Sekilas Pemerintahan dan Langkah Politik dalam Kehidupan Imam Husain
Hal terpenting dalam kehidupan Imam Husain as adalah kejadian terbantainya beliau, keluarga dan sahabat di Karbala. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah salah satu faktor utama penguat para pengikut Ahlul Bait sejak 10 Muharam 60 H hingga sekarang ini. Disisi lain landasan pemikiran dan tema utama dalam mazhab Ahlul Bait adalah masalah imamah, hal ini bahkan menjadi lebih hangat dan menunjukkan kekuatannya setelah kejadian asyura, pemikiran Nabi Muhammad saw dan Amirul mukminin as yang berbasiskan kepemimpinan dengan berlandaskan agama dan penentangan mutlak kepada kezaliman kembali muncul dan tumbuh.
Memang pejuang Imam Husain as pada kejadian Asyura dan beliau sendiri syahid berkalang tanah. Sebuah kenyataan yang memunculkan pertanyaan, apakah beliau menang atau kalah, kejadian asyura harus disesalkan atau dibanggakan, kejadian asyura bermanfaat untuk umat atau malah merugikan. Mengapa beliau yang mengetahui dari kakeknya bahwa akan syahid di Karbala tetap saja pergi kesana, menuju Kufah bersama sahabat dan keluarga besar beliau, hasilnya Beliau dan keluarga dibantai oleh ribuan pasukan bersenjata lengkap. Tidak hanya itu, Ibnu Abbas juga bahkan sudah menasihati Beliau untuk tidak pergi, agar tidak dibunuh oleh musuh. Apa masalahnya jika Beliau melakukan gerakan bawah tanah bersama pengikut yang masih setia, tinggal di Madinah atau kota lain yang berada diluar jangkauan Yazid. Jadi apa masahnya jika Imam tidak memperdulikan apa yang dilakukan Yazid dan melakukan apa yang ingin beliau lakukan sebagai seorang Imam?
Dalam menjawab hal ini, perlu kita teliti apakah benar beliau memang memiliki berbagai pilihan lain selain maju ke medan perang, melakukan pembuktian hujjah terakhir atas kebiadaban Yazid as. Belajar dari sejarah apa yang dilakukan Imam Ali as dihadapan Muawiyah, sebagai sumber belajar kebijaksanaan politik Imam Husain, kita dapati Imam Ali as dengan sikap-sikap tegas beliau terhadap Muawiyah, segala tindakan demi menjaga keutuhan umat islam agar tidak terpecah belah, kondisi yang memang cukup berbeda dengan Imam Husain as, dimana Imam Ali as tidak ada keharusan untuk dimintai baiat kepada Muawiyah, posisi Imam Ali as yang jauh lebih kuat secara strategis dan historis berpengaruh pada kebijakan-kebijakan beliau terhadap Muawiyah dan kroni-kroninya dibanding kondisi Imam Husain as. Munculnya banyak peperangan dimasa Imam Ali as jauh lebih banyak dibanding tiga khalifah sebelumnya menjadi penanda bahwa beliau tegas dalam menjalankan tampuk pemerintahan, para munafik dan pencecap nepotisme dan korupsi di masa-masa pemerintahan sebelumnya tidak ada pilihan lain kecuali keluar dan melakukan pemberontakan, berharap bisa mendapatkan kembali surga yang dipenggal Pemerintahan Ali as. Pemberontakan dan perang di jaman Imam Ali as adalah bukti betapa banyaknya orang munafik di dalam pemerintahan Imam Ali as. Dengan sejarah ini, jika Imam Husain as bersikap memberi baiat kepada Yazid maka bertolak belakang dengan tindakan pendahulunya, yakni tindakan Ali bin Abi Thalib as maupun tindakan Hasan bin Ali as dalam bersikap kepada lawan politiknya. Lawan politik istimewa karena satu sisi, mereka adalah pihak yang tidak mengindahkan ajaran agama, sementara pihak Imam Ali as adalah pihak yang menjalankan ajaran agama Isalam dan dalam perjuangan dalam menjaganya dari para penyimpang. Yazid lebih biadab dari Muawiyah, dia bertindak melanggar ajaran Islam secara terang-terangan. Sejarah juga membuktikan bahwa dia mengijinkan para prajuritnya untuk bertindak asusila di Madinah, memperkosa istri dan anak-anak perawan di kota suci itu. Kejadian yang dikenal dalam sejarah dengan al Harrah. Ketika Imam Husain as tidak melakukan revolusi, tidak bertindak seperti sudah terukir dalam sejarah dengan tinta emas. Niscaya ajaran agama Muhammad saw sudah tidak ada lagi dimuka bumi. Apa yang dilakukan pemerintah Arab Saudi dalam mengekploitasi Mekah utamanya Masjidil Haram sebagai media untuk mengumpulkan pundi-pundi dolar, hal itu masih bisa diimbangi dengan berbagai gerakan yang dilakukan diberbagai penjuru dunia. Gerakan yang bernadikan dari darah tertumpah milik Imam Husain di Karbala ribuan tahun yang lalu. Gerakan yang mengajarkan bahwa Islam adalah kebanggaan, bahwa Islam adalah kasih sayang, bahwa Islam berikut inventaris Islam tidak layak dieksploitasi untuk kepentingan Negara, Kerajaan atau apalagi untuk kepentingan pribadi. Walau di Mekah dibangun tempat-tempat karaoke maupun prostitusi tapi kejayaan Islam yang datang dari berbagai penjuru dunia tetap terjaga, apa yang dilakukan arab saudi tidak menjadi standar yang dilakukan Islam seharusnya.
Arab Saudi dengan berlimpah ruah uang dari minyak maupun devisa haji meluangkan waktu bertahun-tahun untuk menggempur rakyat Yaman, jelas ini bukan ajaran Islam, kepongahan, kesombongan dan jumlah uang Arab Saudi yang mengandalkan minyak ini mulai menciut ketika ladang minyaknya digempur mereka yang memiliki semangat husaini, semangat melawan pihak-pihak penindas. Kicauan dunia internasional tidak akan mempersurut ketegaran pasukan bersarung dari tanah nenek moyang sebagian habaib di tanah air ini.
Apa yang dilakukan oleh Arab Saudi dengan memborbardir Yaman tanpa ampun, seperti menyerang rumah sakit dan sekolah, adalah tindakan Yazid dijamannya, dan apa yang dilakukan masyrakat Yaman adalah gerakan bernafaskan darah panas dari Karbala, yang dikobarkan Imam Husain as dan keluarga. Gerakan demi membela diri, menentang kezaliman.
Tautan 1 Serangan Saudi ke Yaman di laman web republika
Tautan 2 Serangan Saudi ke Yaman di laman web detik
Terkait kepergian Imam Husain as ke arah Kufah. Pada waktu itu ada empat tempat penting bagi pendukukng Ahlul Bayt, Pertama di Mekah sendiri, kedua di daerah Madinah, ketiga di Daerah Yaman, dan ke Empat di Daerah Kufah. Dari keempat daerah ini kemungkinan bagi Imam Husain as untuk mendapat pendukung sangat minim, kondisi disana tidak memungkinkan. Pada kenyataanya dalam sejarah memang penduduk kufah pernah berbuat ingkar namun kemungkinan ini secara lahiriah lebih menjanjikan dibanding tiga daerah lain. Lebih-lebih dari daerah Kufah jumlah orang yang mengirimkan surat sebagai bentuk undangan dan baiat sangat besar, dan hal ini tidak terjadi dari tiga daerah lain baik dari Yaman, Mekah atau pun Madinah.
Wallahu a’lam