Syarah Ziarah Arba’in (Bag. 1)
Ziarah Imam Husain disunnahkan untuk dibaca pada hari Arba’in. Syaikh Thusi dalam kitab Tahdzib Wa Mishbah menukil ziarah khusus di hari Arba’in dari Imam Ja’far Shadiq a.s. Berikut ini 10 penggalan ziarah tersebut disertai syarahnya:
Penggalan pertama: Ucapan salam deskriptif
السلامُ علی وَلیِّ الله و حبيبه؛
Salam atas wali Allah dan kekasih-Nya
السلامُ عـَلی خليلِ اللهِ وَ نجيبه؛
Salam atas Khalilullah dan manusia pilihan-Nya
السلامُ علی صَفیِّ اللهِ و ابن صَفيّـه؛
Salam atas manusia suci pilihan Allah dan putra manusia suci pilihan-Nya
السلامُ علی الحُسين المظلوم الشهيد؛
Salam atas Husain mazlum yang syahid
السلامُ علی اسيرِ الکربات و قـَتيلِ العـَبرات؛
Salam atas tawanan musibah kedukaan dan korban pembunuhan yang membuat air mata menetes
Dalam beberapa salam di atas, Imam Shadiq a.s. seolah menjelaskan kemuliaan nasab dan keluarga Imam Husain, yaitu sebagai putera Rasulullah yang menjadi kekasih Allah.
Sebagian nabi disifati dan dikenal dengan nama khusus di sisi Allah swt; Nabi Ibarahim disebut Khalilullah, Nabi Musa Kalimullah, Nabi Isa Kalimatullah (Ruhullah), Nabi Nuh Nabiyullah (karena beliau adalah nabi pertama yang mengemban maqam kenabian di pundaknya), Nabi Adam Shafwatullah, dan Nabi Muhammad Habibullah.
Salam dalam bahasa Arab memiliki beberapa arti yang akan disebutkan dengan singkat sebagai berikut:
- Salam adalah salah satu nama Allah (Asmaullah atau Asmaul Husna) yang artinya adalah Allah Maha memberi keselamatan
- Salam artinya pasrah dan berserah diri
- Salam artinya keselamatan.
Maka salam atas imam (di sini Imam Husain) artinya bahwa seorang penziarah ketika berdiri di hadapan (makam) imam atau menghadirkan imam dalam benak dari jauh, mengucapkan salam kepada imam dan menyimpannya dalam hati. Ia seolah berjanji tidak akan pernah menyakiti imam untuk saat ini dan selanjutnya; karena tujuan para imam hanya memberikan petunjuk kepada umat, menegakkan kalimat tauhid, menyebarkan ketaatan kepada Allah di tengah umat manusia. Oleh karena itu, para imam akan merasa tersakiti bila melihat kemaksiatan kepada Allah, pelanggaran terhadap perintah dan larangan-Nya, akhlak tercela masyarakat, seperti sombong, serakah, riya’, bakhil, cinta kekuasaan, ghibah, menyakiti atau mengganggu orang, dan…
Penziarah harus berusaha keras untuk selalu menarik keridhaan imam, bukan justru berbuat hal yang dapat menyakiti imam. Saat itulah ucapan salam dapat dibenarkan. Oleh karena itu, hati harus dibersihkan dengan air taubat, air mata penyesalan mengalir dari mata, lalu menghaturkan salam kepada imam.
Dengan menghaturkan salam, seorang penziarah sedang mendekatkan diri kepada imam dan dengan mengulang beberapa kata yang beradab, ia sedang membersihkan jiwanya dari kerendahan, kehinaan, dan noda dan mendekatkan diri kepada imam. Lalu ia menghaturkan salamnya dengan penuh sopan santun, keikhlasan, dan air mata supaya memperoleh keselamatan yang sempurna dan mendapatkan jawaban salam dari imam.
Sesungguhnya dengan menghaturkan salam kepada imam dan para sahabat beliau, seorang penziarah menunjukkan sikap sosial politiknya dan memberikan pernyataan bahwa ia tidak hanya pantang kepada arca internal, namun juga anti para tiran (thaghut), kaum zalim, para diktator, dan para pengkhianat. Dengan slogan salam, ia meletakkan dirinya dalam barisan kelompok sahabat beliau.
Penggalan kedua: Kesaksian Imam Shadiq a.s. akan keagungan dan kemuliaan Imam Husain a.s.
اللهم انی اَشهَدُ أنـَّهُ وَليـُّكَ وَ ابنُ وَليِّك؛
Ya Allah! Sesungguhnya aku bersaksi bahwa Husain adalah wali-Mu dan putra wali-Mu
وَ صَفيـُّكَ وَ ابنُ صَفيـِّك، الفائزُ بِکـَرامـَتـِك؛
Manusia suci pilihan-Mu dan putra manusia suci pilihan-Mu yang beruntung dengan kemuliaan-Mu
اَکرَمتـَهُ بالشَّهادة؛
Engkau telah memuliakannya dengan kesyahidan
و حَبوتـَهُ بالسـَّعادة؛
Engkau telah menganugerahkan kebahagiaan kepadanya
و اجتـَبـيتـَه بطيبِ الولادة؛
Dan Engkau telah memberikannya nasab yang baik
و جَعَلتـَه سيداً من السادة و قائِداً من القادة؛
Engkau telah menjadikannya penghulu dan pemimpin
و ذائدً مِنَ الذادة و اَعطيتـَهُ مَواريثَ الانبياء؛
Dan pembela dan Engkau anugerahkan kepadanya seluruh warisan para nabi
و جعلته حُجَة علی خـَلقِك مِنَ الاوصِياء؛
Engkau menjadikannya sebagai hujjah dari washi-washi-Mu atas makhluk-Mu
فـَاَعذَرَ فی الدُعاءِ وَ مَنَحَ النُصح؛
Maka Husain tidak meninggalkan alasan dalam seruannya dan telah memberikan nasehatnya.
Seseorang akan mencapai kemuliaan di dunia ini melalui perbuatan yang dilakukannya. Dalam penggalan ziarah ini, Imam Shadiq mendeskripsikan Imam Husain sebagai berikut:
Ya Allah! Imam Husain adalah wali-Mu dan putra wali-Mu. Ia manusia suci pilihan-Mu dan putra manusia suci pilihan-Mu pula. Artinya dengan seluruh kemuliaan dan penghormatan yang Engkau berikan kepadanya, Engkau juga menambahkan kemuliaan itu dengan kesyahidan. Engkau menghendaki Imam Husain mencapai kemuliaan melalui syahadah yang sangat menyedihkan. Melalui syahadah, Allah mengantarkan Imam Husaian kepada kebahagiaan.
Saat Yazid dan para cecunguknya tengah memburu dunia, kedudukan duniawi, dan ketenaran, Imam Husain tidak pernah memandang dunia dan menganggap kekuasaan hanya sebagai sebuah sarana untuk mengibarkan Islam dan menegakkan keadilan.
Imam Husain bersama keluarga merasakan tragedi dan kekejian yang super dahsyat. Meskipun masa perang hanya sebentar, namun dalam waktu yang pendek itu terlihat semua segala jenis kekejian dan kejahatan. Kekejian yang paling besar adalah melawan imam maksum.
Syahid Murtadha Mutahhari berkata, “Suatu saat aku menghitung dan aku mendapatkan sekitar 21 jenis kekejian dan kekejaman dalam tragedi tersebut. Aku tidak dapat membayangkan di dunia ini terdapat kekejian yang sangat bervariatif semacam itu.”[1]
Penggalan ketiga: Tujuan kebangkitan Imam Husain a.s.
و بَذلَ مُهجَتـَهُ فيكَ ليَستـَنقـِذَ عِبادكَ مِنَ الجَهالةِ وَ حَيرَةِ الضـَلالة؛
(Ya Allah!) Husain mengorbankan jiwanya di jalan-Mu untuk menyelematkan hamba-hamba-Mu dari kebodohan dan kesesatan yang membingungkan.
Sebelum pergi ke Makkah, Imam Husain menulis sebuah surat wasiat untuk saudara beliau Muhammad Hanafiyah. Beliau menjelaskan tujuan kebangkitan, “Aku bangkit untuk melakukan perbaikan agama datukku Rasulullah, beramar makruf, dan nahi mungkar.
Dengan mengkaji sejarah hidup Imam Husain, kita dapat memahami bahwa terdapat banyak perubahan yang terjadi dan muncul berbagai bid’ah pada agama Nabi saw. Dengan maksud menjaga hakikat agama Rasulullah dan menyampaikannya kepada generasi mendatang secara utuh, Imam Husain tidak memiliki jalan lain kecuali melakukan kebangkitan. Dengan itu, beliau menyatakan bahwa hakikat agama Islam telah dirampok dan agama saat itu telah diselewengkan oleh sekelompok orang yang memburu kekuasaan untuk menemukan jalan meraih kekuasaan yang tidak sah. Maka saat itulah Imam Husain a.s. bangkit untuk menyuarakan pesan hakiki agama ke telinga orang-orang yang ingin mendengarkan hakikat.
================================
[1] Muthahhari, Murtadha, Hamose-ye Hoseiny (Epik Perjuangan Imam Husain), jilid 3, halaman 121.