Renungan Do’a Keselamatan dari Imam Mahdi Afj Bagian 4
Wa irfanal hurmah
Dan mengenali yang haram.
Untuk bisa meninggalkan yang haram jelas kita harus mengenali perbuatan itu secara baik, pengenalan hal-hal yang haram dari yang tidak haram adalah sebuah kemestian. Dari sini seorang muslim harus secara jelas menapaki hirarki dari ketuhanan, kenabian, keimamahan, dan akhirnya berujung pada bagaimana mengaplikasikan keyakinan tadi dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana mengenal mana yang halal dan mana yang haram, mengenal mana yang wajib dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Sebuah konsekuensi dari keyakinan kita kepada Allah SWT adalah kita mencari tahu semua hal yang diridhai Allah untuk kita lakukan, dan mencari yang dibencinya untuk kita tinggalkan. Konsekuensi logis bagi siapa saja yang mengaku sebagai pecinta Allah SWT.
Ketika akan bepergian ke suatu Negara dengan warga negara mayoritas non muslim, pertama kita perlu mempelajari negara tersebut dengan baik, termasuk masalah halal haram makanan yang bisa kita konsumsi ketika berada disana, sebagai contoh beberapa orang mengira daging ikan atau daging yang lain di iris begitu saja lalu disajikan, padahal setelah diiris, irisan daging itu kadang perlu dicelupkan sebentar kedalam sake, perendaman untuk menghilangkan bau amis yang khas dimiliki ikan, sementara sake sendiri merupakan satu jenis minuman keras yang memabukkan, memang ada juga jenis masakan ikan dimana ikan di dibersihkan dari sisiknya lalu dibersihkan dari kotoran yang ada didalam perutnya, dan diiris serta di siram dengan air panas, seketika setelah disiram air panas langsung diceburkan kedalam rendaman Es batu. Kemudian di iris tanpa direndam dalam sake terlebih dahulu, tapi yang perlu diperhatikan adalah saus yang dipakai sebagai cocolan ketika mengkonsumsinya.
Di beberapa negara, berbagai masakan sebagai bumbu pelengkap menggunakan saus tiram, sementara dalam salah satu dari lima madzhab yang ada saus tiram itu tidak halal dikonsumsi.
Wa irfanal hurmah tidaklah serta merta kita menjadi tahu segala yang haram, tapi doa selalu dibarengi dengan usaha, begitu juga dalam masalah ini. Kita juga dituntut mencari tahu, belajar, mengumpulkan informasi sejauh yang kita mampu. Inilah mengapa ada kewajiban untuk menuntut ilmu, tanpa menuntut ilmu baik otodidak atau dengan belajar kepada yang ahli maka kita akan buta, bahkan bisa jadi akan binasa akibat salah pilih, salah jalan.
Wairfanal hurmah, tidak hanya ketika kita akan bepergian, tapi mengetahui yang haram dan yang halal di lingkungan tempat sekarang tinggal juga perlu, karena kehidupan kita selalu berhubungan antara haram dan halal. Bahkan dalam fikih kadar kewajiban kita untuk mengetahui hukum hal-hal yang kita perlukan sehari-hari itu hukumnya wajib. Ini adalah salah satu bentuk ri’il dari wa irfanal hurmah.
Wairfanal hurmah juga jadi pemicu kelaziman adanya seseorang yang benar-benar ahli fikih dalam satu wilayah khusus, sehingga orang-orang sekitar bisa bertanya dan merujuk kepadanya ketika menemukan pertanyaan dari permasalahan hidup mereka sehari-hari. Jadi wairfanal hurmah itu tergantung kemampuan masing-masing orang, ketika dia bisa belajar sampai level marja, maka dia wajib melakukannya, ketika hanya mampu sekadar menjadi muqalid maka sekadar itu juga kewajibannya. Sebab tidak semua orang bisa belajar fikih secara detil, dan disisi lain kebutuhan islam sendiri tidak hanya pada masalah fikih, masalah pembangunan, teknologi dll juga sangat diperlukan.
Wairfanal hurmah tidak terbatas pada orang-orang tertentu saja, kewajiban ini juga ditujukan kepada semua orang yang memiliki syarat secara fikih. Jadi tidak berlaku kepada mereka yang tergolong rufi’al qolam, seperti orang gila, anak kecil belum mumayiz, tidak mampu, dll.
Wairfanal Hurmah memang berat, tapi ini adalah jalan paling jelas bagi seseorang yang ingin melakukan suluk ruhani, level terendah dalam suluk Ruhani adalah mengerjakan yang diwajibkan-Nya, menjauhi semua yang dilarangNya.
Wairfanal Hurmah juga mengingatkan kita agar kita mengetahui macam-macam dosa besar maupun dosa kecil, memang sebenarnya tidak ada dosa besar dan kecil, karena dosa besar adalah dosa yang dilakukan dan kita menganggap remeh dosa itu.
Dosa besar dalam istilah ditujukan untuk memberikan peringatan kepada kita, sehingga kita lebih berhati-hati, lebih serius dalam menjauhi, bahkan dalam tatanan Islam kita tidak hanya dilarang melakukan dosa bahkan diperintahkan untuk menjauhi hal-hal yang akan membawa kita berbuat dosa.
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبائِرَ ما تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئاتِكُمْ وَ نُدْخِلْكُمْ مُدْخَلاً كَريماً
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu) yang kecil dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS AN Nisa: 31)
Dosa-dosa besar diantaranya ada tiga kriteria
هر گناهی که در قرآن و حدیث بر کبیره بودن آن تصریح شده باشد (متجاوز از چهل گناه که در روایات اهلبیت پیامبر نام برده شدهاست
هر معصیتی که در قرآن مجید یا سنت معتبر وعده آتش بر ارتکاب آن رسیده باشد
هر گناهی که در قرآن یا سنت معتبر از گناهی که کبیره بودنش مسلم است بزرگتر شمرده شود .
Jadi dosa besar adalah dosa yang dinilai besar sebagaimana sudah dijelaskan dalam Quran dan hadis Nabi saw dan Maksumin as.
Dosa besar adalah semua maksiat yang tertera dalam Quran atau sunah Nabi dan Maksumin as yang dijanjikan balasan adzab Neraka jahanam.
Dosa besar adalah semua maksiat yang tertera dalam Quran atau sunah Nabi dan Maksumin as yang terkenal dan badihi disebut sebagai dosa besar.
Beberapa contoh dosa besar adalah, membunuh, memperkosa, berzina, murtad, dan lain sebagainya.(28/12/18)