Peradaban Manusia Hakiki
Hakikatnya kehidupan itu bukan hanya makan, minum, dan melakukan aktifitas agar bisa survive. Menurut orang-orang bijak jika kehidupan hanyalah aktifitas-aktifitas seperti itu maka manusia tidak ada bedanya dengan hewan-hewan. Kita menyadari secara intuitif bahwa ada peran lain yang seharusnya diupayakan di muka bumi ini.
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kesempatan emas kepada diri kita untuk hidup di alam yang indah ini. Ini adalah kesempatan dan sekaligus kepercayaan yang tak ternilai harganya. Dimana kita diberi waktu yang cukup untuk memberdayakan segala potensi yang ada. Bukankah ini adalah petualangan yang maha dahsyat yang tak terbandingkan dengan petualangan Marcopolo, Ibnu Batutah, De Gama, dan tokoh-tokoh petualang yang mashur di dunia. Ini adalah petualangan yang akan memberikan segala kemungkinan yang tak ternilai dan kemungkinan yang tak terbatas. Perasaan haru seharusnya menyergap diri manusia setiap saat sepanjang hidupnya. Keyakinan yang pertama adalah bawa kita akan mampu mengatasi segala tantangan.
Seseorang akan akan sulit melatih diri untuk bersabar, seandainya belum mengenyam keberkatan dari sabar, atau belum menghayati arti bersabar. Hati setiap orang meyakini bahwa kesabaran memerlukan daya yang mapan. dan tidak ada daya yang paling kuat selain daya dari Allah swt, lâ hawla wa lâ quwwata illa billah.
Kesabaran hakiki sesungguhnya adalah kesabaran yang mendapatkan dukungan dari Allah swt. Karena itu di dalam al-Quran disinyalir, Dan bersabarlah dan kesabaranmu itu hanya karena Allah swt. Ahli sabar tentu tidak akan pernah mengeluh kepada manusia sedikitpun.Tidak ada tempat bagi orang-orang yang bersabar selain menikmati anugerah ujian dari Allah swt. Mereka hanya akan mengeluh kepada Allah saja, seperti halnya yang dilakukan oleh nabi Ayyub as, Ia mengatakan di dalam surah Ash-shad (41). Sehingga Allah pun memujinya sebagai orang yang sabar. Al-Quran mengatakan, Aku mendapatimu sebagai orang-orang yang sabar dan sebaik-baik hamba adalah mereka yang kembali. Innama asyku batssî wa huznî illallah, Sesungguhnya aku mengeluhkan kegundahan diriku hanya kepada Allah. Apapun yang terjadi kepada diri seorang mukmin, hendaknya tidak membuatnya serta merta mengeluhkan kepada siapapun.
Tidak mengeluh bukan berarti tidak mendiskusikan atau bermusyawarah dengan sesama, karena ada perbedaan antara mengeluh dan bermusyawarah. Dalam bermusyawarah kita mencari solusi yang tidak dilihat oleh diri kita dan mencoba meminjam telinga dan mata orang lain. Tetapi dalam mengeluh seseorang melihat ketidak berdayaan dirinya dan mengharapkan yang lain menaruh belas kasihan kepadanya.
Menurut Ali Karamallah wajhahhu, kesabaran itu ada dua jenis. Sabar atas apa yang tidak disukai dan sabar atas yang disukai. Sabar dalam menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan adalah dengan terus mempertahankan stamina dan mengelola kekuatan untuk menyelesaikan urusannya dari yang terkecil hingga yang terbesar. Sabar dalam menyelesaikan tugas-tugas sepanjang hidupnya dengan tidak kehilangan stamina dan antusias. Ciri-ciri orang yang sabar adalah telaten, penuh dedikasi, dan terus memperbaiki segala aktifitasnya.
Ada jenis sabar yang lain, yaitu sabar dalam menggapai sesuatu yang menyenangkan, yang menggembirakan agar tidak merusak akhlak dan iman. Sebab dengan kesabarannya, ia tidak akan larut dalam sesuatu yang berlebihan. Sesungguhnya hidup ini bak roda yang terus berputar mambawa manusia menuju kematiannya. Kadang-kadang roda itu mengangkat seseorang di atasnya dan kadang-kadang menempatkan di bawahnya.
Sabar dalam menghadapi kesulitan mungkin lebih tabah dihadapi dibandingkan dengan sabar dalam menghadapi kesenangan-kesenangan. Kesenangan-kesenangan karena biasanya diinginkan menjadi lupa akan bahaya-bahayanya. Dalam sabar atas kesenangan ini seseorang harus melawan keinginannya. Ibn Arabi menyenandungkan dalam Futûhat al-Makiyyah :
“Aku ingin menggabungkan diri dengan-Nya dan Ia ingin meninggalkanku, maka kutinggalkan yang kuinginkan dan memilih yang diinginkan oleh-Nya.”
Di dalam ayat al-Quran manusia diperintahkan untuk ishbirû, wa shâbiru wa râbitû ! Ishbiru yaitu dalam menghadapi bala, shâbiru yaitu dalam melawan kemaksiatan dan râbitû yaitu sabar dalam ketaatan. Dengan demikian menurut al-Quran ada dua jenis kesabaran; yaitu sabar dalam menghadapi kemaksiatan dan sabar dalam menjalankan ketaatan. Kemaksiatan perlu dijauhi dengan kesabaran. Karena daya tariknya seseorang menjadi tidak sabar untuk menjauhinya pelan-pelan.
Penulis : Amir Hamzah