Syahid Reza Husaini: Penjaga Haram Sayyidah Zainab
Salam sejahtera bagimu wahai yang telah mempersembahkan diri di jalan Allah demi menjaga simbol suci agama. Salam bagi ragamu yang bahkan keberadaannya pun tak diketahui di mana. Salam bagi jiwamu yang telah mencapai puncak pengenalan kehidupan. Salam bagimu Sayyid Reza Husaini.
Sayyid Reza Husaini, terimakasih telah menjadi tuan rumah saat kami hendak melakukan kunjungan kehormatan dan menyampaikan belasungkawa kepada keluargamu. Malam itu tanggal 16 Februari tahun 2017, empat hari setelah kedatanganku di Qom untuk menghadiri konferensi Alumni Jamiatul Musthafa. Sebelumnya dikabarkan bahwa kami mendapat kesempatan mulia untuk mendatangi rumah salah satu syahid penjaga haram Sayyidah Zainab. Hanya sepotong kertas kecil yang kubaca bertuliskan namamu, alamat rumah dan nama ayahmu. Selama diperjalanan, aku tak mampu membayangkan apa pun yang nanti akan terjadi di rumahmu. Aku hanya bisa mengira-ngira akan bertemu dengan keluargamu, entah siapa.
Benak ini dipenuhi tanda tanya saat kami berempat dipersilahkan masuk. Ketika mulai melangkahkan kaki di rumahmu terdengar ratapan tangis dari arah belakang. Batinku berkata mungkin saja keluargamu sedang membaca doa Kumail karena kebetulan saat itu malam Jumat. Terbersit kemungkinan lain penyebab tangisan itu. Mungkin keluarga ini baru saja mendengar berita kesyahidan putranya dan ratapan ini sebagai ekspresi kehilangan.
Terlihat hamparan karpet merah ketika ruang tamu di sebelah kanan pintu masuk dibukakan oleh ayahmu. Pandanganku segera tertuju pada poto yang tergantung di dinding ruangan. Pemuda belasan tahun mengenakan seragam militer berdiri di depan haram Sayyidah Zainab. Tertulis “Mudafi’ haram hazrat Zainab” (Penjaga haram Sayyidah Zainab) di foto tersebut.
Setelah kami memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangan, ayahmu Sayyid Abbas Husaini memulai pembicaraan. “Saat ini kami tidak tahu harus bersikap bagaimana. Kepada kami dikabarkan bahwa putra kami telah syahid, tapi hingga saat ini kami tak pernah melihat jenazahnya. Sudah sepuluh bulan kami menanti. Ibunya setiap hari dan setiap waktu menangis dan menanti kabar serta kedatangan buah hatinya. Ya, Allah … sesungguhnya kami tak tahu apa yang terjadi”. Suasana menjadi hening sejenak. Masing-masing yang ada di ruang tamu itu larut dalam pikiran dan perasannya sendiri. “Oh, ternyata hal inilah penyebab tangisan ibumu” batinku. Sayyid Reza, suara tangisan ibumu bahkan masih terdengar hingga saat ini. “Keluarga kami sudah terbiasa dengan kesyahidan. Tiga orang dari saudaraku dan saudara ibu Reza juga telah syahid. Tapi, kali ini kami mengalami hal yang lain berkaitan dengan Reza” begitu ayahmu mengakhiri pembicaraannya. Kemudian salah seorang dari kami menyampaikan ucapan belasungkawa dan doa yang terbaik untukmu. Jika telah syahid, tentunya saat ini ruhmu telah berada pada yang mulia dan bahagia. Namun jika terjadi hal lain, semoga hal yang terbaik akan terjadi sebagaimana kehendak Allah Swt atasmu.
Kembali pandanganku tertuju pada photo yang tergantung di dinding. Salah seorang dari kami memohon kepada ayahmu untuk melihat dari dekat photo itu. “Berapa usianya, Pak?” tanyaku. “Tujuh belas tahun” jawab ayahmu. “Sayyid Reza anak ke berapa dari berapa bersaudara?” seorang teman melanjutkan pertanyaan.”Reza anak kedua dari empat bersaudara. Kakaknya sedang belajar di Swiss, dua adiknya laki-laki dan perempuan” jawab ayahmu. Sayyid Abbas seolah memahami keinginan kami untuk mengenalmu lebih banyak. Beliau melanjutkan pembicarannya: “Reza anak yang baik, santun dan aktif dalam “haiat”. “Ini kali ke tiga Reza pergi ikut dalam pasukan penjaga haram Sayyidah Zainab. Kala kepergiannya pertama dan kedua, Reza kembali ke rumah meski kakinya terkena peluru. Sebelas hari sebelum dikabarkan syahid (tepatnya hilang dalam peperangan), Reza menelepon kami” cerita Sayyid Abbas. Dalam pembicaraan telepon, Reza mengatakan bahwa kondisi sangat buruk dan mohon doa kepada orangtuanya.
Selang beberapa waktu kemudian, ibumu masuk ke ruang tamu dan duduk tepat di sebelahku. “Apakah kalian tahu pasti bahwa Reza sudah syahid?” tanya ibumu. “Mereka hanya mengembalikan pakaian dan mengatakan bahwa Reza telah syahid tanpa tahu di mana jenazahnya. Aku masih menunggu Reza dari hari ke hari. Setiap kali pintu rumah diketuk, aku masih berharap Reza yang datang” ucapnya sambil berlinang air mata. “Ibu, ceritakan tentang kebaikan dan keutamaan Sayyid Reza” pintaku dengan hormat. Sesaat ibumu menarik nafas panjang seakan bersiap mengenang dirimu. Ibu mulai bertutur: “Sejak kecil Reza anak yang selalu menuruti perkataan orang tua, mencintai keluarga dan semua keluarga juga menyenanginya. Reza seorang yang “namust parast” dan “hay`ati”. Saudara perempuannya selalu diingatkan untuk menjaga hijab dan merapatkan cadur. Reza sendiri selalu berpakaian sopan dan mengenakan baju lengan panjang. Reza sering berkata bahwa ia tak mencintai dunia yang kotor ini” ujarnya sambil menahan tangis.
“Bagaimana ibu mendidiknya hingga Sayyid Reza menjadi seperti itu?” tanyaku. “Aku hanya mengatakan pada Reza agar mencintai agama. Ilmuku tak terlalu banyak” jawabnya. Aku melanjutkan pertanyaan: “Ketika mengandung, doa apa yang sering ibu panjatkan?” aku melanjutkan pertanyaan. Ibumu menjawab: “Aku selalu berdoa agar anak ini menjadi orang yang baik dan selalu di jalan Allah”. Sayyid Reza, berbahagialah ibumu yang doanya telah terijabah. “Reza memohon izin untuk keberangkatannya yang ke tiga kali menjalankan tugas sebagai penjaga Haram Sayyidah Zainab. Malam terakhir sebelum Reza berangkat, aku melihatnya berbeda dari biasanya. Kepada tetangga yang meminta oleh-oleh, Reza memohon doa agar segera syahid sehingga tak kembali lagi ke rumah” ujar ibu sambil mendekap photo Sayyid Reza. Sejenak tangis ibumu terhenti dan berkata: ”Ah… mungkin inilah keinginan Reza. Aku tak ingin berkata apa-apa lagi. Ya Zainab, terimalah hadiah ini”.
Sayyid Reza, saat itu aku merasakan kehadiranmu di sisi ibu dalam dekapan cinta Sayyidah Zainab. Sepanjang malam itu photomu memenuhi pelupuk mataku. Saat ini aku merasakan kerinduan meski tak seperti yang dialami ibumu. Salam rindu dariku Duhai Syahid… . Mohon sampaikan salam ini juga kepada Sayyidah Zainab putri Fathimah binti Rasulullah salallahu alaihi wa alihi. (RA)
Qom Muqaddasah, 19 Februari 2017.
- (Hai`ati = aktif di yayasan atau kelompok yang mengadakan peringatan syahadah dan wiladah para Imam)
- (Namus parast = menjaga kesucian keluarga)