Misteri di Balik Kelahiran Imam Al-Mahdi
Banyak hadis yang mengabarkan bahwa kelahiran al-Mahdi diliputi oleh kerahasiaan. Seperti yang dialami nabi Musa as, atau nabi Ibrahim as menurut sebagian riwayat. Mengenai bahwa ia akan lahir telah dikabarkan oleh para pendahulunya di masa hidup mereka. Mereka memiliki pengetahuan tentang hal yang gaib dan masa datang, dari Rasulullah saw dan pengetahuan beliau ini dari Allah swt.
Kabar tentang kelahirannya adalah mutawatir; diriwayatkan oleh Syiah maupun Ahlussunnah. Namun kelahirannya dirahasiakan, dan ini adalah satu di antara tanda-tanda yang dimiliki al-Mahdi, seorang yang dijanjikan dari keturunan Fatimah salamullah alaiha. Salah satu tujuannya ialah dengan tanda ini yang tak dimiliki oleh seorangpun selain dia, muslimin menjadi tahu bahwa siapapun yang mengaku sebagai al-Mahdi adalah palsu.
Sebab dirahasiakan kelahirannya, ialah agar putra yang lahir ini dapat menyampaikan misinya. Seperti halnya yang dialami nabi Musa as, yang kelahirannya diamankan dari segala upaya Firaun yang ingin membunuhnya. Hal ini sebagai penyempurnaan hujjah Allah, agar ia dapat memainkan peranannya di dalam menyelamatkan bani Israil, menyerukan agama tauhid dan melawan kekuatan firauniyah.
Demikian halnya dengan Imam al-Mahdi semoga Allah menyegerakan kemunculannya. Di tangannya adalah penyelamatan umat manusia, pelenyapan kezaliman dan penegakan keadilan serta pemenangan agama Islam yang Allah ridhai, atas semua agama. Hal ini bukannya di luar pengetahuan para penguasa lalim. Mereka mengetahuinya melalui nash-nash yang menerangkan tentang hal itu.
Mengapa Firaun membunuhi setiap anak laki bani Israil yang lahir? Karena mengetahui kabar kemunculan sang penyelamat mereka, yang akan menggulingkan kekuasaannya. Demikian halnya dengan Rezim Abbasiyah. Mereka mengetahui bahwa al-Mahdi yang dijanjikan adalah dari anak keturunan Fatimah Zahra salamullah alaiha-, dan bahwa ia adalah imam keduabelas dari Ahlulbait Nabi saw.
Upaya-upaya Pencegahan Kedatangannya
Hadis-hadis yang mengabarkan demikian itu telah tersiar di tengah muslimin. Oleh karena itu, mereka melakukan upaya-upaya pencegahan; jangan sampai ada anak laki yang lahir dari Imam Hasan Askari yang mereka ketahui sebagai imam kesebelas Ahlulbait salamullah alaihim.
Andaipun kesahihan hadis-hadis tentang sang penyelamat umat ini dalam status kemungkinan, bagi mereka, bagaimana kalau yang dikatakan itu benar adanya? Hal ini cukup menjadi alasan bagi mereka untuk melakukan antisipasi sesuatu yang tak diinginkan terjadi terhadap eksistensi kekuasaan mereka. Terlebih hal ini adalah perkara yang dipastikan akan terjadinya.
Demi mempertahankan kekuasaan, upaya-upaya pencegahan itu telah mereka lakukan. Yaitu, dengan mensyahidkan tiga imam pendahulunya: ayahnya, Imam Hasan Askari yang syahid dalam usia 28 tahun ; kakeknya, Imam Ali Hadi yang syahid dalam usia 40 tahun; dan ayah kakeknya, Imam Muhammad Jawad dalam usia 25 tahun salamullah alaihim.
Semua itu dilakukan oleh pihak penguasa Abbasiyah untuk menghentikan kedatangan al-Mahdi dari para imam suci ini. Sekiranya kasus besar itu tak tercatat dalam sejarah, tapi yang jelas upaya-upaya keji itu diterangkan dalam sejarah. Para sejarawan menyebutkan bahwa mereka telah memenjarakan Imam Hasan Askari, dan melakukan usaha pembunuhan dalam beberapa kali, sebagaimana yang pernah mereka lakukan terhadap para pendahulunya.
Dalam sebuah riwayat, Imam Hasan Askari mengungkapkan: Bani Umayah dan bani Abbas mengarahkan pedang-pedang mereka kepada kami atas dua sebab:
Pertama, mereka tahu bahwa mereka tidak mempunyai hak dalam kekhalifahan. Mereka khawatir kami akan mengklaimnya dan kekhalifahan berada di tempatnya.
Kedua, mereka mengetahui dari hadis-hadis mutawatir akan lenyapnya kekuasaan para penguasa dan sirnanya kezaliman di tangan al-Qaim dari kami (Ahlulbait Nabi saw), dan mereka tidak ragu-ragu bahwa diri mereka adalah bagian dari dua hal (kekuasaan dan kezaliman) ini.
Mereka lalu berusaha membunuh Ahlulbait Rasulullah saw dan menghabisi anak keturunannya, karena ambisi melakukan pencegahan dari kelahiran al-Qaim dari keluarga suci ini, atau membunuhnya. Tetapi Allah swt tidak menghendaki menyerahkan urusan-Nya kepada seorang dari mereka, “selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” إِلاَّ أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكافِرُونَ (QS: at-Taubah 32).
Pesannya, “Rahasiakan Kelahirannya!”
Samara di penghujung malam jumat, nisfu Sya’ban tahun 255 (atau antara 254 dan 256) hijriyah, lahir “Sang Putra” Imam Hasan Askari dari isterinya yang bernama Narjes. Pada malam itu, Imam meminta bibinya, Sayidah Hakimah binti Imam Jawad, untuk tinggal di rumahnya pada malam itu, dengan pesan penting kepadanya bahwa demi keselamatan yang lahir, kelahirannya harus ia rahasiakan.
Hakimah datang, dan melihat Narjes tak tampak dirinya mengandung. Saat hal yang tak biasa ini ia sampaikan kepada Imam, beliau tersenyum, lalu menjelaskan bahwa Narjes seperti ibu nabi Musa as, yang tak terlihat sedang mengandung dan tak seorangpun yang mengetahuinya sampai ia melahirkan putranya. Sebab, Firaun (orang-orangnya) memburu anak-anak laki bani Israil untuk dibunuh. Hal demikian juga dialami oleh putra Imam Hasan, bahwa pihak penguasa Abbasiyah sedang mengintai kelahirannya.
Waktu menjelang fajar mendukung pengamanan itu, karena biasanya mata pihak penguasa lelap dalam tidur. Kecuali Hakimah tak seorangpun yang hadir pada saat kelahiran putra Imam Hasan.
Referensi:
Al-Mahdi, Siratuhu, Alamatuhu, Zhuhuruh (1)/Ayatullah Sayed Murtadha Fayadh