Konsep Insan Kamil Ibn Arabi dalam Tasawuf Nusantara ( Bagian Kedua)

insan kamil
Beberapa penulis kontemporal, teori dan pandangan insan kamil dianggap bersumber dari budaya non-Islam. Gulpanarli, salah seorang peneliti kesohor Turki berpandangan bahwa pandangan insan kamil berasal dari ajaran Budhaisme. Menurutnya, banyak pemikiran dari teori ini yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani dan Yahudi. Bahkan sebagian lagi berpandangan bahwa akar pemikiran ini berasal dari Iran pra-Islam dan dongeng/legenda Kiyumarts. Bahkan ada lagi yang berpendapat bahwa teori ini dapat ditemukan pada pelbagai karya Hermesi dan Ghanusi serta ajaran-ajaran pra-Yahudi.
Tampaknya sumber pandangan insan kamil pun ditemukan dalam Alquran dan layak untuk diperhatikan. Alquran memandang bahwa khalifah manusia itu adalah ciptaan Ilahi dan menyebut insan kamil sebagai imam. Dalam surah al Baqrah dijelaskan:
واذا ابـتـلـی ابـراهیـم ربه بکلمات فـاتمهن قـال انـی جـاعلک للناس اماما
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. (QS. Al Baqarah: 124)
Jadi, Alquran dan isyarat yang terdapat dalam kitab Nahjul Balaghah, karya Sayidina Ali bin Abi Thalib dan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para imam Syiah dimana hal ini memerlukan penelitian tersendiri, juga Muhammad bin Ali al Hakim at Turmudzi (wafat 255 H), Abu Yazid Busthami (wafat 264 H) dan Husain bin Manshur al Hallaj (wafat 309 H) adalah orang-orang yang pertama kali mempopularkan terori insan kamil.
Hallaj, dengan bersandar kepada hadis Nabi saw:
(ان الله خلق آدم علـی صـورته)
Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan gambarnya
Meyakini bahwa manusia terdiri dari dua unsur, yaitu karakter kemanusiaan (nasut) dan ketuhanan (lahut). Dua karakter ini yang noabene tampak dualis namun dua-duanya sejatinya saling menyatu dan bercampur, seperti percampuran minuman keras.4
Ibn Arabi dan Konsep Insan Kamil
Ketika Ibn Arabi membahas manusia, beliau biasanya mengarahkan pembahasannya pada manusia sempurna, bukan manusia biasa yang umumnya dikenal dengan pelupa dan bodoh. Hakikat manusia sempurna yang dimaksudkan adalah arketipe abadi dan kekal dari seluruh manusia sempurna secara individual.
Muhyiddin Ibn Arabi menggunakan istilah manusia sempurna (insan kamil) dari sisi pandangan khusus tasawuf. Beliau mengambil pandangan al Hallaj lalu mengubahnya secara mendasar dan cakupannya pun dikembangkan secara jauh lebih luas.
Ibn Arabi dualisme aspek “lahut” dan “nasut” ditampilkannya dalam satu hakikat, bukan memiliki zat atau esensi tersendiri, lalu lahut dan nasut bukan hanya terdapat pada manusia, bahkan secara potensial ia mewujud pada setiap perkara yang lain, bahkan di otak pun terdapat peran keduanya, sehingga pada segala sesuatu dapat dikenali nasut sebagai manifestasi eksternal dan lahut sebagai manifestasi internal/batin. Namun Allah SWT yang memanifestasi (tajalli) pada segala sesuatu secara nyata, Dia mengejawantah secara sempurna pada sosok insan kamil dimana para nabi dan para wali merupakan contoh kongkrit yang paling menonjol darinya.
Pandangan ini merupakan tema asli dua kitab utama beliau, Fushus al Hikam dan at Tadbirat al Ilahiyyah, dan banyak bagian-bagian penting dari kitab tersebut yang kemudian ditelaah dan dikajinya kembali dalam kitab Futuhat al Makkiyah dan pelbagai karya beliau lainnya. Kitab Fushus al Hikam yang kemudian begitu tenar di kalangan umat Islam menjadi gita sufistik yang sangat disambut oleh para ulama kenamaan. Dalam beberapa abad yang lalu, lebih dari seratus sepuluh syarah dalam bahasa Persia, Turki, dan Arab ditulis untuk buku ini dan pandangan/teori insan kamil dipaparkan sebagai salah satu diskursus klasik mistik teoritis (`irfan nazhari).
Fushus al Hikam mempunyai dua puluh tujuh fash (segmen) dan masing-masing fash dinamai dengan nama-nama para nabi dimana mereka merupakan manifestasi insan kamil di zamannya dan salah satu dari pengejawantahan Muhammadiyah (Nur Muhammad) dan manifesati yang komprehensif dan holistik dari insan kamil adalah Nabi Muhammad saw.
Ibn Arabi memandang bahwa insan kamil adalah wakil yang benar/sah di muka bumi dan muallimul mulk (pengajar alam gaib) di langit. Dalam perspektif beliau, insan kamil adalah potret yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah dan derajatnya lebih baik dari batasan mungkin dan lebih tinggi dari maqam ciptaan (makhluk). Karena kedudukannya, pancaran rahmat dan bantuan al Haq (Allah SWT)—yang merupakan penyebab kelestarian alam—sampai kepada alam.
Insan kamil adalah ciptaan yang azali dan abadi dan kalimat penentu dan komprehensi. Dengan perantara manusia seutuhnya, rahasia-rahasia Ilahi dan makrifat-makrifat hakiki mewujud dan hubungan yang pertama dan yang terakhir tersambung serta tingkatan alam batin dan alam lahir menyempurna. Insan kamil adalah wadah seluruh peran dan duplikat asma-asma Ilahi dan hakikat-hakikat kekinian. Insan kamil merupakan rahmat terbesar al Haqq bagi makhluk. Insan kamil adalah ruh alam dan alam adalah jasadnya. Sebagaimana ruh mengatur dan menguasai badan melalui kekuatan-kekuatan spiritual dan fisik, insan kamil juga—melalui asma-asma Ilahi dimana Allah mengajarkan pelbagai rahasianya kepadanya—mengintervensi alam dan sebagaimana ruh menjadi penyebab kehidupan badan, dan ketika ruh meninggalkan/mengabaikan badan maka badan akan menderita dan tidak akan menyempurna maka insan kamil pun menjadi faktor kehidupan alam dan ketika ia meninggalkan alam ini, maka alam akan rusak dan kehilangan makna. Dan insan kamil adalah manifestasi pertama dari makhluk yang Zat Ahadiyah memantulkan cahaya-Nya kepadanya.
bersambung
Muhammad ‘Irfani