Peristiwa Asyura dalam Perspektif Fiqh: Pemikiran Soroush Mahalati (bagian 2)
Fardiana Fikria Qur’any, M. Ud- Terdapat tiga tahapan dalam membai’at penguasa zalim. Tahapan pertama, hukum pertamanya ialah, membai’at penguasa zalim adalah haram bagi seorang imam maupun selain imam. Tahapan kedua, hukum kedua ialah, syarat diperbolehkannya takiyah adalah, jika kondisinya darurat. Tahapan ketiga, tidak berlakunya hukum kedua apabila akan menyebabkan kerusakan besar meskipun kondisinya darurat sekalipun. Pada tahap ketiga ini, tidak diperbolehkan membai’at penguasa zalim meskipun harus mengorbankan nyawa. Tentu saja, tiga tahapan ini merupakan hukum umum syari’at, meskipun ada kemungkinan bahwa imam memiliki syarat khusus dalam memilih masing-masing tahapan tersebut karena kedudukannya yang istimewa dalam membimbing umat dan menjaga keutuhan umat, karena terkadang takiyah boleh untuk orang awam dan tidak boleh bagi seseorang yang berada dalam posisi imam. Dalam hal apapun, hukum baiat diperbolehkan dengan syarat dan maslahatnya masing-masing yang seringkali berbeda.
Pertanyaan: Bagaimana kita dapat mengambil manfaat dari kebangkitan Sayyidu al-Syuhada di masyarakat saat ini dan pada dasarnya, bagaimana generalisasi kebangkitan ini pada periode-periode lainnya?
Kebangkitan imam Husein tentu dapat digeneralisasikan, tetapi arti dari generalisasi adalah bahwa pola ini diperluas ke kondisi serupa, menurut pendapat saya, masing-masing imam yang berada dalam situasi imam Husein, melakukan tindakan yang sama. Dulu mereka melakukannya, tetapi sayangnya hari ini beberapa orang menganggap generalisasi berarti generalisasi untuk semua kondisi yaitu, dalam situasi imam Hasan, seseorang harus melakukan hal yang sama seperti imam. Orang-orang bodoh ini tidak dapat memahami hubungan posisi imam husein dengan situasi tertentu dan berpikir bahwa keputusan ini sama untuk semua situasi. Untuk membuat generalisasi yang adil, pertama kita harus mendapatkan komponen utama kebangkitan imam Husein, misalnya imam Husein menghadapi penguasa local yang mengatakan bahwa dia ingin membaca fathul Islam “و علی الاسلام، إذ قد بلیت الامة براع مثل یزید” berdasarkan tulisan ini, maka contoh ini tidak dapat digeneralisasikan ketika berhadapan dengan penguasa yang zalim. Tulisan lainnya mengatakan bahwa semua jalan untuk imam Husein ditutup, mereka tidak mengizinkan imam Husein untuk kembali ke Madinah atau ke tempat yang lain di mana imam Husein sedang berjalan menuju Syam. Berdasarkan pandangan Syahid Muthahhari, bahwa musuh berhadap dengan imam hasan untuk berdamai, akan tetapi di hadapan imam Husein mereka hanya meminta imam Husein untuk menyerah oleh karena itu, yang harus dilakukan ialah perlawanan dalam menghadapi permintaan penyerahan diri imam Husein bukan perlawanan terhadap perdamaian.
Saya percaya bahwa kebangkitan imam Husein adalah bencana dan saya menganggap perlu untuk berbela sungkawa kepadanya, akan tetapi saya juga percaya bahwa mengulangi slogan-slogan karbalah bukanlah cara untuk berbelasungkawa dan juga bukan cara meneladaninya.
Pertanyaan: apakah di antara para ahli fikih syi’ah ada yang berpendapat bahwa kebangkitan imam Husein di luar dari bidang fikih?
Ya, pemahaman tersebut telah diperkenalkan dalam fikih kita sejak periode Qajar dan khususnya dari pemilik kitab Jawahir dan setelahnya ada Syekh Ja’far Sushtari menyebar dan mendapat pengaruhnya di masyarakat Syiah. Karena pengaruh dari Syekh Ja’far dalam satu abad terakhir, pandangan ini hampir mendominasi. Marhum Shushtari telah mengulangi kata-kata yang sama dari pemilik kitab Jawahir dalam berbagai bukunya, seperti Khashaishul Husainiyah dan Fawaidul Masyahid. Ringkasannya pandangannya ialah, bahwa imam Husein memiliki tugas khusus yang berbeda dengan kewajiban umat Islam pada umumnya. Bahkan Syekh Mohammad Hossein Kasyf al-Ghita, seorang ahli hukum yang jelas dan berpengetahuan dari sudut pandang sosial dan politik ketika dihadapkan pada pertanyaan, mengapa imam melepaskan para sahabatnya pada malam Asyura dan membiarkan mereka pergi ke Karbala? Ia menjawab, bahwa peristiwa Karbala di luar aturan syar’I dan hukum masyarakat sipil. Peristiwa karbala adalah satu peristiwa pengecualian yang luar biasa.
Dalam beberapa tahun terakhir, sebuah buku diterbitkan oleh kantor Ayatullah Bahjat dengan judul Rahmat Vas’ee. Buku ini adalah kumpulan perkataan almarhum Syaikh Bahjat tentang imam Husein. Di sana, dia pertama kali berkata: “bisakah seseorang mempersiapkan dirinya untuk bunuh diri? Apakah dia punya hak untuk bunuh diri? Dan kemudian ia berbicara tentang Karbala dan para sahabat imam Husein dan berkata: “Akhirnya apa yang harus kita katakan? Ini tidak lagi ditemukan dalam risalah, mereka sendiri yang tahu jawaban atas perbuatan mereka dan situasi mereka sendiri.” Kalimat terakhir ini mengacu pada fakta bahwa mati syahid adalah sesuatu di luar risalah fikih dan ahli hukum hari ini tidak dapat memeiliki jawaban untuk pekerjaan mereka.
Kitab fikih tentang Asyura ditulis oleh Mohammad Soroush Mahalati, yang diterbitkan pada Juli 2017. Soroush Mahalati dalam buku Fikih Asyura mengacu pada kematian Muawiyah, naiknya Yazid ke bangku kekuasaan dan Yazid menginginkan imam Husein membai’at dirinya. Ia juga menjadikan gerakan imam Husein sebagai topik penelitian yaitu, bagaimana pandangan fikih terhadap bai’at imam kepada penguasa yang tidak adil? Apakah diperbolehkan atau tidak diperbolehkan?
Soroush Mahalati adalah seorang peneliti fikih politik, yang puluhan bukunya telah diterbitkan sejauh ini, antara lain: Aqlaniyyat dar Asyura, Velayat: Dar Moghalete va Mashadere[1], Ta’amulate Siyasi ‘Allamah Thaba-thaba’I,[2] Jihad dar Feqhe Maaser Syi’e – Daftar Awal[3], Ahkam Harim Khususi (berdasarkan sumber-sumber Islam)[4], Din o Diktaturi: Majmue Maqalat Barresi Nesbat Din o Estbedad[5], Andishe o Iman dar Azadi[6], Doulat o Ejraye Syariat: Selseleh Maqalat Doulat o Ebzarhaye Elzam Syahrvandan be Syariat[7], Eslam o Moqtaziyat Zaman, Barresi Nesbat Din o Tahavvolat Hayat Insani[8], Nazarat Khabargan; Nasihat Nokhbegan Rahbari[9], Bi Tarafi Syart Davari Majmoe Maqalat[10], Din o Doulat dar Andisye Siyasim[11], Syahr Mordegan: Dah Maqale dar Hoqoq Asasi Mokhalefan, Emkan Sanji Entekhabat dar Nezam Islami[12], Bazgasyt az Be
[1] Rasionalitas dalam Asyura
[2] Refleksi Politik Allamah Thaba-thaba’i.
[3] Jihad dalam Fikih Syiah Kontemporer – Buku Pertama.
[4] Aturan Privasi (berdasarkan sumber-sumber Islam).
[5] Agama dan Diktatorisme: Kumpulan Artikel menelaah Hubungan Antara Agama dan Tirani.
[6] Pemikiran dan Keyakinan dalam Kebebasan.
[7] Pemerintah dan Penerapan Syariah: Serangkaian Pasal-Pasal Pemerintahan dan sarana Mewajibkan Warga Negara untuk Syariah.
[8] Islam dan Persyaratan Waktu: Menyelidiki Hubungan antara Agama dan Evolusi Kehidupan Manusia.
[9] Pengawasan Para Ahli; Nasihat para elit: lihat Hak dan Kewajiban Dewan Pakar kepemimpinan.
[10] Netralitas adalah Syarat Arbitrase, Kumpulan Esai, Agama dan Pemerintahan dalam Pemikiran Politik Saya.
[11] Kota Orang Mati: Sepuluh Artikel tentang Hak-Hak Dasar Oposisi.
[12] Kelayakan Pemilihan dalam Sistem Islam.