Penderita Progeria tidak Hanya Memiliki Harapan Bahkan juga Membagikan Harapan kepada Orang Lain
Hidup penuh ragam dan warna, hidup seseorang pastilah berbeda dibanding orang lain, ada yang hidup normal, ada yang cacat kaki sejak dalam kandungan, ada yang cacat sejak kecil, ada yang terkena tumor ganas, ada yang terkena virus AIDS dll.
Berbagai ujian dalam hidup akan menjadikan manusia menjadi lebih dewasa ketika mampu melewatinya, tapi beberapa akan patah arang, putus asa dan tidak memiliki harapan lagi sebab gagal melalui cobaan ini.
Cara Pandang Menilai Ujian atau Adzab
Cara pandang kita dalam menilai ujian berpengaruh besar pada kesuksesan kita dalam melewati ujian hidup. Sebagian orang menilai ujian sebagai adzab, adzab yang diartikan sebagai siksaan Allah Swt, bukti kemurkaan Allah Swt kepada makhlukNya.
Ada juga yang menilai berbagai kejadian pahit dalam hidup sebagai ujian, kejadian yang akan menjadikan dewasa, kejadian yang ada sebagai bentuk kasih sayang Allah Swt kepada makhlukNya, ungkapan perhatian Allah kepada mereka. Semakin banyak ujian dan juga ketika mampu penuh kesabaran melewatinya maka kedudukan kemanusiaan manusia akan semakin meninggi, kedudukan mereka dimata Allah SWT pun menjadi lebih dekat.
Kondisi tidak normal sebagaimana umumnya manusia bagi beberapa orang, bukan menjadikan mereka murung dan tertinggal, bahkan membuat mereka melambung tinggi, hidup penuh semangat dan harapan, tidak hanya itu, mereka juga membagikan harapan itu kepada manusia yang lain, manusia yang “lebih normal” dibanding mereka.
Sebut saja Adelia, seorang gadis cilik umur 12 tahun penderita kondisi genetik fatal atau disebut Progeria. Penyakit yang mengakibatkan kondisi fisik tubuh jauh lebih tua dibanding umurnya, masih berumur 12 tahun tapi kulitnya sudah keriput, rambut pun rontok, tinggi badan tidak mencapai 1 meter. Kondisi yang menarik perhatian anak-anak maupun remaja lain untuk membulynya, mengejek dan mengumpatnya.“kekurangan” fisik yang tidak dia minta, namun harus dipertanggungjawabkannya sepanjang hidup. Orang-orang yang mencemoohnya, mereka merasa lebih sempurna karena tidak memiliki cacat yang sama. Mencemoohnya seolah itu terjadi karena semata-mata kesalahan Adelia atau orang-orang yang sependeritaan dengannya. Menghinanya seolah mereka tidak memiliki cacat lahir dan batin sama sekali.
Belajar menghadapi Adzab Dari Para Pendahulu
Belajar Ketabahan dari Nabi Ayub
Kita umat Islam perlu membuka lembaran Quran, melihat kisah Nabi Ayub as, beliau awalnya memiliki berbagai parameter kebahagian dimata masyarakat, memiliki banyak harta, istri beberapa, anak juga tidak sedikit jumlahnya.
Beliau diuji Allah Swt sembahannya, harta bendanya sirna, istri dan anak meninggalkannya, ada yang meninggal ada yang pergi begitu saja, dia sendiri menderita penyakit yang dibenci manusia, tubuhnya membusuk kecuali muka yang tak henti-hentinya digunakan bersujud kepadaNya.
Jika orang yang awalnya miskin menjadi kaya lalu kembali miskin mungkin tidak sebegitu berat rasanya, sedang beliau sejak awal memang sudah kaya lalu tiba-tiba hilang semua kekayaan, kepemilikan yang biasa membuat manusia menjadi sombong dan congkak, menjadi pamer dan merendahkan orang lain.
Ketika beliau masih memiliki keluarga dan harta kekayaan beliau adalah orang yang taat kepada Allah Swt, ujiannya adalah apakah beliau akan tetap dalam ketaatan atau semakin taat ketika semua karunia itu diambil Allah Swt. Ternyata beliau dengan kesabaran beliau yang tinggi, beliau masih tetap taat dan ridho dengan apa yang dia hadapi, beliau semakin ingat kepada Allah mensucikan dan memujiNya sepanjang waktu.
Belajar dari Husain Bin Ali Cucu Nabi
Kita juga bisa melihat lembaran sejarah Husain putra Ali as, betapa besar karunia yang dia miliki, dia memiliki kakek manusia terbaik seluruh bumi dan alam semesta, Muhammad saw sang Nabi, dia memiliki ibu pemimpin wanitu semesta alam Fatimah Zahra as, dia memiliki ayah Ali Kw, pendekar di berbagai medan perang Islam, pembela utama dan pertama sang Nabi. Beliau juga memiliki istri menawan, anak yang banyak, memiliki harta yang tidak sedikit.
Dalam waktu singkat, di Karbala keadaan berubah total, setelah kepergian manusia besar seperti kakek, ibu, dan ayah tercintanya, beberapa tahun kemudian di karbala, dia sebagai Imam dihinakan umatnya, ditinggalkan dan bahkan keluarga beliau dibunuh satu persatu dihadapan mata oleh umatnya sendiri, manusia yang mengaku beragama islam, hafal alquran dan hadis, anaknya yang masih bayi tidak memiliki dosa, belum pernah merasakan roti atau nasi, didalam dekapannya dipanah dengan anak panah bermata tiga. Adakah ujian yang lebih berat dari semua yang dihadapi cucu Nabi ini?.
Kita belajar banyak hal dari beliau, kita belajar untuk tidak berpatah arang, walau sudah melihat kekejaman umat didepan mata, dia masih membuka jalan harapan untuk mendapat pintu taubat, dengan mengankat anak bayinya, mengetuk hati-hati orang-orang yang sudah siap mengepungnya, siap menerkam dan menyerangnya.
Beliau mengajarkan untuk tidak berputus asa dari Rahmat Allah Swt, walau mereka sudah begitu kejam terhadap keluarga Imam Husain as yang lain, beliau masih membuka pintu maaf bagi siapa saja yang mau bergabung dengannya, bergabung dengan imamnya, kembali kepada jalan yang benar, tujuan yang benar, harapan yang tepat, agama yang suci, agama harapan dan cinta.
Belajar dari Pengorbanan Mahatma Ghandi
Tokoh dari dataran India ini sangat terkenal di seantero dunia, para pejuang kemerdekaan, pemerhati kemanusiaan, pembela kaum tertindas pastinya mengenal sosok satu ini.
Sebuah kenyataan, bahwa kemenangan perjuangan Mahatma Ghandi didasari dari sikap pengorbanan, sikap tahan uji, dan pantang menyerah. Dalam quotsnya kita tahu, bahwa Mahatma ghandi belajar pengorbanan tidak lain adalah dari ajaran umat Islam, dari Muhammad saw dan Husain as. Walau dia beragama Hindu, tapi dia suka mendengarkan surat Ar Rohman dari AlQuran.
03/11/2018