Pembukuan Hadis Syiah (1 dari 2)
Yang dimaksud dengan hadis Syiah adalah hadis-hadis Nabi saw dan para imam as dari jalur Syiah. Para imam sebagai pengganti Nabi saw memiliki dua keistimewaan; warisan ilmu dan ishmah. Ucapan dan perbuatan mereka memiliki validitas sebagaimana ucapan dan perbuatan Nabi saw.[1] Nabi saw dalam hadis mutawatir Tsaqalain[2] mewasiatkan untuk berpegang teguh kepada Ahlul Bait, karena mereka faktor keselamatan dari kesesatan. Maka hujjiah mereka pun telah disahkan. Oleh karena itu, disamping mencatat riwayat-riwayat Nabi saw, kaum Syiah juga menulis hadis para imam.
Sikap Syiah sejak awal memperbolehkan penulisan hadis sebagai landasan pembukuannya. Nabi saw sendiri telah mendiktekan beberapa hal kepada Ali bin Abi Thalib as.[3] Terkadang beliau saw memberikan tulisan hadis kepada Fatimah[4] sebagai sebuah hal yang berarti baginya.[5] Imam Ali as termasuk katib Nabi saw yang disamping menulis Al-Quran, juga surat-surat perjanjian beliau saw.[6] Berdasarkan riwayat Suyuti,[7] beliau saw juga menganjurkan menulis hadis, terutama dengan sanadnya.
Imam Ali as juga memiliki beberapa orang katib, seperti Ali dan Ubaidillah bin Abu Rafi’.[8] Menurut Ibnu Nadim,[9] terdapat beberapa dokumen dengan tulisan tangan Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husain as.
Dengan bukti-bukti ini, ketika ulama menyebutkan perbedaan pendapat sahabat Nabi saw terkait penulisan hadis, mereka menyebut nama Imam Ali dan Imam Hasan dalam kelompok orang yang menyetujui penulisan hadis.[10] Para imam lain juga menekankan untuk mencatat ilmu.[11]
Tahapan Pembukuan Hadis Syiah
Tahapan hadis Syiah sejak shudur hingga pembukuan final dapat disebutkan sebagai berikut:
a) Pembukuan Warisan Ilmiah Para Imam as
Kitab pertama yang dibukukan dalam Islam adalah kitab dengan dikte Nabi saw melalui tulisan tangan Ali as. Kitab itu dikenal dengan “Shahifah Jami’ah” atau “Jami’ah”,[12] salah satu sokongan hadis Syiah[13] yang menunjukkan kesesuaian hadis Syiah dengan Sunnah Nabi saw dan juga kecakapan para imam sebagai pewaris ilmu Nabi saw.[14]
Dalam riwayat-riwayat Ahlu Sunnah terdapat topik “Shahifah Ali”. Shahifah ini mencakup beberapa hukum fikih, seperti diyah, pembebasan budak, tidak diperbolehkannya membunuh seorang mukmin di hadapan kafir.[15]
b) Pembukuan Ushul Hadis
Ushul hadis memformat dasar-dasar pertama hadis Syiah. Menurut istilah para ahli hadis Syiah, “Ashl” jamaknya “Ushul” adalah salah satu jenis kitab hadis. Meskipun terdapat perbedaan pendapat dalam definisinya, akan tetapi biasanya digunakan sebagai lawan “kitab” atau “tashnif”.[16]
Ushul hadis disusun oleh sahabat-sahabat para imam as. Dengan adanya dorongan untuk menulis hadis dan banyaknya jumlah sahabat para imam, maka ushul yang dibukukan sangat banyak jumlahnya. Ushul ini disebut dengan “Ushul Arba’miah” karena perkiraan jumlahnya mencapai 400 atau karena alasan lain.[17] Ushul Arba’miah ini banyak dibukukan oleh murid-murid Imam Baqir, Imam Shadiq dan Imam Kadhim as.[18] Ushul Arba’miah menjadi dasar kitab-kitab hadis Syiah sejak abad ke-3 dan selanjutnya. Kutub Arba’ah dan seluruh karya hadis mutaqaddimin lahir dari Ushul Arba’miah.
Pasca penyusunan Kutub Arba’ah, motifasi ulama untuk mentraskrip ushul mulai berkurang. Disamping itu, sebagian ushul telah lenyap dalam peristiwa pembakaran perpustakaan Karkh Baghdad pada tahun 447.[19]
Berdasarkan bukti-bukti yang ada,[20] ushul hadis dari sisi volume dan jumlah hadis (relatif) terbatas dan tidak dapat dibandingkan dengan kitab-kitab yang ada pada masa-masa berikutnya. Disamping itu, ushul tersebut belum tersusun perbab.[21] Hal itu dikarenakan perhatian para perawi lebih tertuju kepada pencatatan riwayat. Biasanya ushul dikenal dengan nama penulisnya, seperti Ashl Ashim bin Humaid dan Ashl Hafsh bin Suqah.
c) Pembukuan Hadis Abad Ke-3
Pasca wafatnya Imam Ja’far Shadiq tahun 148, mayoritas imam berpindah dari Madinah ke Irak. Akibatnya, hubungan kaum Syiah dengan para imam menjadi terbatas. Untuk mengatasi permasalahan keagamaan, kaum Syiah mengandalkan para ahli hadis dan perawi. Pada masa itu, ratusan murid Imam Shadiq menukil dan menyebarkan hadis di pusat-pusat keilmuan.[22] Ribuan hadis yang mayoritas tidak berbab ada pada mereka.
Untuk pertama kalinya, dengan memanfaatkan riwayat-riwayat yang dimiliki, sebagian murid Imam Shadiq dan Imam Kadhim as, seperti Hariz bin Abdullah Sajistani,[23] Muawiyah bin Ammar[24] dan Muawiyah bin Wahab[25] menulis beberapa kitab tentang Shalat, Zakat, Puasa, Haji dan Keutamaan Haji.
Sejak masa Imam Ridha as, terutama abad ke-3, klasifikasi riwayat sesuai berbagai topik fikih, teologi dan akhlak berjalan cepat. Penulisan kitab di masa itu juga mengalami kemajuan pesat. Pemukanya merupakan generasi ketiga dari ashab ijma’.[26]
Diantara tokoh masa itu adalah Hasan bin Sa’id Ahwazi dan saudaranya Husain, dan Ali bin Mahziyar Ahwazi. Dua bersaudara ini secara bersamaan menulis 30 kitab yang masing-masing menjadi kitab jami’ riwayat dalam tema khusus. Ibnu Mahziyar juga menulis 30 kitab.[27]
Dengan dibatasinya ruang gerak para imam pasa masa itu, tokoh-tokoh hadis beraktifitas di masjid-masjid dan hauzah-hauzah (pusat ilmu agama).[28] Disamping menulis hadis, mereka juga mempersiapkan katalog kitab-kitab hadis, terutama kitab-kitab yang mereka peroleh melalui sima’ dan qiraah.[29]
Kitab-kitab di atas menginspirasi munculnya kitab-kitab hadis yang lebih besar pada abad ke-4 dan ke-5. Syeikh Shaduq meyakini banyak kitab mutaqaddimin sebagai referensi kitab “Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih”.[30] Demikian pula dengan Syeikh Thusi dalam Al-Fihrist, juga “Masyikhah” Tahdzib Al-Ahkam dan Najasyi dalam kitab Rijalnya menyebut jalur mereka hingga ke penulis-penulis ushul dan mushannafat. Saat ini, kitab-kitab tersebut tidak tersisa kecuali sedikit sekali, seperti Mahasin Barqi.[31]
Sejak masa Imam Shadiq as dan setelahnya, sekelompok orang ditunjuk menjadi wakil atau perantara antara imam dan kaum Syiah. Mereka mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan hukum dan menyampaikannya kepada imam. Lalu mereka memperoleh jawaban yang biasanya disertai dengan tulisan dan tanda tangan imam.[32] Terkadang para imam juga mengirimkan surat atau tulisan untuk kaum Syiah melalui para wakil dan menentukan tugas atau taklif mereka dalam menghadapi fenomena-fenomena sosial.[33]
Karena tulisan dan jawaban para imam atas pertanyaan kaum Syiah dianggap sebagai hadis atau riwayat, maka para ahli hadis mengumpulkan dan membukukannya hingga muncul kitab-kitab dengan judul “Masail” dan “Rasail” sebagai referensi-referensi hadis.
Syeikh Thusi saat menjelaskan karya-karya Abdullah bin Ja’far Himyari, menyebut kitab “Masail” dan “Tauqi’at”. Najasyi[34] menyebutkan 3 kitab Abdullah tersebut sebagai berikut: “Masail Ar-Rijal wa Mukatabatuhum Abal Hasan Ats-Tsalits as”, “Masail li Abi Muhammad Al-Hasan as ‘ala Yadi Muhammad bin Utsman Al-‘Amri” dan “Masail Abi Muhammad wa Tauqi’at”. Zakariya bin Adam, Muhammad bin Sulaiman, Harun bin Muslim, Ya’qub bin Yazid, Ya’qub bin Ishaq Sikkit dan Ahmad bin Ishaq Asy’ari termasuk orang-orang yang membukukan “Masail” pada periode ini.[35] Kulaini juga menulis sebuah kitab bernama “Rasail Al-Aimmah”.[36]
Koleksi Rasail dan Masail masih terjaga hingga abad ke-5 dan menjadi bagian referensi Kutub Arba’ah dan kitab-kitab lainnya seperti Ushul Riwa’i. Namun semuanya lenyap secara bertahap setelah taqthi’ dan klasifikasi kontennya.[37]
Ibnu Babawaih menegaskan bahwa ia memperoleh koleksi surat dan tauqi’at Imam Hasan Askari as dari tulisan beliau sendiri melalui Abu Ja’far Shaffar. Harun bin Musa Talla’kabari dan Ahmad bin Husain bin Abdullah Ghadlairi juga mereportasikan bahwa mereka melihat berbagai surat imam ke-11 dan 12.[38]
Ibnu Babawaih[39] dan Syeikh Thusi[40] dari Mutaqaddimin atau Muhammad Baqir Majlisi[41] (wafat 1110) dari Mutaakhkhirin mengumpulkan berbagai tauqi’at Imam Mahdi as. (Bersambung)
[1] Lihat: QS. Al-Waqiah [96]: 79; Al-Ahzab [33]: 31.
[2] Lihat: Al-Muraja’at, Abdul Husain Syarafuddin, Cetakan Husain Radhi, Beirut 1982/1402, halaman 72 – 75; Al-Bayan fi Tafsir Al-Quran, Abul Qasim Khui, Beirut, 1987/1408, halaman 499: Kemutawatiran Hadis Tsaqalain.
[3] Bashair Ad-Darajat fi Fadhail Ali Muhammad saw, Muhammad bin Hasan Shaffar Qommi, Cetakan Muhsen Koucheh Baghi Tabrizi, Qom, 1404, halaman 167.
[4] Al-Kafi, Kulaini, jilid 2, halaman 667.
[5] Dalail Al-Imamah, Muhammad bin Jarir bin Rustam Thabari, Qom, 1413, halaman 65 – 66.
[6] Tarikh-e Qoran, Mahmoud Ramyar, Tehran, 1362 HS, halaman 266; Rasm Al-Mushaf: Dirasah Lughawiyyah Tarikhiyyah, Ghanim Qadduri Al-Hamd, Baghdad, 1982/1402, halaman 96.
[7] Jilid 2, halaman 63.
[8] Fehrist Asma’ Mushannifi Asy-Syiah Al-Musytahir bi Rijal An-Najasyi, Cetakan Musa Syubairi Zanjani, Qom, 1407, halaman 4 – 6; Rijal Ath-Thusi, Muhammad bin Hasan Thusi, Najaf, 1961/1380, halaman 7.
[9] Halaman 46.
[10] Lihat: Muqaddimah Ibnu Shalah fi Ulum Al-Hadits, Cetakan Shalah bin Muhammad bin ‘Uwaidhah, Ibnu Shalah, Beirut 1995/1416, halaman 119; Tadrib Ar-Rawi fi Syarh Taqrib An-Nawawi, Abdurrahman bin Abi Bakr Suyuti, Cetakan Ahmad Umar Hasyim, Beirut, 1989/1409, jilid 2, halaman 61.
[11] Al-Kafi, jilid 1, halaman 52. Lihat juga: Ikhtiyar Ma’rifah Ar-Rijal, Muhammad bin Umar Kasyi, [Ringkasan] Muhammad bin Hasan Thusi, Cetakan Hasan Mustafawi, Masyhad, 1348 HS, halaman 143 – 144; Muhaj Ad-Da’awat wa Minhaj Al-‘Ibadat, Ibnu Thawus, Qom, 1411, halaman 219 – 220 dan Ma’rifah Al-Hadits wa Tarikh Nasyrih wa Tadwinih wa Tsaqafatih ‘inda Asy-Syiah Al-Imamiyyah, Muhammad Baqir Behbudi, Tehran 1362 HS, halaman 23.
[12] Tarikh Tadwin Al-Hadits wa Kitabatuh, Ali Akbar Ghifari dalam Abdullah Mamaqani, Ringkasan Miqbas Al-Hidayah, Cetakan Ali Akbar Ghifari, [Tehran], 1369 HS, halaman 227; Ma’alim Al-Madrasatain, Murtadha Askari, Tehran 1413, halaman 316 – 322.
[13] Lihat: Jami’ah.
[14] Lihat: Al-Kafi, jilid 7, halaman 94 – 95; Ikhtiyar Ma’rifah Ar-Rijal, halaman 376; Rijal An-Najasyi, halaman 360.
[15] Lihat: Shahih Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fi, Istanbul, 1981/1401, jilid 1, halaman 36; Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Ibnu Hanbal, [Kairo], 1313, Beirut Offset Press, jilid 1, halaman 79, 81, 100, 102, 110, jilid 2, halaman 35, 121; Ikhtilaf Al-Hadits, Muhammad bin Idris Syafi’i, Cetakan Muhammad Ahmad Abdul Aziz, Beirut, 1986/1406, halaman 221.
[16] Lihat: Ashl.
[17] Ar-Ri’ayah fi ‘Ilm Ad-Dirayah, Zainuddin bin Ali Syahid Tsani, Cetakan Abdul Husain Muhammad Ali Baqqal, Qom, 1408.
[18] Lihat: Pozhuheshi dar Tarikh-e Hadis, halaman 177 – 193.
[19] Yaqut Hamawi, jilid 1, halaman 799; Agha Bozorgh Tehrani, jilid 2, halaman 134: 448.
[20] Lihat: Rijal An-Najasyi, halaman 134 – 135.
[21] Ibid.
[22] Rijal An-Najasyi, halaman 40.
[23] Ibid, halaman 144 – 145; Al-Fihrist, Muhammad bin Hasan Thusi, Cetakan Muhammad Shadiq Ali Bahrul Ulum, Najaf 193/1356, Offset Press Qom, 1351 HS, halaman 62 – 63.
[24] Rijal An-Najasyi, halaman 411.
[25] Ibid, halaman 412.
[26] Lihat: Ikhtiyar Ma’rifah Ar-Rijal, halaman 556; Ashab Al-Ijma’.
[27] Rijal An-Najasyi, halaman 50 – 60, 253 – 254.
[28] Lihat: Pozhuheshi dar Tarikh-e Hadis, halaman 355 – 379.
[29] Risalah Abi Ghalib Ar-Razi ila Ibni Ibnih fi Dzikr Ali A’yan wa Takmilatuha li Abi Abdillah Al-Ghadhairi, Ahmad bin Muhammad Razi, Cetakan Muhammad Ridha Husaini, Qom, 1411, halaman 160 – 167; Kitab Man La Yahdhuruh Al-Faqih, Ibnu Babawaih, Cetakan Hasan Musawi Khursan, Beirut, 1981/1401, jilid 1, halaman 4 – 5; Ma’rifah Al-Hadits wa Tarikh Nasyrih wa Tadwinih wa Tsaqafatih ‘inda Asy-Syiah Al-Imamiyyah, halaman 28 – 33.
[30] Man La Yahdhuruh Al-Faqih, jilid 1, halaman 3 – 5.
[31] Rijal An-Najasyi, halaman 76; Al-Mahasin, Cetakan Mehdi Rajai dalam 2 jilid, 1413.
[32] Lihat: Al-Kafi, jilid 5, halaman 566; Rijal An-Najasyi, halaman 283; Ikhtiyar Ma’rifah Ar-Rijal, halaman 162; Ma’rifah Al-Hadits wa Tarikh Nasyrih wa Tadwinih wa Tsaqafatih ‘inda Asy-Syiah Al-Imamiyyah, halaman 17.
[33] Hayah Al-Imam Al-Hasan Al-Askari, Muhammad Baqir Syarif Quraisyi, Beirut, 1408, halaman 73 – 88; Pozhuheshi dar Tarikh-e Hadis, halaman 343.
[34] Rijal An-Najasyi, halaman 220.
[35] Lihat: Rijal An-Najasyi, halaman 91, 174, 347, 438, 449, 450.
[36] Ibid, halaman 377.
[37] Pozhuheshi dar Tarikh-e Hadis, halaman 350.
[38] Rijal An-Najasyi, halaman 355, 380.
[39] Kamal Ad-Din wa Tamam An-Ni’mah, Ibnu Babawaih, Cetakan Ali Akbar Ghifari, Qom, 1363 HS, jilid 2, halaman 482 – 522.
[40] Kitab Al-Ghaibah, Muhammad bin Hasan Thusi, Cetakan Ibadullah Tehrani dan Ali Ahmad Nashih, Qom, 1411, halaman 41 – 345
[41] Bihar Al-Anwar, jilid 53, halaman 150-190.