Nabi saw Hadapi Perselisihan Umatnya dengan Bijak
Islam adalah risalah Tuhan, yang dibawa Rasulullah saw kepada umatnya. Ia merupakan program yang menjamin kebahagiaan material dan spiritual, dan kehidupan individual dan sosial yang terbaik bagi setiap manusia. Program yang demikian lah agama yang benar, yang secara fitrah dibutuhkan manusia. Sebagaimana firman Allah (QS: ar-Rum 30):
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ajwibah al-Masail/Ayatullah Wahid Khurasani)
Sejarah memberitahu kita tentang bagaimana dan perjalanan Rasulullah saw dalam menyampaikan risalah ilahiah ini. Mulai dari dalam rumah; yakni sang isteri (Sayidah Khadijah ra) dan anak asuhnya (Ali bin Abi Thalib kw), kemudian kepada para kerabat, hingga datang perintah Allah untuk berdakwah ke luar di tengah masyarakatnya. Dari cara sembunyi-sembunyi hingga harus terang-terangan. Dalam semua dakwahnya, ayat demi ayat yang turun sebagai wahyu Allah, beliau sampaikan dan ajarkan serta contohkan kepada mereka.
Satu persatu dari umatnya yang dari bangsa Arab dan dari bangsa ajam- masa itu beriman kepada beliau dan masuk Islam, hingga mereka menjadi satu komunitas yang besar, yang terpimpin dengan baik, adil dan benar. Sebuah masyarakat ideal yang diimpikan oleh semua orang di sepanjang zaman, terbentuk di masa itu, dan menjadi contoh bagi masyarakat-masyarakat lainnya.
Semua itu terwujud -atas pertolongan Allah tentunya- melalui perjuangan yang tak tanggung-tanggung dan pengorbanan habis-habisan dari Rasulullah saw, dengan dukungan para sahabatnya yang turut berjuang dan berkorban. Sudah tentu jihad mereka tak berhenti pada kejayaan yang mereka raih, sebagaimana jihad seorang muslim tak sebatas pada fisik, tetapi juga jihad di dalam dirinya.
Dua Sisi yang Berkaitan
Kita pasti sepakat bahwa kepentingan Islam di atas kepentingan golongan. Di antara kepentingannya yang utama adalah muslimin secara keseluruhan -dengan segala perbedaan yang ada di antara mereka. Demi keutuhan mereka, agama suci ini selalu menyerukan persatuan dan persaudaraan segama, dan bahwa setiap jiwa dari mereka, darah dan hartanya harus lindungi oleh satu sama lain.
Mereka pun yakin akan keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki agama yang mereka peluk ini. Di antaranya ialah sebagai agama samawi yang terakhir, karena kesempurnaannya di atas semua agama, dan diridhai Allah dalam arti Dia tidak menerima agama lain selainnya bagi mereka. Adalah agama sebagaimana Sang Pembawanya saw yang diutus oleh Allah sebagai- rahmatan lil alamin.
Mereka adalah bagian dari Islam, dan sebaliknya. Banyak sekali pesan Islam (Alquran dan Sunnah) ditujukan kepada mereka, lebih daripada kaum yang lain. Hal ini artinya perhatian Islam sedemikian besar kepada para pemeluknya. Selain memberi harapan yang pasti kepada mereka, Islam sangat berharap kepada mereka di antaranya ialah agar mereka bersatu. Mereka pun menaruh harapan kepada agama suci ini untuk meraih apa yang dicita-citakan mereka, yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kesimpulannya bahwa dua sisi itu, yakni Islam dan muslimin, secara eksistensial saling berkaitan dan menguatkan satu sama lain. Andai Islam tanpa muslimin, ia akan menjadi tak lebih sebuah cerita atau tinggallah merupakan nama yang pernah ada di dalam sejarah. Andaipun itu terjadi, jelas takkan berefek sedikitpun bagi Allah swt kecuali dampak-dampak yang sangat buruk lahir dari mereka sendiri. Mereka akan diganti oleh umat yang lain yang akan mengisi kehidupan di bumi-Nya. Mereka pun tanpa Islam, diri mereka takkan menjadi dan takkan disebut muslimin.
Muslimin Kepentingan Islam
Dua sisi yang telah dicapai Rasulullah tersebut menjadi sebuah amanat besar yang harus beliau jaga. Umatnya, khususnya muslimin menjadi kepentingan Islam, yang berarti kepentingan beliau dan sebaliknya. Banyak kisah tentang hal ini dalam sejarah, antara lain darinya:
1-Setelah muslimin menaklukkan kabilah bani Mushthaliq, terjadi seteru antara seorang dari Anshar yang kemudian memanggil kaumnya Hai Anshar.. dan seorang dari Muhajirin yang kemudian juga memanggil kaumnya, Hai Mujahirin…
Mendengar suara fanatis mereka, Rasulullah saw bersabda, Tinggalkan suara busuk itu! Karena, itu bagian dari seruan jahiliyah… Ialah seruan yang meretakkan sandaran muslimin dan memecah belah kesatuan mereka.
Beliau berkata, Allah swt telah menjadikan kaum mukmin bersaudara dan satu partai. Hendaklah seruan di semua ruang dan waktu adalah demi kebaikan Islam dan muslimin seluruhnya, bukan untuk satu kaum versus kaum lainnya. Maka siapa yang berseru di dalam Islam dengan seruan jahiliyah, akan dikenai sangsi dan hukuman…
2-Kasus Ifik yang populer yang dimunculkan oleh Abdulllah bin Ubay bin Salul terkait hal sensitif yang menyangkut urusan pribadi Rasulullah saw. Lalu seorang dari Khazraj berkata kepada Rasulullah saw: Jika mereka dari suku Aus akan kami bereskan. Namun jika dari suku kami, maka perintah Anda akan laksanakan! Perkataan ini didustakan oleh Sa’d bin Ubadah yang dia juga dari suku Khazraj. Sampai Rasulullah saw berdiri di mimbar, dan berbicara di hadapan mereka hingga kemudian perseteruan di antara mereka mereda.
Demikianlah antara lain dari sekian banyak contoh sikap dan upaya Nabi saw dalam menghadapi perselisihan di antara umatnya. Keburukan yang mungkin terjadi tercegah dengan kepemimpinan beliau yang bijaksana.