Hadiah Tuhan: Tasbih Fatimah Az-Zahra
Diriwayatkan dari Imam Ali as: “Tentang kehidupan Fatimah di sisiku, ia mengangkat air hingga berbekas pada tangan dan dadanya. Ia menyapu rumah sampai pakaiannya penuh debu. Ia selau menyalakan kayu bakar hingga warna pakaiannya berubah dan bau asap. Ketika pekerjaannya semakin sulit dan berat, aku berkata kepadanya: “Mengapa engkau tidak datang kepada Rasulullah dan meminta pelayan untuk membantu pekerjaan rumah?”. Kemudian Fatimah as pergi ke hadapan Rasulullah untuk menyampaikan keinginannya. Saat itu sedang bersama seseorang dan ia malu untuk membicarakan hal itu. Lalu ia kembali ke rumah tanpa berkata apapun.
Rasulullah Saw mengetahui tentunya kedatangan Fatimah untuk suatu keperluan. Beliau Saw, mendatangi kami keesokan harinya. Setelah memberi salam 3 kali, Rasulullah Saw masuk ke rumah dan duduk diantara kami, kemudian berkata: “Ya Fatimah, apakah keperluanmu kepada Muhammad kemarin?” Aku menyampaikan kesulitan Fatimah dan pembicaraan tentang saran untuk meminta pelayan kepada ayahandanya. Beliau Saw bersabda: Maukah aku ajarkan apa yang lebih baik bagi kalian daripada memiliki pelayan? Ketika kalian hendak berangkat tidur, bertakbirlah sebanyak 34 kali, tasbih 33 kali dan tahmid 33 kali. Pada kesempatan itu, Fatimah as berkata : “Aku ridha dengan Allah dan Rasul-Nya” sebanyak 3 kali[1]. Sejak saat itu, Sayyidah Fatimah as selalu melaksanakan hadiah terbaik yang diajarkan ayahandanya .
Diriwayatkan dari Imam Ja’far as ketika ditanya tentang tasbih Fatimah, maka beliau berkata : “أكبر الله34 kali”, kemudian Beliau as berkata: “الحمدلله hingga menjadi 67 kali”, Lalu Beliau as berkata: “الله سبحان hingga mencapai hitungan 100”[2]. Terdapat beberapa hadis dengan sanad yang berbeda berkaitan dengan urutan tasbih Fatimah as, dalam hal ini tahmid harus didahulukan daripada tasbih[3].
Memaknai Ibadah Pada Tasbih Fatimah as
امام باقر (ع): « ما عبد الله به شی ء من التحمید افضل من تسبیح فاطمة علیهاالسلام…
Imam Baqir as: “Tidaklah Allah disembah dalam hal pujian lebih baik daripada tasbih Fatimah alaihasalam”[4]. Secara etimology ‘abada berarti senantiasa menyembah Allah (يَعْبُدُه اللَّهَ وعَبَدَ)[5]. Sedangkan ‘ibadah sebagai bentuk kata bendanya bermakna segala perbuatan yang menunjukkan penyembahan (عبادة يسمى التعبد يظهر الذي والعمل)[6]. Dari berbagai defenisi yang disampaikan ahli tafsir, Ayatullah Ja’far Subhani merangkumnya dalam 4 poin, yaitu; 1. Menunjukkan kehinaan diri, 2. Menunjukkan kerendahan diri, 3. Ketaatan, khusyu’ dan merendahkan diri, 4. Puncak kepatuhan[7]. Dalam penggunaan istilah agama, kata ‘ibadah memiliki makna sekunder, yaitu shalat. Namun secara umum makna ibadah di dalam Al-Quran dan hadis adalah ibadah dengan arti primer (baca penyembahan) yang dikhususkan kepada Allah. Tidak terdapat perbedaan makna ibadah secara lughah dan syar’i[8].
Allah Swt dalam Al-Qur`an Surah Az-Zariyat ayat 56 berfirman: “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku”. Melalui ibadah setiap insan akan bergerak menuju Sang Khalik meraih kesempurnaan diri. Dengan ibadah, manusia mencapai kedekatan di sisi Allah[9], yang kemudian meninggikan kedudukannya. Imam Baqir as menyatakan tasbih Fatimah merupakan tahmid terbaik dalam ibadah kepada Allah. Lanjutan hadis tersebut berbunyi: “… jika ada yang terbaik darinya tentu Rasulullah sudah memberikan kepada Fatimah salamullah alaiha”.
Tasbih Fatimah yang singkat mengandung hakikat penciptaan alam semesta dengan ringkasan berikut:
- (أكبر الله) Allah disifati dengan Akbar tanpa perbandingan terhadap sesuatu yang melazimkan pembatasan, dimana ada yang lebih besar atau lebih kecil. Imam Sahdiq as berkata: “ يوصف أن من كبر أ الله ”, Allahu Akbar dari segala sifat berarti menafikan pembatasan-Nya[10].
- (الحمدلله) Hamd secara umum berarti pujian kepada Allah dengan tujuan mengagungkan-Nya dan secara khusus bermakna syukur. Ucapan الحمدلله merupakan manifestasi dari keyakinan dan disertai dengan perbuatan hati[11]. Pujian dan syukur nikmat kepada Allah membutuhkan pengenalan yang mengantarkan kesempurnaan penghambaan seseorang.
- (الله سبحان) Takbir dan tahmid menghasilkan pemahaman adanya pencipta dan ciptaan sebagai dua hakikat yang berbeda, dimana seluruh makhluk bergantung kepada Khalik[12]. Amirul Mukiminin Ali bin Abi Thalib as ketika ditanya tentang tafsir subhanallah menjawab: “Ia adalah pengagungan Allah azza wa jalla serta penyucian-Nya dari segala sesuatu yang mengandung kemusyrikan”. Imam Ja’ar as memberikan jawaban tentang tasbih: “عزوجل للهأنفة “ yang berarti penyucian dan penafian-Nya dari keserupaan dengan makhluk[13].
Memahami hakikat tasbih Fatimah memerlukan perenungan sehingga seseorang mampu mengungkapkan keimanannya kepada Allah Swt dan menyembahkan sebagaimana Ia layak disembah.
Keutamaan Tasbih Fatimah
Secara etimology tasbih bermakna mensucikan Allah dari sifat-sifat tercela. Banyak riwayat dari Rasulullah dan para Imam yang menganjurkan bertasbih, khususnya tasbih Az-Zahra. Dalam sirah Ma’shumin, tasbih ini diajarkan kepada anak-anak sebagaimana mengajarkan shalat[14]. Imam Shadiq as menyatakan tasbih Az-Zahra sebagai salah satu mishdaq dari كَثِيرًا ذِكْرًا [15] pada ayat 41 surah Al-Ahzab.
Dengan kesederhanaannya, tasbih Fatimah mudah dihafalkan dan dilaksanakan. Tidak sedikit riwayat yang menunjukkan banyaknya berkah dan pengaruh tasbih ini:
[1] Syaik Saduq, Man La Yahduruhu al-Faqih, jil.1, hal. 320, Kitabkhaneh Madrasah Fuqahat, lib.eshia.ir, download
[2] Allamah majlisi, Bihar al-Anwar, jil. 82, hal. 333, http://lib.eshia.ir/11008/82/333
[3] Hurr Amili, Wasail al-Syiah, jil. 6, hal. 445, lib.eshia.ir, download
[4] Ibid, hal.443
[5] Khalil bin Ahmad Farahidy, Lisan al-Arab, jil.3, hal.272. Kitabkhaneh madrasah Fuqahat, lib.eshia.ir, download
[6] Al-khalal al-wahabiy fi fahm al-tauhid al-Quraniy, Syaikh Abdullah Dasyti, http://shiaweb.org/books/khalal_alwahabia/pa36.html
[7] Ayatullah Ja’far Subhani, Al-ibadah hadduha wa mafhumuha http://lib.eshia.ir/26645/1/14 14)
[8] Syaikh Abdullah Dasyti, Al-khalal al-wahabi fi fahm al-tauhid al-Qurani http://shiaweb.org/books/khalal_alwahabia/pa36.html
[9] Ayatullah Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh jil.22, hal. 387-388, http://www.askquran.ir/thread11373.html
[10] Syaik Shaduq, Al-Tauhid, jil.5,bab.45, hal. 311, http://lib.eshia.ir/15046/1/313
[11] Fachrudin Turaihi, Majma’ al-Bahrain-Tahqiq Al-Husaini, jil.2, hal. 29, http://lib.eshia.ir/27911/3/39
[12] Ayatullah Baqir Hakiminiya, ‘Ubudiyat Haq Dar Tasbih Hazrat Zahra, makalah, http://www.tebyan-tehran.ir
[13] Syaik Shaduq, Al-Tauhid, jil.5,bab.45, hal. 312
[14] Malik Husaini, Danesynameh Jahan Islam, Kitabkhaneh Madrasah Fuqahat, lib.eshia.ir, download
[15] Hurr Amili, Wasail al-Syiah, jil. 6, hal. 441, http://lib.eshia.ir, download