Syeikh Baha’i
Bernama lengkap Baha’uddin Muhammad bin Husein Amuli, terkenal sebagai Syeikh Baha’i. Ia lahir pada18 Februari 1547 M di Baalbak, selatan Lebanon dan meninggal dunia pada 1September 1621 M di Isfahan, Iran. Ia adalah seorang hakim agung, ahli fiqih, sufi besar, anstronom, Matematikawan, penyair, sastrawan, sejarawan. Di kalangan sarjana Muslim, iaseorang ilmuwan terkemuka abad ke-10 dan ke-11 H. Banyak bidang ilmu yang dikuasainya, di antaranya filsafat, mantiq, matematika, akhlak, nahwu, irfan, fiqih, seni dan fisika. Dalam pengakuan atas kontribusinya dalam ilmu astronomi, Unesco bertepatan pada tahun 2009 telah mencamtumkan namanya di Daftar Kebanggaan Iran.
Keluarga
Syeikh Baha’ilahir di keluarga keturunanHaris Hamadani, salah satu sahabat setia Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Ia menghabiskan masa kecilnya di Jabal ‘Amil, dari daerah Syam, di kampung yang bernama Jaba’ atau Jiya’. Maka ia adalah cucu Haris bin Abudllah A‘war Hamadani, seorang berkepribadian terkemuka pada awal Islam, wafat pada 64 H. Keluarganya berasal dari keluarga terkenal sebagai Jabal ‘Amil pada abad 11-12H. Ayahnya adalah murid yang terkemuka dari ulama fikih terkemuka, Syahid Tsani.
Tanggal lair dan wafatnya Syeikh Baha’i
Tangal lahir dan wafat Syeikh Baha’i di pusara dan batu nisan makamnya sedikit berbeda:
Tanggal lahir:
- Pusara: 26 Zulhijjah tahun 953 Hijriah (bertepatan dengan hari Kamis, 8 Isfand 925 Syamsiah, dan 27 Februari 1547 M)
- Batu Nisan: Kamis sore pada bulan Muharram 953 Hijriah (bertepatan dengan Farvardin 925 Syamsiah, dan Maret 1546 M)
Tanggal wafat:
- Pusara: 12 Syawwal 1030 H (bertepatan dengan 8 Syahrivar 1000 Syamsiah, dan 30 Oktober 1621 M)
- Batu nisan: Syawwal 1031 H (bertepatan dengan Murdad atau Syahrivar 1001, dan Oktober 1622 M)
Pusara didirikan pada tahun 1324 HS pada masa gubernur Ali Manshur dan mengandung tanggal, bulan dan tahun. Sedangkan di batu nisan kuburan hanya terdapat waktu bulan dan tahun. Syeikh Baha’i meninggal dunia di Isfahan dan, sesuai wasiatnya, dikuburkan di Masyhad dan di samping makam suci Ali bin Musa Al-Ridha,tepatnya di dekat museum Astan Quds. Sekarang, makamnya terletak diantara masjid Gauhar Syad dan Sahne Azadi dan halaman Imam Khomeini.
Pindah ke Iran
Menurut versi naskah tulisan tangan Syeikh Baha’i yang ditulis pada tahun 995 H di Qazvin, ia sudah menginjak usia 13 tahun saat masuk ke Iran. Ayahnya, Izzuddin Husein Amuli, karena gangguan terhadap Syiah di daerah tersebut oleh dinasti Otoman di satu sisi dan undangan dari raja Zafavid Iran, Shah Tahmasb, untuk datang ke Iran, pergi menuju Iran. Sesampainya di Qazvin, sang ayah menjumpai kota itu sebagai pusat ilmuwan Syiah. Di kota itulah ia menetap. Baha’uddinyang kecil sibuk dalam berguru kepada ayahnya dan ilmuwan lain pada zaman itu.
Ketika berumur 17 tahun (970 H), sang ayah direkomendasikan oleh Syeikh Ali Minsyar hingga ia diangkat sebagai penasehat raja, Syah Tahmasab. 14 tahun kemudian, tepatnya pada 984 H, sang ayah berangkat naik haji dari Iran ke Mekkah. Namun, di tengah perjalanan, di Bahrain, ia meninggal dunia. Syeikh Baha’i melanjutkan pendidikannya di di Qazvin dan selama 30 tahun ia dibina dan matang sebagai ulama besar di kota ini.
Keluhuran pribadi dan akhlak Syekh baha’i telah menempatkan dirinya sebagai guru besar Islam (syaikh al-islam) kota Isfahan di usia 43 tahun. Ketika ibukota Iran berpindah dari Qazvin ke Isfahan pada 1006 H, ia meneguhkan posisi guru besar Islam sejak usia 53 tahun hingga akhir hayatnya (75 tahun) di ibukota kerajaan, di masa keemasan dinasti Safavid, Syah Abbas Agung.
Antara 994-1008 H, Syeikh Baha’i melakukan banyak perjalanan ke luar negeri dari wilayah kekuasaan dinasti Safavid. Perjalanan itu ia lakukan dalam rangka ekspedisi, ziarah dan pengembaraan ilmu. Sebagian ahli sejarah mencatat adanya perjalanan dalam misi politik. Di antara negeri yang dikunjunginya ialah Mekkah, Mesir dan Suriah.
Di salah satu perjalannnya, Syeikh Baha’i melintas di sebuah pemakaman, lalu ia singgah di makam seorang sufi agung, Baba Ruknuddin. Di situlah ia mendengar sekilas suara. Hanya ia yang mendengar suara itu, sementara rombngan peserta tidak mendengarnya. Setelah peristiwa itu, ia tampak banyak menangis, beribadah dan bermunajat. fokusnya tertuju hanya pada akhirat. Sebagian ahli sejarah menyebutkan bahwa suara itu berbunyi demikian: wahai guru besar, perhatikan diri sendiri!
Guru
Berikut nama-nama guru Syeikh Baha’i:
- Syeikh Izzuddin Husein Al-‘Amili, sang ayah yang darinya ia belajar ilmu fikih, ushul fikih, hadis dan sastra Arab.
- Najm bin Syihab atau populer dengan nama Mulla Abdullah Bahabadi, penulis Hasyiyah Tahdzib Al-Manthiq. Darinya ia belajar ilmu logika, telogi, dan sastra Arab.
- Mulla Afdhal Qa’ini. Darinya ia belajar matematika, teologi dan filsafat.
- Imaduddin Mahmud, tabib khusus Syah Tahmasb, tabib paling masyhur Iran di masa itu. Darinya ia belajar kedokteran.
- Abu Thaif Muqaddasi. Darinya ia belajar Shahih Al-Bukhari.
- Mulla Muhammad Baqir Yazdi, pengarang Mathali’ al-Anwar. Darinya ia belajar matematika.
Murid
Kuliah ilmu Syeikh Baha’i telah menjadi pusat kelahiran banyak ulama dan sarjana Muslim. Ahli sejarah mencatat sekitar 33 nama besar muridnya. Beberapa di antara mereka ialah berikut ini:
- Shadruddin Muhammad bin Ibrahim Syirazi, atau yang populer dengan Mulla Sadra, pendiri Kebijaksanaan Utama (al-Hikmah al-Muta’aliyah).
- Mulla Faydh Kasyani.
- Sayyid Mirza Rafi’uddin Muhammad bin Haidar Husaini Thabathaba’i Na’ini.
- Mulla Murad Tafresyi.
- Muhammad Taqi Majlisi (Majlisi Pertama)
- Muhammad Baqir Sabzawari (Muhaqqiq Sabzawari).
Karya Ilmiah
Syeikh Baha’i termasuk jajaran ulama yang sangat produktif berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Jumlah karya ilmiahnya merupakan bukti baktinya atas peradaban keilmuan. Karya-karya ilmiahnya berkaitan dengan berbagai bidang pengetahuan. Sebagian peneliti melaporkan 95 judul buku dan risalah telah ditulis olehnya. Di antaranya adalah berikut ini:
- Jam’i Abbasi, sebuah kumpulan fatwa hukum berbahasa Persia.
- Al-Zubdah fi Al-Ushul. Karya berbahasa Arab ini merupakan salah satu buku terpenting Syeikh Baha’i di bidang Ushul Fikih.
- Al-Arba’in, yaitu buku hadis yang mengomentari 40 hadis Nabi Saw.
- Matsnawi Sawanih Al-Hijaz, berisi nasehat, alegori, dan anekdot dengan bahasa yang indah.
- Buku ini barangkali karya yang paling terkenal dari Syeikh Baha’i, yaitu kumpulan catatan yang memuat berbagai narasi, prosa dan puisi penuh hikmah dan kebijaksanaan.
- Miftah Al-Falah. Buku ini merupakan tuntutan amalan sunnah harian, diang dan malam.
- Al-Tahdhir, buku yang mendeskripsikan hal-hal terkait menghadirkan jin. buku ini sangat langka. beberapa naskahnya masih tersimpan di perpustakaan Astan Quds Radavi. (AFH)