Pandangan Kosmologis Imam Khomeini tentang Peran Laki-Laki dan Perempuan
Fardiana Fikria Qur’any, M. Ud_______Kosmologi Islam adalah satu pendekatan yang melihat relasi laki-laki dan perempuan dibangun secara seimbang dari lingkup terkecil sosial yakni, keluarga yang melakukan pembagian peran secara seimbang hingga lingkup sosial yang lebih luas seperti peran yang dimainkan sebagai seorang pendidik di sekolah, seorang politisi di ruang-ruang politik dalam berbagai tingkatan kekuasaan dan lain sebagainya. Pada tulisan kali ini, pembahasan yang akan diangkat ialah, pandangan kosmologis Imam Khomeini tentang peran laki-laki dan perempuan. Imam Khomeini sebagai tokoh revolusi Iran memiliki cara pandang yang filosofis dan irfani dalam membaca realitas laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, kita perlu memahami pandangannya untuk memahami peran laki-laki dan perempuan yang dibahas dari sisi hakikat eksistensial dirinya sebagai manusia dan sumber keberadaannya.
Dalam diskursus teori gender, ada dua pijakan pemikiran yang kemudian berkembang menjadi pemikiran gender yang lebih variatif. Pijakan pertama, teori gender yang berpandangan bahwa laki-laki dan perempuan itu sama, sama sekali tidak ada bedanya, sehingga mereka harus disamakan dalam peran-peran sosial yang diembannya. Pijakan kedua, teori gender yang berpandangan bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda, perbedaan ini memang ada tetapi tidak boleh dijadikan pembedaan peran sosial di masyarakat.
Hakikat Manusia di dalam Islam
Al-Qur’an memiliki berbagai terminologi ketika membahas tentang manusia. Ada yang menggunakan istilah basyar yang merujuk pada makna manusia dalam tinjauan fisiknya, materia. Ada juga istilah yang merujuk manusia dengan sebutan insan yang memiliki makna manusia dalam tinjauan non-fisik atau ruhani. Selain itu, ada istilah an-nas yang memiliki makna manusia dalam bentuk banyak yaitu, masyarakat. Istilah-istilah ini membincang manusia dalam berbagai tinjauan dan dimensi. Islam mengakui bahwa selain dimensi fisik, manusia juga memiliki dimensi non-fisik atau ruhani. Para filosof seperti Ibnu Sina, Suhrawardi dan Mulla Shadra telah mencoba menjelaskan dimensi fisik dengan argumentasi rasional, namun pembahasan kita bukan di sini.
Ketika Allah berfirman “Dan aku tiupkan ruhku di dalamnya”, firman Allah ini mengandung makna bahwa manusia tercipta dari satu entitas yang disebut ruh, baik laki-laki maupun perempuan. Istilah ruh juga seringkali disinonimkan dengan istilah jiwa dan akal dalam pandangan ulama. Menurut Jawadi Amuli, ruh adalah entitas yang tidak memiliki jenis kelamin, tetapi dia dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan. Imam Khomeini mengatakan bahwa “Terkait dengan hakikat kemanusiaan pada diri laki-laki maupun perempuan tidak ada bedanya, karena keduanya adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk menentukan masa depannya. Meskipun ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan tapi tidak terkait dengan hakikat kemanusiannya itu sendiri.”
Peran Saling Melengkapi Laki-Laki dan perempuan
Laki-laki dan perempuan jangan dilihat sebagai entitas yang terpisah satu sama lain. Keduanya memiliki peran dalam menjalankan fungsinya sebagai manusia di alam ini. Imam Khomeini dalam membahas peran laki-laki dan perempuan berangkat dari satu prinsip yaitu,
“bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang saling melengkapi dalam sistem penciptaan dan struktur kehidupan manusia. Terkait dengan kedudukan dan perannya, laki-laki dan perempuan tidak ada yang tidak pada salah satunya. Perbedaan peranan keduanya semata-mata karena kebijaksanaan Tuhan dalam penciptaannya. Dalam sistem legislasi dan pengaturan hubungan sosial dan status manusia dalam masyarakat, masing-masing saling melengkapi. Prinsip dasar dalam menganalisis, menjelaskan perbedaan ketentuan masing-masing laki-laki dan perempuan merupakan peran pelengkap yang bersumber dari perbedaan struktural masing-masing dalam sistem penciptaan.”
Dalam kosmologis, perbedaan laki-laki maupun perempuan dapat dipahami dari jiwanya. Dalam The Tao of Islam, Sachiko Murata menjelaskan bahwa ada sesuatu yang dimiliki oleh perempuan yang tidak dimiliki oleh laki-laki yaitu, rahim. Rahim sebagai tempat awal kehidupan manusia, bukan saja memiliki fungsi materil tetapi juga memiliki fungsi non-materil yang tampak pada sifat-sifat perempuan. Pada dirinya, perempuan memiliki sifat feminitas yang tinggi, sehingga kemampuan kesabaran, kekuatan bertahan pada dirinya jauh lebih mendominasi dan kuat. Kekuatan inilah yang disebut dalam kosmologi sebagai kekuatan hati yang memiliki cinta sepenuhnya.
Cinta pada diri perempuan merupakan kekuatan yang mendorong dan menarik segala sesuatu pada dirinya. Dengan kekuatan ini, Imam Khomeini menekankan perempuan memiliki peran besar kependidikan dalam membesarkan satu generasi. Pernyataan ini bukan kemudian menegasi peran pendidikan laki-laki atas anak-anaknya. Akan tetapi, menegaskan bahwa kekuatan cinta dan kasih sayang itu dominan pada diri perempuan.
Kesimpulan
Menurut Imam Khomeini, laki-laki dan perempuan memiliki sisi sama dan beda. Sisi beda dan sama pada diri keduanya merupakan sesuatu yang perlu dimainkan dan diperankan secara seimbang dalam realitas sosial. Perbedaan ini adalah kekuatan. Bukan saja rasional yang kuat, tetapi hati dengan kemampuannya juga sebuah kekuatan. Rasionalitas yang dimiliki laki-laki sebagai watak penciptaan dan hati yang dimiliki perempuan sebagai watak penciptaan adalah perbedaan yang harus diseimbangkan dengan mempertemukan keduanya. Dalam istilah kosmologi, keseimbangan hanya bisa terjadi apabila dua watak itu dikawinkan menjadi satu. Adapun dalam konteks sosial, peran laki-laki maupun perempuan dengan watak dasar mereka yang berbeda sama-sama memiliki peran berbeda yang saling melengkapi, bukan saling mendominasi.