Nilai-Nilai (Values) Peradaban
Dalam peradaban setiap individu memiliki peran yang unik dan untuk memaksimalkan peranan individu selayaknya kita memahami nilai-nilai yang dianut seorang individu yang dikaji oleh sosiolog. Nilai yang mendapatkan advokasi pandangan hidup (way of life) akan menjadi bagian dari kesadaran yang mendalam yang mendrive aktifitas dalam berbagai dimensinya. Nilai itu yang merekonstruksi tindakan-tindak modal untuk mengejar dan mencapai yang menjadi anutannya. Konsep-konsep yang berkembang dan lahir dari nilai-nilai itu tidak hanya memiliki aspek axiologis tapai aspek ontologis.
Dalam kajian sosiologi seorang individu diasumsikan membawa nilai-nilai yang diterima oleh dirinya dari beragai sumber yang cukup otoritatif bagi dirinya. Nilai itu adalah wisdom, mature, happiness, pleasure, justice, persamaan, beauty dan sebagainya. Para santri, ulama atau agamawan mereka adalah kelompok yang memilih wisdom sebagai nilai anutan mereka. Mereka memandang bahwa hidup yang terpenting atau menjadi nilai anutan mereka adalah memiliki keyakinan dan bertindak yang benar dan agama menurut mereka merepresentasikan keduanya. Lewat agama diajarkan untuk memiliki keyakinan yang benar juga diajari tentang tindakan-tindakan yang benar.
Bagi kelompok ini yang penting adalah belajar tentang agama, dan secara ketat mengamalkan perintah-perintah agama. Kelompok lain yang mempercayai persamaan sebagai hal penting tentunya akan memilih sikap altruisme, berjuang membela sesama sebab memandang yang lain juga adalah dirinya dan dirinya adalah yang lain juga. Bagi penganut nilai ini ia tidak mempedulikan anaknya menikah dengan siapapun dari kelompok manapun, sebab semua memiliki kesempatan dan kedudukan yang sama. Sementara hal itu tidak mungkin dilakukamn oleh penganut nilai-nilai wisdom . Kelompok ini akan memilih dan menentukan siapa saja yagn bisa menjadi teman bagi anak-anaknya atau yang akan menjadi bagian dari keluarganya berdasarkan petunjuk-petunjuk dari agama.
Kelompok lain yang menganut nilai kebahagiaan tentu akan lebih mengutamakan dan memiliki tindakan-tindakan yang memiliki manfaat kebahagiaan. Bahkan dalam beribadahpun kelompok seperti ini lebih berpegang teguh dengan prinsip ini. Mereka akan rajin melaksanakan ritual-ritual yang menimbulkan efek kebahagiaan bagi dirinya serta menjadi tidak bersemangat jika ritual-ritual tertentu tidak memberikan efek yang diharapkan.
Kelompok yang memilih nilai persahabatan (friendship) mungkin akan menomor duakan keluarga, keturunan atau klan. Mereka akan selalu menjaga agar tidak keluar kata atau perbuatan yang dapat menyinggung sahabat-sahabat mereka. Kelompok ini akan berusaha untuk setia dan loyal dengan aspirasi dan yang menjadi kesepatan sahabat-sahabat mereka.
Adapun yang memilihi kesenangan (pleasure) akan bersikap pragmatis dan permisive. Bagi kelompok ini yang baik adalah yang menyenangkan dan yang buruk adalah yang menyakitkan dan yang membuat menderita. Dalam sejarah kelompok ini disebut dengan kaum hedonisme. Tokohnya adalah salah seornag murid Socrates bernama Aristippos (diabad ke-5 sebelum masehi). Menurutnya semua manusia seharusnya mematuhi dan mendengarkan panggilan-panggilan natural insan. Apapun yang dilakukan harus menyesusaikan dengan hasrat-hasrat natural alami. Bahkan menurut Aristippos parameter atau konteks justifikasi moral pun adalah aspek natural dari manusia ini. Yaitu menikmati kesenangan-kesenangan dunia sekarang ini.
Kelompok ini dikritik oleh Mujtaba Misbah karena tidak menginginkan kesenangan di masa yang ada datang. Apalagi kadang-kadang untuk mendapatkan kesenangan-kesenangan di masa yang akan datang (akhirat) itu menuntut melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kesenangan fisik.
Ada juga kelompok yang memandang keindahan (beauty) sebagai hal yang utama. Untuk kelompok ini penampilan lahiriyah menjadi hal yang sangat prinsipal. Aktualitas batin mereka terekspresi dalam wajah yang segar, baju yang elegan dan asesori yang mengkilap. Mereka tidak segan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memake-up wajah dan kulit mereka. Kehidupan menjadi lancar dan komunikasi menjadi efektif jika ditunjang oleh penampilan-penampian lahiriyah. Dan mereka akan kehilangan percaya diri ketika tidak bisa menampilkan citra lahiriyah yang cukup.
Ada juga yang memandang bahwa kematangan (mature) adalah hal yang sangat penting. Kematangan dalam berpikir, kematangan dalam bertindak menjadi obyek perhatian kelompok ini.
Kelompok lain yang juga banyak mendapatkan dukungan adalah para pejuang keadilan. Keadilan bagi sebagian orang adalah prinsip yang tidak hanya berjalan dalam urusan politik, tapi juga di semesta, hukum, matematika, teks, bahkan dalam moral. Bagi kelompok Islam keadilan tidak terkait dengan aspek praktis seperti kata Rasululah saw : “Aku diperintahkan untuk melakukan keadilan di tengah-tengah kalian” tapi juga menjadi doktrin dalam agama. Dalam teologi Syiah doktrin keadilan menjadi sentral.