Makhluk Individual: Hakikat Manusia dalam al-Qur’an
Oleh: Fardiana Fikria Qur’any, MA
Pemahaman dan pengertian tentang manusia adalah hal yang sangat penting. Karena bentuk pendidikan seperti apakah yang akan diterapkan pada manusia diawali dari sebuah definisi tentang manusia itu sendiri. Selain pemahaman hakikat manusia yang penting, al-Qur’an sebagai kitab suci agama Islam juga menjadi penting untuk dipelajari karena tidak sedikit ayat-ayat yang membahas tentang hakikat manusia.
Setidaknya ada tiga istilah yang digunakan al-Qur’an dalam membicarakan tentang manusia itu sendiri yaitu, basyar, insan, bani adam. Basyar terdapat pada surah al-Hijr ayat 28. Pada umumnya, kata basyar yang secara etimologi berarti kabar gembira, dalam konteks manusia membahas tentang manusia dalam dimensi fisiknya. Adapun Istilah insan bukan saja terdapat dalam 65 kali dalam al-Qur’an tetapi juga dikhususkan menjadi nama satu surat yaitu, surah al-Insan. Di antara ayat-ayat yang menyertakan kata ‘insan’ di dalamnya ialah sebagai berikut:
Surah ar Rahman ayat 3-4:
خَلَقَ الْإِنْسانَ () عَلَّمَهُ الْبَيانَ
Artinya: Dia menciptakan manusia (3) mengajarnya pandai berbicara (4)
Surah al-Ahzab ayat 72:
إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh (72)
Istliah terakhir yang digunakan al-Qur’an ialah, bani Adam. Kata ini terdapat dalam berbagai ayat di antaranya terdapat pada surah Al-Rum ayat 30 dan surah al-Fathir ayat 28. Dalam dua ayat tersebut kata basyar bermakna manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Adam dan bersebaran di muka bumi ini. Dengan demikian, dari tiga istilah yang digunakan oleh al-Qur’an, kita bisa menyimpulkan bahwa Islam melihat manusia bukan saja makhluk yang memiliki fisik belaka tetapi juga memiliki dimensi lainnya yaitu, dimensi spiritual, jiwa yang non fisik. Selain itu juga, kesejarahan anak manusia tidak bisa terlepas dari sosok moyangnya yaitu, Adam as.
Titik tekan lainnya yang harus kita lihat bahwasanya anak Adam di alam ini, apapun agamanya, apapun warna dan jenis kulitnya, di manapun mereka berada adalah manusia yang memiliki potensialitas lahir dan batin. Secara lahiriah sejak bayi, manusia memiliki potensialitas perkembangan fisiknya yang kelak menjadi anak-anak, remaja, dewasa dan menua, Manusia juga memiliki alat pengetahuan yang sifatnya lahir atau menangkap objek-objek inderawi, lahiriah yaitu, lima panca indera. Secara batiniyah, manusia memiliki potensi untuk menyingkap sesuatu yang lebih atau melampaui materi, potensi inilah yang disebut sebagai fitrah oleh Murtadha Muthahhari.
Al-Qur’an juga mengisyaratkan fitrah dalam ayat-ayatnya di antaranya:
- QS: ar-Rum ayat 30: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
- Al-Anbiya’ ayat 56: Ibrahim berkata: “Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku Termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu”.
Banyak sekali definisi tentang fitrah, namun yang dimaksud Muthahhari di sini, fitrah merupakan suatu kondisi manusia dari penciptaannya. Setidaknya, Muthahhari menyebutkan beberapa kondisi di dalam diri manusia yang merupakan fitrah di antaranya, mencintai kebenaran, ilmu pengetahuan, kedudukan, seksualitas, keindahan. Kesemuanya itu berkaitan dengan kemanusiaan manusia bukan sisi jasmaniyahnya saja, meskipun dengan begitu tidak menafikan dua dimensi yaitu, jasmani dan ruhani.
Kondisi fitrawi ini terdapat pada tiap-tiap diri manusia apapun agama, ras, suku dan jenis kulitnya. Terdapat tuntutan kebutuhan yang bersifat fitrawi dalam diri manusia baik kebutuhan jasmani maupun ruhani. Kebutuhan jasmani murni berkaitan dengan jsmani dan di saat yang sama ia adalah fitrawi seperti seksualitas. Seksualitas berhubungan dengan sesuatu yang bersifat jasmani dan karna seksualitas itu fitrawi, maka sifatnya adalah suci. Dorongan fitrawi ini perlu diberikan jalan realisasinya agar kesuciannya tetap terjaga. Kebutuhan ruhani ini berkaitan dengan kelezatan ruhani. Salah satu contoh dari kebutuhan ruhani yang bersifat fitri ialah, rasa berkuasa. Seorang ibu dan seorang ayah memiliki kebutuhan ruhani yang bersifat fitrawi karena keduanya memiliki rasa ingin berkuasa, dihormati sesuatu yang ruhani bersifat fitrawi.
Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa manusia secara individual memiliki dua dimensi yaitu, jasmani dan ruhani di mana masing-masing dimensi itu memiliki kebutuhan yang bersifat fitrawi dan sesuatu yang bersifat fitrawi itu adalah suci karena berasal dari Tuhan Yang Maha Suci. Kesimpulannya ialah, hakikat manusia bukan saja sesuatu yang bersifat fisik, melainkan bersifat ruhani. Manusia adalah makhluk yang berfisik lagi berakal dan berjiwa.