Muslim.
- Jalur “Qa’nabi” yang dipilih oleh Abu Daud.
- Jalur “Qutaibah bin Sa’id” yang dipilih oleh Nasai.
Masing-masing dari 5 jalur ini memiliki perbedaan dengan yang lainnya dalam menukil hadis yang terkadang perbedaannya hingga mencapai 300 hadis.
– Sanggahan yang muncul:
Mereka yang meyakini kitab Al-Muwaththa’ sebagai kitab yang paling shahih setelah Kitabullah, seharusnya menentukan jalur mana yang shahih dan hadis-hadis mana yang bukan menjadi bagian dari kitab tersebut.
* Naskah-naskah Kitab Al-Muwaththa’
1- Naskah Al-Masmudi.
Selain tiga bab, Al-Masmudi mendengar Al-Muwaththa’ dari Imam Malik tanpa perantara.
2- Naskah Ibnu Wahab Misri (wafat tahun 299 H.)
Naskah ini berbeda dengan naskah-naskah lainnya, misalnya hadis berikut ini hanya terdapat dalam naskah tersebut:
“اُمِرْتُ اَنْ اُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّي يَقُوْلُوْا لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ”
3- Naskah Abu Abdurrahman Misri (wafat tahun 291 H.)
Juga terdapat beberapa riwayat yang tidak dimuat dalam naskah lain.
4- Naskah Qa’nabi (wafat tahun 231 H.)
Riwayat berikut hanya terdapat dalam naskah ini:
“لاتطرونی کما اطرت النصاری عیسی بن مریم، فانما انا عبدالله و رسوله”
5- Naskah At-Tunaisi (Bukhari menukil hadis darinya)
6- Naskah Ma’n Al-Qazzaz (wafat tahun 198 H.)
Aisyah berkata:
كان رسول الله (صلي الله عليه و آله) يصلي في الليل فان فرغ من صلاته فان كنت يقظانة يتحىث معي و الا اضطجع يأتيه المؤذن
7- Naskah Said bin Ufair (wafat tahun 226 H.)
8- Naskah Ibnu Bukair (wafat tahun 231 H.)
Dalam naskah ini diriwayatkan:
ما زال جبرئيل اوصاني بالجار حتي ظننته انه ليورثنه
9- Naskah Abu Mush’ab Zuhri (wafat tahun 242 H.)
10- Naskah Mush’ab Zubairi
11- Naskah Muhammad bin Al-Mubarak
12- Naskah Sulaiman bin Burd
13- Naskah Suwaid bin Said
14- Naskah Muhammad bin Hasan Syaibani.[4]
* Pertanyaannya:
Karena masing-masing naskah mengandung beberapa riwayat yang tidak dikandung oleh naskah lain, naskah mana yang kita ambil sebagai kitab Al-Muwaththa’ Imam Malik? Manakah Al-Muwaththa’ Imam Malik?!
* Jumlah Hadis
Total hadis Al-Muwaththa’ mencapai 1.000 hadis. Tentu saja dalam sebagian naskah bahkan mencapai 1.720 hadis.
Abu Mush’ab Az-Zuhri berkata, “Dari total tersebut, 600 hadis musnad, 200 hadis mursal, 613 hadis mauquf dan 285 hadis dari tabi’in (maqthu’).[5]
Bab-bab Kitab Al-Muwaththa’
Imam Malik menyusun kitab Al-Muwaththa’ berdasarkan bab-bab fikih dan hampir semuanya mengandung mayoritas bab fikih dan selain itu, Imam Malik membawakan sebagian pembahasan akhlak. Kitab Al-Muwaththa’ mencakup 61 kitab.
=================
[1] Al-Muwaththa’, 1/4.
[2] Muqaddimah Muwaththa’.
[3] Dehlawi menulis syarah untuk kitab Al-Muwaththa’. Muqaddimah Al-Muwaththa’, jilid 1.
[4] Mukaddimah Kitab Al-Muwaththa’.
[5] Berkenaan dengan hadis-hadis mursal dalam AlMuwaththa’, Ibnu Abdul Barr menyusun sebuah kitab yang menyebutkan hadis-hadis mursal dan munqathi. Ia berkata, “Aku telah meneliti riwayat Imam Malik dari tsiqah atau ungkapan “بلغنی” yang berjumlah 61 dan aku menemukan sanad-sanadnya, kecuali 4 hadis yang tidak aku temukan sanadnya.
Suyuti dalam rangka membela hadis-hadis mursal dalam Al-Muwaththa’ berkata, “Setiap hadis yang dimuat dalam Al-Muwaththa’ memiliki dalil dan seluruh hadisnya memiliki sanad. Oleh karena itu, Al-Mu’alliq kitab Al-Muwaththa’ menulis, “Seluruh isi kitab Al-Muwaththa’ adalah shahih dan tidak dikecualikan sesuatu pun darinya.””