Sikap Imam Ja’far Shadiq Menghadapi Kaum Ghuluw
Kemunculan sekte dan aliran ghulat adalah sebuah realita yang sangat semarak pada masa kehidupan Imam Ja’far bin Muhammad Shadiq as. Usaha keras imam keenam Mazhab Syiah ini telah berhasil memarginalkan peran kelompok sesat ini dan memelihara ajaran-ajaran murni Islam dari tangan-tangan kotor mereka.
Kelompok-kelompok ghulat meyakini ketuhanan, kenabian, reinkarnasi, dan kekadiman ruh para imam maksum Ahlul Bait as. Para teolog Syiah memang telah banyak mengupas kelompok-kelompok ini dalam buku-buku mereka. Menurut Hasan binn Musa Naubakht, kelompok ghulat memiliki banyak aliran dan pondasi keyakinan mereka adalah tiga hal: para imam Ahlul Bait as adalah Tuhan, nabi, dan tidak akan pernah mati.
Hal ini juga diakui oleh para teolog Syiah yang lain seperti Syaikh Mufid, Sayid Murtadhd, Allamah Hilli, dan Khajah Nashhiruddin Thusi. Poin kesamaan keyakinan pada kelompok ghulat ini adalah mereka meyakini para imam maksum Ahlul Bait as sebagai Tuhan.
Sebenarnya, para kelompok ghulat sudah pernah ada dari sejak masa Rasulullah saw. Akar-akar kelompok ini bisa ditemukan dari sejak masa jahiliah. Dalam sebuah riwayat disebutkan, seorang Yahudi dan Masehi pernah berkata kepada Rasulullah saw, “Wahai Muhammad! Maukah engkah kami menyembahmu dan menjadikanmu sebagai tuhan kami?” Beliau menjawab, “Kami berlindung kepada Allah dari menyembah selain-Nya.”
Gerakan kelompok ghulat ini berlanjut hingga masa kehidupan Imam Sajjad as. Tetapi tidak pernah berhasil membentuk sebuah aliran yang teratur. Pada masa transisi dari kekuasaan Bani Umaiyah ke Bani Abbasiyah, tersedia lahan untuk pertumbuhan kelompok ghulat ini.
Sebelum periode yang dikenal sejarah dengan nama periode Shadiqain, para imam maksum as hanya bisa memnhadapi mereka dengan cara menghidayahi. Tetapi, Imam Shadiq as menghadapi mereka dengan serius lantaran ancaman serius yang bisa ditimbulkan oleh kelompok-kelompok ini.Pada masa Imam Muhammad Baqir as, kelompok ghulat sudah mulai memperbanyak diri dan bergerak ke arah aliran-aliran yang teratur. Akhirnya, pada masa Imam Shadiq as, banyak kelompok ini yang berhasil menyempurnakan diri. Imam Shadiq as senantiasa memperingatkan bahaya besar kelompok ini dan melakanat setiap pemimpin mereka. Nama-nama seperti Banan al-Taban, Hamzah bin Ammar Barbari, dan lain-lain adalah contoh nama yang sering dilaknat oleh Imam Baqir dan Imam Shadiq as.
Imam Shadiq as dalam banyak kesempatan selalu berusaha menjelaskan hakikat dan jati diri para imam maksum as kepada para pengikut kelompok ghulat. Dalam sebuah riwayat disebutkan, beliau meminta kepada Ismail bin Abdulaziz yang memiliki keyakinan ghulat untuk menyediakan tempat berwudu. Ismail berguman, “Saya memiliki keyakinan istimewa berkenaan dengan beliau. Lalu mengapa beliau sekarang memerlukan tempat wudu?” Setelah usai berwudu, beliau berkata kepadanya, “Hai Ismail! Janganlah kamu meninggikan bangunan melebihi kemampuan yang dimiliki, karena bangunan itu pasti akan roboh. Yakinilah kami sebagai makhluk, dan setelah itu, katakanlah apa yang kamu sukai tentang kami.”
Abu Bashir pernah bertamu kepada Imam Shadiq as dan mengutarakan keyakinan ghulat bahwa para imem Ahlul Bait as mengetahui jumlah tetesan hujan, bintang, helai daun pepohonan, berat seluruh apa yang ada di laut, dan jumlah tanah di muka bumi ini. Imam Shadiq as menjawab, “Maha Suci Allah! Demi Allah! Tak seorang pun mengetahui semua itu kecuali Allah.”
Salah seorang pengikut ghulat bernama Abul Khatab meyakini bahwa Imam Shadiq as mengetahui hal-hal yang gaib dan malah mewariskan ilmu gaib itu kepada dirinya. Guna menjawab klaim mentah ini, beliau berkata, “Sumpah demi Allah yang tiada tuhan selain Dia! Saya tidak pernah mengetahui ilmu gaib. Semoga Allah tidak memberikan pahala atas kematian keluargaku dan tidak memberikan berkah atas kehidupan keluargaku apabila saya pernah mengatakan hal itu kepadanya.”
Keyakinan para ghulat yang lain adalah para imam Ahlul Bait as mengetahui pembagian rezeki setiap makhlu. Imam Shadiq as berkata, “Demi Allah! Hanya Allahlah yang telah menentukan rezeki kami. Saya sendiri merasa sedih ketika memikirkan makanan yang harus saya sediakan untuk keluargaku. Ketika saya berhasil memenuhi kebutuhan mereka, barulah saya bisa bernapas lega.”
Sumber; http://shabestan.net/id/pages/?cid=14847