Pengasuhan Anak di Era New Normal; Menciptakan Rumah Ramah Anak Bag 2
Jika orang tua memainkan permainan dengan anak yang bersifat ketangkasan, berilah kesempatan sesekali pada si anak untuk bisa meraih kemenangan. Dengan begitu, si kecil akan merasa termotivasi.
Jangan lupa memberikan tepuk tangan dan sedikit sanjungan, seperti “Horeee, kamu pintar!” kepada anak sebagai upaya motivasi dan menumbuhkan kepercayaan dirinya.
Setelah selesai bermain, ajarkan anak untuk membereskan mainannya dengan cara menyenangkan, seperti misalnya sembari bernyanyi atau mengajaknya berlomba membereskan mainan. Orang tua pun bisa sesekali memberikan reward tertentu pada anak kalau ia mau membereskan mainannya sendiri, misalnya dengan memberikan kue favoritnya, atau lainnya.
Banyak sekali manfaat yang didapati jika orang tua menjadi mitra main anak, yang terpenting anak akan merasakan kehadiran orang tuanya. Kehadiran orang tua bukan kehadiran fisik saja, karena ada sebagian orang tua yang kehadirannya seperti ketiadaannya. Fisiknya ada di dekat anak, namun tidak mau melakukan interaksi dan terlibat dengan urusan dan kebutuhan anaknya, hanya sibuk dengan dunianya sendiri. Ini bisa terjadi di era pandemi atau era new normal, orang tua banyak waktunya di rumah, namun tidak memperhatikan dan memperdulikan kebutuhan anak-anaknya.
Dengan terlibatnya orang tua bermain dengan anak, atau pun belajar, maka anak akan merasakan bahwa orang tuanya sangat peduli kepadanya, itu adalah sebuah penghargaan yang luar biasa bagi anak.
Bagaimana dengan pendidikan karakter di rumah? Pendidikan karakter di rumah dapat terbentuk dengan contoh keteladanan. Anak-anak merupakan peniru ulung bukan pendengar ulung. Suasana dalam rumah, suasana penuh kasih sayang, saling empati, rukun, kekuatan cinta yang mereka lihat dari orang tuanya akan membangun karakter positif mereka. Bagaimana orang tua memperlakukan anak-anak? Dengan
kekerasan, meskipun non fisik, atau dengan cinta? Cara menyuruh anak untuk ibadah, belajar, melakukan pekerjaan rumah dan lainnya, dengan cinta atau dengan kekerasan?
Kekerasan akan mematikan potensi anak. Anak-anak akan terpuruk dan rusak potensinya. Meskipun anak memiliki bakat dalam seni misalnya, dan orang tua ikutkan les piano untuknya, atau les-les lainnya yang sesuai bakatnya, namun caranya tidak tepat maka akan mematikan potensi anak. Apalagi jika salah me-les-kan anak-anak.
Kekerasan selain akan mematikan potensi anak juga akan merusak karakter anak.
Orang tua hendaknya berusaha mengamati karakter, cara belajar, minat dan bakat anak yang bisa didapati pada tahapan awal dari pengamatan perilaku dan kebiasaan anak-anak sehari-hari. Hendaknya tidak memberikan tolok ukur dan target yang sama untuk semua anak, karena setiap anak itu unik dan memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda. Allah tidak menciptakan produk gagal, hanya potensinya berbeda-beda. Biarkan seperti kebun ada beragam bunga, mawar, melati, dan lainnya. Contohnya Indonesia memiliki tokoh dunia yang namanya Rudi dengan kecerdasan yang berbeda, Rudi Hartono seorang olahragawan dan petenis juara dunia, Rudi Habibie yang dikenal dengan B.J Habibie seorang ilmuwan ternama dunia dan lainnya.
Dalam menggambarkan potensi anak yang berbeda, Ka Seto telah membuat lirik sederhana berikut ini:
“Tuhan kirimkanlah kepadaku,
Ayah-Ibu yang baik hati,
Yang menerima aku apa adanya.”
Stay at home menjadikan orang tua lebih memiliki banyak waktu bersama anak-anaknya. Ini menjadikan kesempatan bagi ortu untuk lebih mengenal kecerdasan anak-anaknya, kemudian diarahkan dan diasah dengan berbagai kegiatan di rumah. Dengan mengajaknya berkebun dan bercocok tanam, meskipun lahan sempit, sekarang ada cara bercocok tanam dengan memanfaatkan sarana daur ulang seperti bekas botol air mineral untuk pot-pot tanaman, mengajaknya merawat hewan piaraan seperti kucing, atau beternak ayam jika memungkinkan.
Diajak memasak dimulai dengan resep sederhana dan murah, dilibatkan dalam pekerjaan rumah, ada yang menyapu dan mengepel lantai, mencuci piring, menyapu halaman, menyetrika, membeli air galon dan lainnya. Diajak buat video sederhana untuk diupload di Medsos, dan lainnya. Orang tua nanti akan melihat dalam melakukan semua aktivitas tersebut, semua anak tidak akan sama dalam mengerjakannya. Yang ada kecenderungan cerdas memasak, anak akan lebih semangat dan senang saat diminta memasak. Anak yang memiliki kecerdasan verbal akan sangat senang saat disuruh untuk membuat video dan bicara dengan berani saat direkam.
Karena itu, banyak waktu bersama anak di era pandemi dan era new normal akan menjadi kesempatan bagi oleh tua lebih mengenal kecerdasan anak-anaknya dan berusaha mengarahkannya.
Mungkin masalah akan muncul juga, masalah yang tidak langsung berkaitan dengan anak-anak, namun secara tidak langsung akan berimbas kepada anak-anak, yaitu masalah ekonomi. Salah satu efek pandemi adalah krisis ekonomi, banyak para orang tua yang kehilangan pekerjaan dan di-PHK, atau asetnya menurun drastis hingga pemasukan berkurang, atau mungkin saja tidak ada.
Pada saat menghadapi krisis ekonomi, rentan sekali terjadi konflik dalam rumah tangga. Konflik orang tua, apa pun alasannya, jika terjadi dihadapannya maka akan merusak potensi dan karakter anak. Orang tua hendaknya kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi dengan tetap tidak pernah meninggalkan rasa syukur.
Ciptakan suasana dalam rumah, di mana orang tua dan anak tidak sibuk dengan HPnya masing-masing, terkhusus jika bukan pada saat belajar Online atau melakukan tugas sekolah.
Belajar Online di rumah, sedikit banyaknya mempengaruhi psikis anak, yang minim dengan sentuhan dan tidak dapat bertemu fisik dengan guru dan teman-temannya. Stop kekerasan dalam pendidikan, anak-anak ditekan untuk mencapai target dalam akademiknya, namun kemudian anak menjadi stres dan tertekan. Biarkan anak berusaha dengan baik, namun jika hasilnya tidak sesuai, maka orang tua yang bijak tidak akan langsung memvonis negatif dan menekannya. Jika gagal, berikan semangat terus agar dapat bangkit kembali dalam menggapai kesuksesan tertundanya.
Dalam kondisi stay at home, orang tua dituntut agar dapat menjadi orang tua sekaligus pendidik. Pendidik dalam menghadapi anak yang kreatif, sesekali menjadi guru, menjadi seniman, menjadi cheff, menjadi pendongeng, menjadi ilmuwan dengan melakukan percobaan sederhana, penelitian sederhana misalnya tentang peristiwa sebab munculnya pelangi, proses menguap dan lainnya.
Singkatnya, di era new normal, orang tua harus menjadi sahabat terbaik anak, mengasuh dengan cinta, bukan dengan kata-kata, namun dibuktikan dalam praktik.
Mari ciptakan rumah ramah anak, agar anak-anak dapat beradaptasi dengan kondisi yang ada, dan tetap dapat tumbuh kembang dengan baik.
[Euis Daryati)
Keterangan:
Tulisan adalah hasil resume dari materi Ka Seto yang disampaikan di Webinar pada Hari Anak Nasional 2020 yang dipadukan dengan tulisan penulis.