Mukasyafah (Penyingkapan Batin)
Sayid Ibn Thawus dalam kitab Falah as-Sa’il, halaman 211 mengatakan, Diriwayatkan bahwa Sayidina Imam Ja’far bin Muhammad al-Shadiq saat membaca Alquran dalam salatnya, ia jatuh pingsan. Dan ketika beliau sadar, beliau ditanya apa gerangan yang menyebabkan keadaanmu seperti ini? Beliau menjawab: Aku senantiasa mengulang-ulang ayat Alquran sehingga aku sampai pada keadaan seolah-olah aku mendengarnya disampaikan secara lisan dari Zat yang menurunkannya secara mukasyafah (penyingkapan spiritual) dan dengan mata kepala telanjang.
Karena pembicaraan tentang mukasyafah (perihal penyingkapan batin) Imam Ja’far al-Shadiq, sangat tepat kami sebutkan di sini pelbagai macam sisi dan bentuk mukasyafah dari Allamah Syamsuddin bin Muhammad Amuli dalam kitab “Nafa’is al Funun”, juz 2, hal. 62-65 Beliau mengatakan, “Pasal kesembilan tentang mukasyafah dan pelbagai macam bentuknya, ketahuilah bahwa hakikat penyingkapan dari hijab (tabir) adalah sesuatu bentuk yang sebelumnya bagi seseorang tidak bisa dipahami, meskipun pada alam manusia terlihat tujuh puluh ribu alam, dimana dengan kekuatan yang terpendam dalam dirinya manusia mampu mengetahui tujuh puluh ribu alam dari jasmani dan rohani, tetapi ahli hakikat menamakan mukasyafah sebagai makna-makna yang dapat dipahami oleh pengetahuan-pengetahuan batin.
Dan tak syak lagi, karena pesuluk (penempuh jalan spiritual) yang benar tertarik oleh keinginan yang kuat, sehingga dari alam tabiat/alam material, ia meletakkan kakinya di alam syariat, lalu ia melanjutkan perjalanannya ke tangga kebenaran dan ketulusan, yaitu jalan thariqat berdasarkan mujahadah (perjuangan spiritual) dan riyadhah (olah batin). Sehingga ia mampu melewati pelbagai macam hijab sampai tujuh puluh ribu hijab, lalu pandangannya terbuka dan pelbagai macam keadaan dan maqam itu tersingkap dan terlihat baginya.
Dan sesuai dengan kuantitas tersingkapnya hijab dan kualitas kebeningan akal maka makna-makna rasional akan tampak kepadanya dan dia akan mengetahui rahasia-rahasia rasional. Hal yang demikian itu disebut dengan penyingkapan teoritis (kasy nazhari), dan ia tidak perlu terlalu percaya padanya. Selama masih dalam pandangan mata dan belum turun (terkukuhkan) maka ia tidak perlu percaya.
Dan sebagian besar filosof yang fokus kepada pencapaian rasional dan menghabiskan waktunya di situ, sehingga akhirnya mereka hanya tetap berada di maqam ini. Tapi mereka menyebut hal ini sebagai pencapaian kepada tujuan yang hakiki. Yang demikian ini karena mereka tidak mengenali maksud sesungguhnya. Maka mereka pun terhalang dari penyaksian pengetahuan-pengetahuan yang lain, sehingga akhirnya mereka ingkar kepadanya dan berada pada jenjang kesesatan lalu mereka tersesat sebagaimana sebelumnya dan menyesatkan banyak sekali.
Dan karena mereka mampu melewati penyingkapan rasional maka terjadilah penyingkapan hati dan itu disebut dengan penyingkapan syuhudi (kasyf syuhudi). Sehingga dari sini pelbagai macam cahaya tersingkap, dan setelah itu terjadi penyingkapan-penyingkapan rahasia, dimana hal ini disebut dengan penyingkapan ilhami (kasyf ilhami). Pelbagai rahasia penciptaan dan hikmah wujud segala sesuatu akan mewujud di maqam ini dan menampak. Dan setelah itu, penyingkapan-penyingkapan rohani yang disebut dengan mukasyafah ruhi terjadi. Dan pada permulaan maqam ini, jenjang-jenjang surga dan penyaksian-penyaksian Malaikat
Ridwan dan menyaksikan malaikat dan berbicara dengannya pun tersingkap baginya. Dan kerena ruh secara umum sudah suci dan bening dan terbebaskan dari kotoran-kotoran jasmani maka ia pun menjadi cemerlang, sehingga tersingkap baginya alam-alam yang tidak terbatas dan dia berada di hadapan ruang lingkup keabadian dan keazalian dan hijab/tabir zaman dan tempat diangkat darinya sebagaimana pada permulaan penciptaan makhluk pelbagai macam makhluk dan tingkatan-tingkatannya tersingkap baginya dan apapun yang akan terjadi pada masa depan pun mampu dilihatnya secara langsung dan di sinilah Rasulullah saw bersabda: Janganlah mengangkat kepala kalian karena aku melihat kalian dari depanku dan dari belakangku.
Dan sebagian besar kejadian-kejadian luar biasa yang mereka menamakannya sebagai karamah adalah kemampuan yang berasal dari kemampuan mengawasi dan mengendalikan pikiran dan mengetahui hal-hal yang gaib dan mampu melewati api dan air dan udara dan ilmu melipat bumi dan sebagainya yang terjadi pada maqam ini. Makna demikian ini bagi para ahli hakikat tidak terlalu memiliki keistimewaan dan tidak perlu diperhitungkan sebab orang-orang yang sesat pun mencapai maqam seperti ini sebagaimana rasulullah saw bertanya kepada Ibn Shayyad, apa yang kamu lihat? Ia menjawab: Aku melihat ‘arsy di atas air. Kemudian Rasulullah saw mengatakan: Itu adalah arsy Iblis.
Begitu juga disebutkan dalam riwayat bahwa Dajjal mampu menghidupkan orang yang telah mati. Ilmu seperti ini tidak perlu dijadikan tolok ukur kebenaran, sedangkan hakikat karamah hanya bisa dicapai oleh ahli agama dan itu pun setelah penyingkapan spiritual dimana pada penyingkapan-penyingkapan tersembunyi terjadi. Sebab, ruh ada yang kafir dan ada yang Muslim, sedangkan ruh yang tersembunyi adalah ruh yang khusus dan itu disebut dengan nur hadrati (cahaya Allah) yang Allah Swt berikan kepada orang-orang yang khusus sebagaimana difirmankan:
“Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya.” (QS. Al Mujadilah: 22)
Berkaitan dengan ruh secara mutlak, Ia berfirman: “Yang mengutus ruh dengan membawa urusan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Mu’min: 15)
Dan berkaitan dengan hak Rasulullah saw., ia berfirman: “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Alquran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al Kitab (Alquran) dan tidaklah pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Alquran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.” (QS. Asy Syura: 52)