Sayidah Khadijah (ra), yang tak Tergantikan (2)
Dalam sejarah keagamaan didapati sebagian wanita yang menjadi isteri-isteri pada nabi, mendukung risalah dan dakwah suami-suami mereka. Salah satunya dan yang paling utama adalah Ummul mu`minin Khadijah ra. Dialah orang pertama yang beriman kepada nabi Muhammad saw ketika turun wahyu Allah kepadanya.
Ia sambut sang suami saat pulang membawa wahyu pertamakali, dengan beriman kepadanya. Karena yakin bahwa beliau saw adalah sosok yang menjelma pada dirinya semua sifat para nabi, bahkan lebih sempurna dari mereka. Maka ia berikan semua yang Nabi perlukan di jalan risalah Tuhan. Ketulusan dan kesungguhannya di jalan ini menyejukkan hati Nabi saw di tengah menghadapi berbagai gangguan dan pendustaan Quraisy terhadap dirinya.
Sejak hari pertama ia menerima pernikahan dengan Rasulullah saw, lalu mewakafkan dirinya dan harta kekayaannya kepada beliau. Konon, Khadijah menyuruh sepupunya, Waraqah bin Naufal, supaya mengumumkan kepada segenap kaum Quraisy bahwa semua yang dia punya adalah milik Rasulullah. Maka Waraqah menyeru: Hai bangsa Arab! Sesungguhnya Khadijah menyatakan bahwa dia telah menyerahkan dirinya, harta, budak-budak dan semua yang dia miliki kepada Muhammad, sebagai pemuliaan terhadapnya dan pengagungan kedudukannya serta cinta kepadanya.
Nabi saw mempunyai wewenang penuh atas harta itu di jalan dakwah, membantu kaum lemah dan budak muslim dari tuannya yang kafir. Bahkan pendanaan muslimin untuk hijrah ialah berasal dari harta Khadijah. Hal bepergian jauh memerlukan bekal material, baik untuk pangan maupun untuk tunggangan.
Muslimin yang berhijrah, lebih-lebih ke Habasyah, kebanyakan mereka dari kaum fakir dan duafa. Maka harta Khadijah sebagai pilar yang diandalkan. Begitu juga hijrahnya para fatimah (Fatimah binti Asad, Fatimah binti Rasulullah dan fatimah lainnya) dan keluarga Nabi dari Mekah ke Madinah. Oleh karena itu, ketika Abu Rafi ditanya Apakah Nabi saw mempunyai nafkah untuknya (Ali kw saat hijrah ke Madinah)?
Ia menjawab: Apakah kamu melupakan harta Khadijah as?.
Rasulullah saw pernah bersabda: Tiada harta yang berarti bagiku seperti harta Khadijah yang sangat berarti bagiku! (Bihar al-Anwar juz 19 hal 63)
Ibu Dzurriyah Suci Nabi saw
Orang-orang yang memusuhi nabi Muhammad saw, seakan meramalkan bahwa sebentar lagi ia mati bersama dakwahnya, karena tak ada penerusnya. Ia orang “abtar (tak mempunyai keturunan), sebagaimana yang diucapkan al-Ash bin Wa`il dalam sejarahnya.
Di sini tampak pemuliaan Allah terhadap Khadijah, ketika menjadikannya seorang ibu dzurriyah (anak keturunan Nabi saw) dan yang melahirkan al-Kautsar (kebaikan yang melimpah), sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS: al-Kautsar)
Di antara yang lahir melalui Sayidah Khadijah, Rasulullah dikaruniai Qasim dan Thahir (Abdullah) dan keduanya meninggal dunia sejak kecil. Lalu dikaruniai Fatimah az-Zahra as, pemuka kaum wanita seluruh alam.
Dari Khadijah lah dzurriyah dan keturunan Nabi menjadi langgeng. Khadijah dalam kebaikan yang melimpah (al-kautsar), darinya dzurriyah terbaik Rasulullah saw terus berlanjut memenuhi bumi dengan cahaya dan hidayah di setiap masa. Inilah salah satu keistimewaan yang dimiliki Sayidah Khadijah, bahwa dari semua isteri Nabi saw, beliau tidak dikaruniai satu anakpun -kecuali isterinya yang bernama Mariyah, yang melahirkan Ibrahim lalu meninggal dunia pada usia kanak-kanak.
Dapat dirujuk riwayat-riwayat mengenai putri Rasulullah saw, yang Sayidah Khadijah lahirkan, di antaranya soal nuthfah (benih) yang terbentuk setelah Nabi saw menerima buah dari surga. Juga bahwa Allah swt ketika berkehendak menampakkan cahaya Fatimah az-Zahra as, Dia memerintahkan Nabi-Nya berpisah (sementara) dari Khadijah dalam sekian waktu, dan berpuasa di siang hari serta bangun di malam hari. Setelah itu Nabi saw langsung menemui Khadijah, kemudian lahirlah Fatimah as. Karena itu bila Nabi ingin mencium aroma surga, beliau datang untuk memeluk putrinya ini.
Tahun Duka
Seribu hari kira-kira yang dilewati bani Hasyim dan muslimin bersama Rasulullah saw di Syi’bu Abi Thalib, yaitu lembah antara dua bukit di Mekah, setelah kaum Quraisy mengumumkan pemboikotan terhadap para penentang mereka. Muslimin dilarang membeli sesuatu yang dibutuhkan dari para pedagang, sehingga persediaan makanan bagi mereka habis. Anak-anak mereka pun menjadi lapar.
Sayidah Khadijah binti Khuwailid, wanita terkaya di Quraisy. Walau begitu, ia tidur di atas tanah sama dengan kaum itu dan mensuplai makanan pokoknya. Pucat wajahnya tapi tetap senyum tenang lagi terhormat, dan berharap sampai kepada Sang Kekasih Sumber kedamaian dan kepada-Nya bermuara kedamaian.
Rasulullah saw melewati hidup bersamanya, beliau melihat Khadijah yang harta sangat berarti bagi Nabi di atas semua harta selainnya. Kini dia pada detik-detik akhir masa hidupnya, di saat semua harta miliknya telah habis untuk membeli surga dan sungguh beruntung dalam penjualannya. Tetapi hal yang menyedikan di sini, dia detik-detik terakhir dalam hidupnya dan Rasulullah saw tak dapat berbuat banyak. Beliau berkata: Hal yang tak menyenangkan bagiku melihat engkau dalam keadaan begini duhai Khadijah! Namun Allah menjadikan dalam ketidak senangan ini kebaikan yang melimpah. Tahukah bahwa Allah telah menikahkan aku dengan engkau di surga yang dihuni Maryam binti Imran, Ummu Kultsum saudari Musa dan Asiyah isteri Firaun?. (Bihar al-Anwar juz 19 hal 20)