Kedudukan Aksial Perempuan dan Keluarga dalam Islam Menurut Perspektif Rahbar
Esmat Sepehri*
Ayatullah Khamenei melihat permasalahan okupasi atau kesibukan perempuan dalam masyarakat sebagai sebuah hal yang dapat diterima dan tidak dilarang, akan tetapi beliau menegaskan: “Dalam hal ini harus sepenuhnya menjaga dua syarat utama. Pertama bahwa okupasi tidak mempengaruhi pekerjaan dasar perempuan di rumah & keluarga dan mengalahkan tanggung jawab penting sebagai isteri dan ibu. Kedua bahwa permasalahan muhrim dan non-muhrim (di tengah masyarakat) terjaga dengan baik”.
Salah satu kebutuhan masyarakat manusia adalah kecenderungan membentuk keluarga. Signifikansi lembaga (kecil) ini dalam kestabilan dan terciptanya sistem sosial – kultural masyarakat sangat jelas bagi setiap orang. Dalam hal ini, perempuan memiliki peran aksial dan eksklusif dalam lembaga suci keluarga. Problem masyarakat hari ini, terutama di Barat, terkait perempuan dan keluarga karena tidak memperhatikan kedudukan hakiki perempuan dalam keluarga & masyarakat dan pendekatan-pendekatan yang saling kontradiksi dan tidak tepat terkait kategori ini.
Dalam ajaran Islam yang memberikan kehidupan, karena pandangan realistis agama ini terhadap manusia, tugas dan taklifnya, kedudukan perempuan juga menjadi bahan atensi secara prinsipal dan logis. Dengan memperhatikan struktur jasmani dan ruhani perempuan, agama samawi Islam telah memaparkan hak dan kewajiban perempuan. Sementara dalam pandangan dan pendekatan Barat; posisi dan kedudukan perempuan yang sesungguhnya tidak menjadi bahan perhatian. Oleh karena itu, dunia hari ini membutuhkan pengetahuan yang dalam dan multilateral terhadap kedudukan lapisan besar masyarakat ini dalam ajaran Islam untuk menyelesaikan problematika perempuan sehingga hal itu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kedudukan perempuan.
Masalah perempuan dan keluarga termasuk kategori signifikan yang sejak awal kemenangan revolusi Islam Iran menjadi bahan perhatian. Salah satu target revolusi Islam Iran adalah membawa perempuan kepada kedudukan tingginya yang selalu ditekankan dalam agama Islam. Imam Khomeini ra, pendiri Republik Islam Iran dan Ayatullah Khamenei dalam berbagai kesempatan senantiasa menekankan supaya mempersiapkan kondisi politik, ekonomi dan kultural masyarakat untuk kehadiran aktif perempuan dalam berbagai bidang sosial masyarakat dengan menjaga martabat dan kedudukan perempuan sebagai ibu/induk dan poros keluarga. Beberapa waktu lalu diselenggarakan Konferensi Ketiga Pemikiran-pemikiran Strategis Republik Islam Iran di hadapan Pemimpin Tertinggi revolusi Islam dan diikuti oleh beberapa cendikiawan, dosen dan guru besar Hauzah dan mengkaji berbagai dimensi topik perempuan dan keluarga. Dalam hal ini kita akan menyebutkan sebagian poros penting yang dipaparkan dalam penjelasan Ayatullah Khamenei.
Ayatullah Khamenei, dalam Konferensi tersebut melihat peran dan kontribusi perempuan dalam sistem (pemerintahan) Islam sangat istimewa dan tidak tergantikan seraya mengingatkan: “Peran perempuan pada masa perjuangan kemenangan revolusi Islam, pasca revolusi terutama masa pertahanan suci (perang 7 tahun dengan Irak) yang sangat sulit dan dalam berbagai bidang, adalah peran yang berpengaruh, istimewa dan tidak tergantikan yang tidak dapat diukur dengan standar apapun.” Menurut Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Ayatullah Khamenei, orang pertama yang memahami peran dan kedudukan istimewa parempuan dan membuka lahan bagi perempuan untuk memainkan perannya yang layak adalah Imam Khomeini ra, pendiri Republik Islam Iran.
Keluarga adalah unsur utama perkembangan dan kemajuan manusia dan perempuan termasuk central dan poros pokok lembaga (kecil) ini. Keluarga sangat signifikan dalam menciptakan kedamaian jiwa dan mental dalam masyarakat. Al-Quran al-Karim membahas tema ini secara tepat dan melihat salah satu tanda Ilahi adalah terciptanya mawaddah dan rahmah di antara perempuan dan lelaku dalam keluarga. Pemimpin revolusi Islam meyakini salah satu sebab penting urgensitas memperhatikan topik perempuan adalah peran dasar dan aksial perempuan perempuan dalam keluarga. Beliau mengingatkan: “Dalam pandangan Islam, keluarga merupakan pondasi yang sangat penting dan sel utama masyarakat sehingga tanpa terwujudnya keluarga yang sehat, sakinah dan bahagia, kemajuan masyarakat terutama kemajuan kultural tidak mungkin dan keluarga seperti ini juga tidak akan terbentuk dan berlanjut tanpa kehadiran perempuan-perempuan mukminah dan berakal.”
Rahbar meyakini bahwa apabila perempuan memiliki keamanan dan kenyamanan mental dan moral, maka pada hakekatnya suami dianggap sebagai pakaian baginya, sebagaimana ia juga menjadi pakaian bagi suami. Beliau mempercayai sebagaimana diinginkan oleh al-Quran, harus tercipta mawaddah dan rahmah di antara perempuan dan lelaki (suami isteri), sehingga ketika itu problematika di luar keluarga bagi perempuan akan dapat ditahan. Apabila perempuan di tempat kenyamanan dan pos utamanya, yaitu rumah mampu mengurangi problematikanya sendiri, maka tidak diragukan lagi akan dapat mengalahkan problematikan di tengah masyarakat.
Di Barat, perempuan dan keluarga tidak dianggap sebagai rukun utama. Rahbar menganggap konsentrasi lawan terhadap kategori perempuan sebagai salah satu pijakan serangan politik – propaganda terhadap sistem Islam, sebagai urgensitas lain perhatian penuh terhadap kategori perempuan. Beliau menambahkan: “Dengan mencerahkan opini publik masyarakat dunia kita tidak boleh memberikan kesempatan terwujudnya target-target para politikus dan programmer Barat dalam menyerang dasar-dasar Islam di bidang perempuan.”
Dalam hal ini beliau menyinggung pengelakan diri Barat secara cerdik dari masuk ke dalam kategori keluarga dan mengingatkan: “Orang-orang Barat banyak melontarkan pembahasan perempuan, akan tetapi mereka tidak menyebut tantang keluarga, karena pembahasan keluarga merupakan titik kelemahan mereka yang menonjol.”
Di Barat, perkembangan perempuan adalah satu arah, hanya dalam bidang seksual dan lenyapnya komitmen moral dan spiritual telah merubah mereka menjadi barang commodty untuk pelampiasan syahwat kaum lelaki. Rahbar menilai pandangan Barat terhadap perempuan adalah kesesatan, penyelewengan yang dalam, penghinaan terbesar dan pukulan terhadap kemuliaan perempuan dan beliau menambahkan: “Bahkan kaum feminism yang paling ekstrim sekalipun, bertentangan dengan bayangan mereka juga sedang melancarkan pukulan mendasar kepada perempuan. Karena dengan menyia-nyiakan perempuan, mereka merubahnya menjadi sarana untuk kepuasan syahwat lelaki dan sangat disayangkan, permasalahan ini juga merupakan sebuah fenomena biasa dan telah diterima dalam opini publik Barat.”
Paras perempuan yang digambarkan agama Islam adalah paras seorang manusia sempurna yang memiliki kesamaan dengan lelaki dalam seluruh dimensi kemanusiaan. Dengan kata lain, kompetensi dan potensi yang telah diberikan Allah swt kepada orang-orang lelaki untuk meniti jalan kesempurnaan dan kebahagiaan, juga diberikan di dalam wujud perempuan. Rahbar meyakini pandangan Islam terhadap perempuan sangat luar biasa tinggi dan menekankan: “Dalam perspektif dasar Islam, perempuan tidak memiliki perbedaan sedikitpun dari sisi kemanusiaannya dan keduanya menurut argumentasi ayat-ayat al-Quran sepenuhnya sama di jalur ketinggian dan kedekatan Ilahi.”
Menurut pandangan beliau, gender dalam Islam adalah sebuah hal yang bersifat sekunder dan aksidental yang dalam fungsi kehidupan menemukan makna dan konsepsinya dan sedikitpun tidak berpengaruh dalam kedudukan perempuan dan lelaki dalam Islam. Beliau mendeskripsikan peran perempuan sebagai isteri dan ibu sangat luar biasa penting dan mengingatkan bahwa isteri yang baik dapat merubah lelaki di masyarakat menjadi sebuah komponen yang berguna dan berpengaruh.
Suatu masyarakat yang melangkahkan kakinya ke arah keadilan, secara lazim harus menciptakan budaya dan jiwa partisipasi dalam lingkungan keluarga. Salah satu topik pembahasan yang berhubungan dengan ekonomi keluarga adalah kesibukan (pekerjaan) perempuan dan lelaki. Tentu saja kesempurnaan lelaki adalah ia mencurahkan usahanya ke jalur kemajuan keluarga dan kenyamanan isteri dan anak, sedangkan kesempurnaan perempuan karena memiliki kelembutan feeling yang dititipkan dalam dirinya untuk mendidik anak. Di antara kumpulan keistimewaan individual, keluarga dan okupasi, biasanya adalah kondisi kesibukan perempuan yang berpengaruh terhadap munculnya pertentangan peran perempuan di rumah dan masyarakat. Ayatullah Khamenei melihat permasalahan okupasi atau kesibukan perempuan dalam masyarakat sebagai sebuah hal yang dapat diterima dan tidak dilarang, akan tetapi beliau menegaskan: “Dalam hal ini harus sepenuhnya menjaga dua syarat utama. Pertama bahwa okupasi tidak mempengaruhi pekerjaan dasar perempuan di rumah & keluarga dan mengalahkan tanggung jawab penting sebagai isteri dan ibu. Kedua bahwa permasalahan muhrim dan non-muhrim (di tengah masyarakat) terjaga dengan baik”. Dalam hal ini beliau memberikan nasehat kepada pemerintah untuk membantu kaum perempuan yang bekerja dengan cara memberikan sebuah program yang mereka dapat melaksanakan pekerjaan utama mereka yaitu mengurus rumah dan keluarga juga.
Karena Islam adalah sebuah agama yang seimbang, maka ia tidak menerima ekstrimisme (berkekurangan dan berlebihan) dalam segala bidang apapun. Dengan memberikan motifasi dan dorongan kepada individu-individu untuk menikah dan membangun keluarga, agama samawi ini mencegah banyak konsekwensi, kerusakan dan kerugian individual dan sosial dalam masyarakat. Poin penting lain yang menjadi bahan perhatian Rahbar dalam konferensi ini adalah kategori pernikahan sebagai sebuah topik suci. Beliau menilai pernikahan sebagai sebuah topik suci dalam berbagai agama, khususnya agama Islam dan mengingatkan kembali: “Sisi kesucian pernikahan tidak boleh dilenyapkan dalam masyarakat dengan sebagian perbuatan yang buruk seperti mas kawin yang berat dan atau seremoni dan formalitas serta pembiayaan yang berlebihan.” Beliau menekankan tersebarnya pernikahan yang sederhana dan minim biaya.
Kaum lelaki pun memiliki peran yang sepadan dalam menjaga keutuhan dan keberlanjutan keluarga serta mempertahankan kehangatannya. Ayatullah Khamenei mengevaluasi peran kaum lelaki juga dalam melindungi dunia keluarga sangat berpengaruh dan mengingatkan: “Salah satu tugas penting kaum lelaki adalah memberikan apresiasi dan penghormatan selalu terhadap peran dan jerih payah kaum perempuan di rumah, khususnya kaum perempuan yang memiliki kesempatan beraktifitas di luar rumah, akan tetapi mereka tidak memilih kesibukan di luar rumah demi menjalankan peran sebagai ibu seutuhnya.”
Hari ini, salah satu permasalahan utama masyarakat Barat adalah permasalahan diinjak-injaknya tradisi generasi tua oleh generasi muda sehingga secara otomatis melemahkan kekokohan keluarga. Berbeda dengan Islam, salah satu faktor kekokohan keluarga adalah wejangan kepada kaum muda untuk menghormati kedua orang tua. Ayatullah Khamenei, sambil menyinggung peran anak dalam keluarga melihat salah satu tugas mereka adalah menghormati ayah dan ibu.
Ayatullah Khamenei di akhir orasi, dengan menyinggung banyak hal yang belum digarap dalam permasalahan perempuan dan keluarga melihat pemaparan teori dan menciptakan dialog dalam hal ini sebagai kebutuhan yang riil dan menekankan bahwa pekerjaan ini harus menjadi perhatian ulama, cendikiawan, teoritis Hauzah dan perguruan tinggi dan peran media masa dalam hal ini juga sangat besar. Demikian pula beliau menganggap produksi teori dan teladan yang tinggi dari Islam dalam topik perempuan dan keluarga sebagai salah satu pekerjaan fundamental kaum teoritis.**
translate by Kiflia Batul