Melihat dan Mengenal Lebih Dekat Keluarga Al-Husein as
Dari kisah sebelumnya kita memahami keimanan Al-Husein dan bagaimana agama Islam membuatnya teguh untuk bangkit demi keadilan sosial melawan Yazid. Dalam kisah berikutnya kita akan melihat lebih dekat mengenai keluarga Al-Husein. Kehidupan mereka memberikan peran penting bagi Al-Husein untuk bangkit dan peran mereka pula menjadi inspirasi bagi seluruh umat manusia.
Ahlul Bait, artinya adalah “penghuni rumah” atau yang lebih mudah dipahami sebagai keluarga, hal ini mengacu kepada keluarga Nabi Muhammad Saw, dimana anggotanya sebagai berikut:
- Nabi Muhammad Saw – sebagai nabi terakhir umat Islam
- Ali ibn Abi Thalib – sebagai sepupu, menantu Nabi Muhammad dan Khalifah ke empat
- Fatimah Zahra bint Muhammad – sebagai putri Nabi Muhammad dan istri Ali ibn Abi Thalib
- Al-Hasan ibn Ali – sebagai anak tertua Ali dan Fatimah serta kakak tertua Al-Husein
- Al-Husein ibn Ali – sebagai anak Ali dan Fatimah serta adik Al-Hasan
Keluarga Al-Husein memainkan peran penting dalam menyebarkan agama Islam, dan secara luas dipandang sebagai tokoh kunci pembawa hidayah bagi umat Islam. Mereka semua berusaha untuk membangun nilai-nilai kebaikan di kalangan masyarakat sosial mereka. Namun, mereka selalu menghadapi rintangan yang berbeda-beda saat melawan penguasa yang menindas pada zaman mereka.
Berikut rangkuman singkat dari kisah-kisah perjuangan Ahlul Bait yang juga dikenal sebagai Ashabul Kisa’. Kisah ini yang selalu dikenalkan kepada generasi muda para pengikut dan pencintanya agar menjadi contoh di kehidupan mereka:
Nabi Muhammad Saw
Nabi Muhammad Saw lahir pada tahun gajah, tepatnya pada tahun 570 Masehi di Mekah (baca: Saudi Arabia saat ini). Nabi tumbuh dalam masyarakat yang penuh dengan isu-isu seperti rasisme, seksisme (diskriminasi terhadap gender) dan korupsi. Nabi Muhammad adalah seorang pedagang dan memiliki reputasi tinggi karena jujur dan dipercaya – sesuatu yang sangat berbeda di kalangan masyarakat pada masanya.
Nabi Muhammad menerima wahyu Al-Quran sejak masih muda, dan sesuai dengan wahyu ini dia bangkit untuk mereformasi masyarakatnya dan menyelematkan mereka dari perilaku jahat yang telah menjadi tradisi dan budaya disana. Agama Islam berdiri setelah diperjuangkan bertahun-tahun, di mana Nabi Muhammad bersama para sahabat dan pengikutnya membela diri, melawan berbagai serangan dari orang-orang kafir saat itu yang tidak suka terhadap Islam, dianggap Nabi Muhammad pembawa mala petaka dan difitnah sebagai seorang penyihir.
Nabi Muhammad ditengah menyebarkan agama Islam bersabda dihadapan mereka yang menentangnya.
“Kebaikan adalah tanda iman, dan siapa pun yang jahat tidak beriman.”
Sayyidah Fatimah Az-Zahra sa
Setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, keluarganya berada pada posisi yang seharusnya memimpin masyarakat; namun peran mereka dirampas dan keberadaan mereka disingkirkan. Sementara mereka semua tetap berbicara dengan lantang menentang pelanggaran yang terjadi di dalam umat Islam, korupsi dan nilai-nilai moral yang terjadi di masyarakat, mereka mengadopsi metode yang berbeda dalam melakukan tindakan, tidak sama seperti apa yang dilakukan oleh penguasa saat setelah Nabi Muhammad wafat.
Sayyidah Fatima berbicara dengan berani melawan Khalifah yang telah mengambil peran Ali sebagai pengganti Nabi Muhammad. Kejadian yang disebut dengan Saqifah itu membuat Sayyidah Fatimah enggan berbicara dengan Khalifah waktu itu. Sayyidah Fatima meninggal dalam keadaan misterius setelah rumahnya diserang oleh pendukung Khalifah. Sehingga makamnya pun sampai saat ini tidak ada satu pun diantara kita yang mengetahuinya.
Sayyidah Fatimah dipandang sebagai teladan bagi jutaan wanita di seluruh dunia, ia dikenal sebagai seorang yang menjunjung tinggi nilai kesopanan dan berbicara menentang ketidakadilan. Riwayat menulis mengenai khotbah Sayyidah Fatimah yang terkenal, “Allah Swt memerintahkan untuk melakukan kebaikan dan melarang kejahatan sebagai sarana untuk perubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial dan masyarakat.”
Imam Ali ibn Abi Thalib as
Selama masa Nabi dan awal tegaknya agama Islam, Sayyidina Ali dikenal sebagai orang cerdas, pandai, pejuang yang pemberani dan tak gentar, adil, dermawan dan memiliki integritas. Setelah wafatnya Rasulullah, Imam Ali memilih posisi bersabar setelah kejadian saqifah agar tidak membuat fragmen dalam masyarakat dan memicu perang sipil. Kesabaran Imam Ali ini merupakan bagian dari pesan Nabi Muhammad kepadanya, agar tidak memberontak terhadap penguasa saat itu demi menjaga kemaslahatan umat Islam.
Imam Ali ibn Abi Thalib diberi peran kepemimpinan atas permintaan masyarakat setelah 3 khalifah sebelum Imam Ali wafat. Namun, ia terlibat dalam beberapa perang karena lawan politiknya ingin menggulingkannya dan mengambil alih pemerintahannya. Meskipun demikian Imam Ali tetap mendirikan sebuah pemerintahan dan membangun komunitas sosial yang didasarkan pada nilai-nilai keadilan sosial, dan memerangi sebagian besar koruptor dimana prakteknya telah meluas dan mengakar di kehidupan masyarakat.
Namun pada akhirnya, Imam Ali terbunuh saat sedang solat di masjid kota Kufah – kota yang sama yang dituju Al-Husein saat bermigrasi untuk memulai pemberontakannya melawan Yazid. Dalam bersabar Imam Ali mengatakan bahwa “dia yang membuat anda marah, mengendalikan diri anda.”
Imam Hasan ibn Ali as
Al-Hasan adalah putra tertua Imam Ali dan Sayyidah Fatimah. Imam Hasan merupakan tokoh yang diakui di antara umat muslim, karena ia diberi gelar oleh Nabi Muhammad Saw sebagai ‘Pemimpin Pemuda di Surga’ bersama saudaranya Al-Husein. Tak lama setelah membunuh ayahnya, Imam Ali, seorang penguasa bernama Muawiyyah dari Dinasti Ummayah di Damaskus kekuasaannya mulai berkurang. Muawiyyah sebelumnya telah meluncurkan beberapa serangan militer terhadap Imam Ali selama kepemimpinannya.
Al-Hasan menentang Muawiyah selama beberapa tahun, namun Al-Hasan menyadari bahwa tidak memiliki cukup dukungan dari orang-orang untuk menggulingkannya. Ia membuat sebuah perjanjian dengan Muawiyyah yang akan memastikan bahwa Muawiyyah tidak akan menyerahkan kekuasaan kepada putranya Yazid setelah dia meninggal. Namun, Muawiyyah melanggar syarat kesepakatan tersebut, dan Al-Hasan dibunuh dengan cara diracun.
Upaya Al-Hasan membuat kesepakatan dengan Muawiyyah, ia meninggalkan pesan yang mengandung arti yang dalam mengenai hubungan sosial. “Bergaul lah dengan orang-orang dengan adab yang sama seperti Anda ingin mereka bergaul dengan Anda.”
Imam Husein ibn Ali as
Beberapa saat setelah Al-Hasan, kakak laki-laki Al-Husein terbunuh, Muawiyah meninggal dunia dalam keadaan melanggar perjanjian yang diajukan oleh Al-Hasan dengan ia menyerahkan kekuasaannya kepada Yazid, anaknya. Al-Husein karena kewajiban moral menolak untuk memberikan kesetiaan kepada Yazid, yang menyebabkan pemberontakannya dan pertempuran berikutnya di Karbala di mana Al-Husein menjadi martir.
Berikut merupakan salah satu dari ribuan pesan kemanusiaan Al-Husein kepada kita sebelum menjadi martir di Karbala. “Orang yang paling dermawan, adalah orang yang berkorban demi orang lain tanpa pamrih.”
Mengapa Ahlulbay Menjadi Sumber Inspirasi bagi Umat Manusia?
Ahlul Bait menjalani hidup mereka dengan prinsip-prinsip menyebarkan nilai-nilai kebaikan dan mencegah kejahatan. Mereka dengan cara mereka sendiri mengorbankan hidup mereka untuk melakukan hal itu, dan tetap menjadi pahlawan dalam sejarah dengan pelayanan mereka kepada masyarakat dan kemanusiaan.
Mereka semua berusaha untuk membangun keadilan sosial, melalui amal, kasih sayang dan integritas. Ahlul Bait menyampaikan kebijaksanaan mereka kepada sebanyak mungkin orang sepanjang hidup mereka dan ajaran-ajaran serta ucapan mereka menjadi fondasi bagi jutaan orang di seluruh dunia setiap hari.
Terlepas dari agama, strata sosial, warna kulit, etnis atau kepercayaan apa pun yang kita miliki – apa yang mereka perjuangkan bersifat universal, dan jika kita bisa mengambil beberapa pelajaran saja dari kehidupan mereka untuk diterapkan di dunia kita sendiri, dunia pasti akan menjadi tempat yang lebih cerah untuk semua orang.