Memahami Legitimasi Republik Islam Iran
MM-Jutaan warga Iran baru saja turun ke jalan di seluruh negeri untuk merayakan peringatan 45 tahun Revolusi Islam 1979. Dipelopori oleh mendiang pemimpin karismatik Ayatollah Ruhullah Khomeini.
Apa itu Republik Islam Iran, apa hubunganya dengan Imam Khomeini. Semua terjawab secara lugas dalam bunyi konstitusi Islam Iran.
Relasi Imam Khomeini dengan Republik Islam
Khomeini adalah seorang politikus ulung. Pemikir, penulis, sufi, bahkan pelaku dan pecinta sastra sufi, terutama karya-karya Hafez. Selain buku, karya tertingginya adalah Republik Islam Iran. Ijtihadnya berupa gagasan sistem Wilayatul Faqih mutlak. Khomeini sendiri seorang wali faqih mutlak. Otoritasnya bukan lagi sebagai penasehat presiden, melainkan penentu diatas presiden. Seperti penentu perang dan damai, juga sebagai komandan tertinggi angkatan bersenjata dan pengelolaan media.
Sebuah pemerintahan Islam berbasis wilayatul faqih yang melawan arus narasi negara modern sekuler (rakyat per se), sekaligus mengakomodasi nilai negara modern-spiritualis (rakyat yang terbimbing). Republik Islam Iran (RII) tegak berdiri berkat gerakan revolusi rakyat. Berkembang secara eklusif di tanah Iran, dan menebar aroma revolusi nilai Islam inklusif-universal.
Fundasi negaranya berbasis nilai Islam revolusioner. Nilai revolusi yang memiliki perbedaan secara fundamental dengan revolusi berbasis pandangan dunia material; Revolusi Cina, Rusia, Inggris dan Prancis. Sebuah revolusi rakyat (republik) dengan pandangan dunia berbasis nilai Islam. Islam yang mengakomodasi justifikasi narasi demokrasi rakyat. Demokrasi yang tunduk dan patuh, menjadi manifestasi nilai Islam. Melahirkan seorang Presiden dan senator islami yang dipilih oleh rakyat secara langsung.
Definisi Republik Islam, sebagaimana dalam Pasal 2, didasarkan pada legitimasi enam keyakinan;
- Tuhan Yang Maha Esa (sebagaimana dinyatakan dalam kalimat “Tidak ada Tuhan selain Allah”), kedaulatan-Nya yang eksklusif dan hak untuk membuat undang-undang, serta perlunya ketundukan terhadap perintah-perintah-Nya;
- Wahyu Ilahi dan peran mendasarnya dalam menetapkan hukum;
- kembalinya kepada Tuhan di alam akhirat, dan peran konstruktif keyakinan ini dalam perjalanan manusia menuju Tuhan;
- keadilan Tuhan dalam penciptaan dan perundang-undangan;
- kepemimpinan yang berkelanjutan (imamah) dan bimbingan abadi, dan peran mendasarnya dalam memastikan proses revolusi Islam yang tidak terputus;
- martabat dan nilai manusia yang luhur, dan kebebasannya dibarengi dengan tanggung jawab di hadapan Tuhan;
di mana kesetaraan, keadilan, kemandirian politik, ekonomi, sosial, dan budaya, serta solidaritas nasional dijamin melalui:
- ijtihad yang berkesinambungan dari para fuqaha’ yang mempunyai kualifikasi yang diperlukan, yang dilaksanakan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Ma’sumin, semoga damai sejahtera;
- ilmu pengetahuan dan seni serta hasil pengalaman manusia yang paling maju, serta upaya untuk memajukannya lebih lanjut;
- penyangkalan terhadap segala bentuk penindasan, baik yang menimpa maupun yang tunduk padanya, dan terhadap dominasi, baik yang memaksakan maupun yang menerimanya.
Sekali lagi, “Republik Islam” adalah esensi pokok Republik Islam Iran (RII). Republik (rakyat) yang berdemokrasi secara spiritual. Demokrasi yang melampaui demokrasi material per se. Sebagaimana demokrasi liberal-kapitalis dan demokrasi sosialis-komunis.
Sementara Iran adalah teritori, statusnya sebagai tanah pinjaman Tuhan untuk mengembangkan evolusi jiwa manusia (individu-masyarakat) menuju Tuhan. Begitu juga, secara geopolitik, di luar teritori Iran adalah ladang evolusi spiritual pembebas manusia dari penindasan dunia dari kolonialisme dan imperialisme. Prakteknya, secara faktual berupa jaringan perlawanan di kawasan (Irak, Suriah, Libanon, Yaman, Palestina) paska kemerdekaan 1979 merupakan satu kesatuan-manifestasi pembebasan dari kekuatan kolonial dunia.
Triaspolitika Transendental
Desain teori politik Republik Islam Iran adalah akomodasi dan pengembangan teori “trias politica Montesquieu”. Levelnya dinaikan menjadi “triaspolitika transcendental” (beyond trias politica Montesquieu). Sistem wali faqih lah yang membuat naik (transendental). Kekuasaan penuh yang mengontrol dan menyeimbangkan kekuatan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kekuatan penuh tersebut dibawah konstitusi Islam, yang mengontrol potensi terjadinya diktatorisme.
Wali Faqih sendiri dipilih secara tidak langsung oleh rakyat. Diangkat oleh Majelis ahli, dimana para anggotanya di pilih oleh rakyat. Wali faqih juga setara dengan rakyat di depan hukum. Sementara kekuatan eksekutif dipimpin seorang presiden yang dipilih rakyat melalui pemilu selama empat tahun sekali. Kekuatan legislatif, terdiri dari para senator mewakili rakyat secara langsung yang dipilih setiap empat tahun sekali, dan tidak mewakili partai. Kekuatan yudikatif dipegang oleh hakim agung (mujtahid adil) dengan masa bakti lima tahun yang di tunjuk Wali Faqih.
Tidak bisa dipungkiri kata Revolusi Islam sendiri membawa implikasi besar. Seorang wali faqih mutlak atau rahbar, pemimpin agung, berkewajiban menahkodai dinamika kapal triaspolitik dari aneka ombak politik domestik dan luar negri. Pemerintahanya harus dalam performa tinggi menjalankan nilai-nilai revolusi, garda terdepan pembela kaum tertindas di seluruh dunia. Spektrum kekuasaan inilah yang disebut wilayah ammah (umum). Inilah pedoman politik lokal dan geopolitik Iran. Sebagaimana bunyi preambul konsitusi RII;
“Dengan memperhatikan muatan Islami Revolusi Iran, yang merupakan gerakan yang bertujuan untuk kemenangan seluruh kaum tertindas (mustad’afun) atas mustakbirun (kaum penindas), Konstitusi memberikan landasan yang diperlukan untuk menjamin kelanjutan Revolusi di dalam dan luar negeri. Secara khusus, dalam pengembangan hubungan internasional, Konstitusi akan berupaya bersama gerakan-gerakan Islam untuk mempersiapkan jalan bagi pembentukan komunitas dunia tunggal (sesuai dengan ayat Al-Qur’an “Inilah umat (rakyat) tunggal, dan Akulah Tuhanmu, maka sembahlah Aku” [21:92]), dan untuk menjamin keberlangsungan perjuangan pembebasan semua bangsa yang termarginalkan dan tertindas di seluruh dunia”.
Umat yang tunggal artinya rakyat dunia yang menyembah Tuhan dan terbebas dari belenggu para penindas kelas dunia. Inilah misi spiritual geopolitik Republik Islam Iran yang dalam praktek aktualnya, melawan pendudukan Israel di Palestina, cabang kolonialisme AS dan Eropa Barat di kawasan timur tengah.